IKN atau Makan Bergizi Gratis?
![Pembangunan IKN di Kaltim.](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/250208152708-954.jpg)
Di tengah lesunya ekonomi makro dan mikro, tiba-tiba publik dikejutkan statement Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo.
Kepada Republika, ia buka suara, mengungkap anggaran Kementerian PU yang saat ini dalam status blokir. Tapi pemblokiran anggaran oleh Kemenkeu itu dianggap hal biasa.
Ia berharap setelah mendapat persetujuan dari DPR, proses pemblokiran anggaran bisa segera dibuka. Meski begitu ia tak ambil pusing dengan efisiensi anggaran yang diputuskan Presiden Prabowo.
Seperti diketahui, pemangkasan anggaran Kementerian PU lumayan jumbo, sebesar Rp 81,38 triliun dari pagu awal sebesar Rp 110,95 triliun menjadi Rp 29,57 triliun. Dibabat puluhan T jelas berdampak.
Publik pun mengaitkan pemangkasan akan berimbas terhadap lambannya proses lanjutan pembangunan Ibu Kota Nusantara, IKN.
Tetapi pihak Otorita IKN membantah kalau pembangunan disebut mangkrak. Meski Prabowo melakukan efisiensi besar-besaran terhadap anggaran belanja, progres IKN tetap berjalan.
Program pembangunan IKN tahap II yakni 2025-2029, tetap on the track mempersiapkan sarana dan prasarana. Targetnya menjadikan Nusantara sebagai Ibu Kota Politik Republik Indonesia tahun 2028.
Sebagai pengingat, kebutuhan anggaran program pembangunan IKN tahap II sesuai rancangan pemerintah, terdiri dari Rp 48,8 triliun APBN dan Rp 60,93 triliun KPBU. Kemudian, investasi swasta.
Masalahnya, ruang fiskal pemerintahan Prabowo saat ini sangat sempit. Padahal Prabowo butuh ruang fiskal besar untuk menjalankan pembangunan dan janji kampanyenya. Antara lain, makan bergizi gratis.
Dalam APBN 2025, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 71 triliun untuk mendanai program makan bergizi gratis (MBG), dengan target 19,47 juta penerima manfaat.
Program MBG menyasar peserta didik mulai jenjang PAUD sampai SMA/sederajat, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Nah, MBG ini bukan tanpa kendala. Ada juga hambatannya, lagi-lagi soal anggaran.
Di awal Januari 2025, Badan Gizi Nasional mengajukan tambahan anggaran untuk program MBG. Sebab, anggaran yang ada hanya cukup untuk sampai bulan Juni 2025.
Adapun tambahan dana segar yang dibutuhkan sebesar Rp 140 triliun. Atau setahun butuh Rp 420 T.
Biaya MBG setahun Rp 420 triliun, nyaris setara dengan anggaran IKN sebesar Rp 466 triliun. Tentu saja harus ada yang dipilih, yang harus diprioritaskan, meski keduanya sama-sama program pemerintah.
Para ekonom pun berbagi pemikirannya.
Ekonom Senior Indef Didik J. Rachbini, misalnya. Ia menganalisa pemangkasan anggaran pembangunan IKN menegaskan sikap tegas Presiden Prabowo Subianto.
Didik menilai Prabowo lebih mengutamakan program Makan Bergizi Gratis yang menjadi janji kampanye ketimbang meneruskan warisan Jokowi melanjutkan pembangunan IKN.
Ekonom Center of Economic and Law Studies, Nailul Huda menyampaikan hal sama. Isu mangkraknya keberlanjutan pembangunan IKN, bukan hal mengejutkan.
Ia mengaku telah memprediksi hal itu sejak tiga tahun lalu. Mangkraknya IKN akan semakin menjadi nyata setelah adanya pemangkasan anggaran IKN secara besar-besaran.
Dus, Ekonom Senior Institut for Development of Economics and Finance (Indef), Didin S. Damanhuri. Ia juga menyambut positif upaya Presiden Prabowo Subianto melakukan efisiensi anggaran besar-besaran.
Didin menyebut efisiensi anggaran menjadi momentum tepat pemerintah untuk menutup kebocoran yang selama ini terjadi. Ia menilai banyak proyek mercusuar di era pemerintahan Jokowi yang tidak banyak manfaatnya dan dipaksakan.
Saat ini Pemerintah fokus pada kebijakan Asta Cita Prabowo Subianto, salah satunya MBG. Tapi, sekali lagi, MBG pun tidak semudah membalik telapak tangan. Finansial menjadi tantangan.
Adapun dana yang tersedia saat ini Rp 71 triliun, hanya cukup menjangkau 17,5 juta penerima manfaat hingga Juni 2025.
Artinya, percepatan Asta Cita tak akan terwujud tanpa adanya dana tambahan. Padahal dana yang dibutuhkan MBG dalam setahun sebesar Rp 420 triliun.
Sedangkan kebutuhan IKN, dari total dana sebesar Rp 466 triliun yang dibutuhkan, rinciannya pembiayaan dari APBN sekitar Rp 89,4 triliun. KPBU dan swasta Rp 253,4 triliun, BUMN dan BUMD Rp 123,2 triliun.
Mengacu data Kemenkeu, realisasi anggaran untuk IKN total dari tahun 2022-2024, sudah menyentuh angka Rp 75 triliun.
Baik untuk melanjutkan pembangunan IKN maupun percepatan MBG, keduanya butuh dana besar.
Kira-kira mana yang diprioritaskan Presiden Prabowo? Apakah keduanya bisa berjalan paralel, beriringan? Atau harus ada yang dikorbankan? Apapun kebijakan Presiden nanti, kita doakan: hasilnya yang terbaik untuk bangsa ini.
Shalaallahu alaa Muhammad.
Rudi Agung