Home > Mancanegara

Warga Palestina yang Ditahan Zionis Disiksa sampai Patah Tulang

Seorang wanita yang menderita diabetes jadi sasaran pemukulan Zionis.
Warga Palestina yang menjadi sandera Israel melakukan sujud syukur setelah meninggalkan penjara militer Isareli Ofer, di kota Beitonia dekat Ramallah, Tepi Barat, Jumat (24/11/2023). 
Warga Palestina yang menjadi sandera Israel melakukan sujud syukur setelah meninggalkan penjara militer Isareli Ofer, di kota Beitonia dekat Ramallah, Tepi Barat, Jumat (24/11/2023).

SEKITARKALTIM, REPUBLIKA – Sejumlah warga Palestina yang ditahan Zionis Israel, diduga mendapat siksaan selama dalam tahanan. Kondisi fisiknya memburuk, bahkan harus mendapat perawatan medis. Ada yang patah tulang, kesulitan bernafas, ada pula yang didapati gumpalan darah.

Militer Israel menahan ratusan warga Palestina selama serangan darat di Gaza pada 27 Oktober 2023. Namun, otoritas Israel terus menolak memberikan informasi mengenai keberadaan atau kondisi mereka yang ditahan di Gaza.

Pada Kamis (1/2/2024), Israel membebaskan 114 warga Palestina. Termasuk empat wanita, yang ditahan Zionis Israel selama serangan terbaru mereka di Gaza.

Wartawan Anadolu melaporkan, 10 dari orang-orang yang dibebaskan, termasuk wanita, segera dibawa ke rumah sakit di kota Rafah.

Musababnya, kondisi kesehatan dan fisik yang buruk hingga membutuhkan perawatan medis.

Para tahanan itu mengalami patah tulang, terutama di bagian tangan dan kaki mereka, yang tampaknya akibat dari siksaan selama ditahan pasukan Israel.

Pada leher dan kepala beberapa tahanan didapati gumpalan darah. Adapun tahanan lain mengalami kesulitan bernapas, luka dan cakaran, serta bengkak di tangan, menurut wartawan Anadolu, di lokasi kejadian saat mereka tiba di rumah sakit.

Pejabat Palestina di otoritas perlintasan Gaza mengatakan kepada wartawan Anadolu, para tahanan dibebaskan lewat perlintasan komersial Karm Abu Salem atau Kerem Shalom di Jalur Gaza.

Militer Israel menahan ratusan warga Palestina selama serangan darat di Gaza pada 27 Oktober 2023. Namun, otoritas Israel terus menolak memberikan informasi mengenai keberadaan atau kondisi mereka yang ditahan di Gaza.

Israel melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza pada 7 Oktober, menewaskan sedikitnya 27.019 warga Palestina dan melukai 66.139 orang. Hampir 1.200 warga Israel diyakini tewas dalam serangan Hamas.

Serangan Zionis telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza menjadi pengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih dan obat-obatan. Selain itu 60 persen infrastruktur di wilayah kantong tersebut telah rusak atau hancur, menurut PBB.

Wanita Palestina Jadi Sasaran Pemukulan

Seorang remaja Palestina, Yazan Bani Jaber mengisahkan penderitaannya selama menekam di penjara Israel, sebelum dibebaskan.

Menurut laporan Resistance News Network, Yazan diinterogasi terlebih dahulu sebelum dibebaskan.

"Mereka memberi tahu kami bahwa kami akan dipindahkan, bukan dibebaskan. Administrasi penjara menangani kami dengan cara yang penuh dendam," ujar Yazan.

Yazan menghargai upaya Hamas dan sayap militernya, Brigade al-Qassam yang berupaya untuk membebaskan tahanan Palestina. Dia mengatakan, darah para syuhada pejuang Palestina sangat berarti bagi para tahanan.

Tahanan wanita Palestina lainnya yang dibebaskan, Itaf Jeradat mengatakan, situasi di penjara Israel sangat buruk. Petugas penjara Israel menempatkan Jeradat ke dalam ruang isolasi selama tiga hari dan menjadi sasaran pemukulan.

"Saya menjadi sasaran pemukulan, meski saya memiliki kondisi medis, diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung," ujar Jeradat.

Kekerasan fisik juga dialami oleh Mohammed Nazzal yang berusia 17 tahun. Nazzal yang berasal dari Qabatiya, Jenin turun dari bus dengan lengan yang terbalut perban setelah dia dibebaskan dari penjara Naqab. Senyuman ibu Nazzal berubah menjadi air mata saat melihat kondisi anaknya.

Nazzal mengatakan, penjaga penjara Israel mematahkan lengannya seminggu yang lalu dan memukul punggungnya. Nazzal menambahkan bahwa teman satu selnya meninggal dunia akibat kekerasan oleh petugas penjara Israel.

"Seseorang di kamar kami meninggal. Mereka mematahkan lengan saya, jari-jari saya. Mereka memukul punggung saya," ujar Nazzal.

Setelah dipukuli, Nazzal tidak menerima perawatan medis di penjara Israel. Perban dan penyangga tangan yang digunakannya diberikan oleh Palang Merah Internasional ketika dia dibebaskan. Nazzal harus menahan sakit selama seminggu di dalam tahanan.

"Mereka (Israel) tidak menawarkan perawatan medis apapun kepada saya. Palang Merah memberi saya penyangga ini, bukan layanan penjara (Israel). Saya menghabiskan waktu selama seminggu tanpa perawatan," ujar Nazzal.

Republika

× Image