Pengaruh Negatif Sosmed terhadap Anak-Anak: Dampak dan Solusinya
REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Sosial media telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern, termasuk bagi anak-anak. Meskiplatform ini menawarkan banyak manfaat, semisal sarana belajar dan berkomunikasi, dampak negatifnya terhadap perkembangan anak tidak bisa diabaikan.
Berdasarkan penelitian terbaru, penggunaan sosial media yang berlebihan dapat memengaruhi kesehatan mental, pola tidur, dan bahkan prestasi akademik anak-anak.
Salah satu dampak negatif yang paling menonjol gangguan kesehatan mental.
Menurut laporan dari American Psychological Association (APA) pada tahun 2023, anak-anak yang menghabiskan waktu lebih dari tiga jam sehari di sosial media cenderung mengalami kecemasan, depresi, dan perasaan rendah diri.
Hal ini sering kali dipicu paparan konten yang tak sesuai usia, perundungan siber atau cyberbullying, dan tekanan untuk selalu tampil sempurna. Selain itu, sosial media juga dapat mengganggu pola tidur anak-anak.
Studi yang diterbitkan dalam Journal of Pediatric Psychology (2023) menunjukkan bahwa paparan cahaya biru dari layar gadget sebelum tidur dapat mengurangi produksi melatonin, hormon yang bertanggung jawab untuk mengatur tidur.
Akibatnya, anak-anak menjadi sulit tidur, kurang istirahat, dan mengalami penurunan konsentrasi di sekolah. Tidak hanya itu, sosial media juga dapat memengaruhi prestasi akademik.
Penelitian dari Universitas Oxford (2023) menemukan bahwa anak-anak yang sering menggunakan sosial media cenderung memiliki nilai lebih rendah dibanding dengan mereka yang membatasi penggunaannya. Hal ini disebabkan distraksi yang terus-menerus, seperti notifikasi dan godaan untuk terus mengecek platform sosial media.
Perundungan siber juga menjadi masalah serius lain yang dihadapi anak-anak di era digital.
Data Cyberbullying Research Center (2023) menunjukkan bahwa 37% anak-anak di bawah usia 13 tahun pernah mengalami perundungan secara online. Dampaknya bisa sangat merusak, mulai dari penurunan kepercayaan diri hingga depresi berat.
Sayangnya, banyak kasus cyberbullying tidak dilaporkan karena korban merasa takut atau malu.
Kecanduan sosial media juga menjadi ancaman nyata bagi anak-anak. Menurut laporan dari Common Sense Media (2023), sekitar 50% anak-anak merasa sulit melepaskan diri dari perangkat mereka. Bahkan saat belajar atau berinteraksi dengan keluarga. Kecanduan ini dapat mengganggu perkembangan sosial dan emosional anak, karena mereka cenderung lebih memilih interaksi virtual daripada hubungan nyata.
Paparan konten yang tidak sesuai usia juga menjadi masalah besar. Platform sosial media sering kali menampilkan konten kekerasan, pornografi, atau informasi yang menyesatkan.
Menurut Pew Research Center (2023), 60% orang tua mengaku khawatir tentang konten yang diakses anak-anak mereka secara online. Tanpa pengawasan yang tepat, anak-anak dapat terpapar konten berbahaya yang memengaruhi pola pikir dan perilaku mereka.
Perlu Peran Orangtua dan Sekolah
Untuk mengurangi dampak negatif ini, peran orangtua dan sekolah sangat penting.
Orangtua perlu membatasi waktu penggunaan gadget dan mengawasi aktivitas online anak-anak. Menurut rekomendasi dari American Academy of Pediatrics (2023), anak-anak di bawah usia 6 tahun sebaiknya tidak menggunakan gadget lebih dari satu jam sehari. Adapun anak-anak yang lebih besar perlu diajarkan tentang penggunaan sosial media yang bertanggung jawab.
Selain itu, pendidikan literasi digital harus menjadi prioritas.
Sekolah dan lembaga pendidikan perlu memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang bahaya sosial media dan cara menggunakannya secara bijak. Program-program seperti Digital Citizenship dapat membantu anak-anak memahami etika berinternet dan cara melindungi diri dari ancaman online.
Meski sosmed menawarkan banyak manfaat, dampak negatifnya terhadap anak-anak tidak bisa diabaikan. Gangguan kesehatan mental, gangguan tidur, penurunan prestasi akademik, dan perundungan siber menjadi daftar masalah serius yang perlu diatasi.
Dengan peran aktif orang tua, sekolah, dan pemerintah, kita dapat menekan risiko ini dan memastikan anak-anak menggunakan sosial media secara sehat dan aman.
Mila