Diplomasi Nuklir Macet, Iran Nilai Proposal Eropa Tidak Realistis

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Iran menganggap usulan Eropa untuk mengekang program nuklirnya tidak realistis dan justru menjadi hambatan bagi kesepakatan, kata seorang pejabat senior Iran pada Sabtu, dilansir Reuters.
Perang yang berlangsung lebih dari sepekan antara Israel dan Iran terus berlanjut. Adapun Amerika sedang mempertimbangkan apakah akan mendukung Israel dalam konflik itu, sementara negara-negara lain mendesak de-eskalasi.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi bertemu dengan rekan-rekannya dari Inggris, Prancis, dan Jerman, dan Uni Eropa, pada hari Jumat di Jenewa untuk mencari jalan diplomasi dan kemungkinan gencatan senjata.
Namun, usulan yang diajukan negara-negara Eropa itu dinilai "tidak realistis", kata pejabat senior Iran kepada Reuters, seraya mengatakan bahwa bersikeras pada usulan itu tidak akan membawa kesepakatan lebih dekat.
"Dalam kasus apa pun, Iran akan meninjau proposal Eropa di Teheran dan menyampaikan tanggapannya dalam pertemuan berikutnya," kata pejabat itu, seraya menambahkan pengayaan nol sebagai jalan buntu dan Teheran tidak akan bernegosiasi mengenai kemampuan pertahanannya.
Israel melancarkan serangan pada 13 Juni dengan mengatakan Iran hampir mengembangkan senjata nuklir, sementara Iran mengatakan program atomnya hanya untuk tujuan damai.
Israel secara luas dianggap memiliki senjata nuklir, yang tidak dikonfirmasi atau disangkalnya.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan Saeed Izadi, yang memimpin Korps Palestina dari Pasukan Quds, sayap luar negeri Garda Revolusi Iran, tewas dalam serangan terhadap sebuah apartemen di kota Qom.
Ia menyebut pembunuhannya sebagai "pencapaian besar bagi intelijen Israel dan Angkatan Udara", Katz mengatakan Izadi telah membiayai militan Hamas menjelang serangannya pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel, yang memicu genosida di Gaza.
Garda Revolusi mengatakan lima anggotanya tewas dalam serangan di Khorramabad, menurut media Iran.
Mereka tidak menyebut Izadi, masuk dalam daftar sanksi AS dan Inggris, tapi mengatakan Israel juga menyerang gedung di Qom, dengan laporan awal remaja berusia 16 tahun tewas dan dua orang terluka.
Ratusan Orang Terbunuh
Setidaknya 430 orang tewas dan 3.500 orang terluka di Iran sejak Israel memulai serangannya, lapor Nour News yang dikelola pemerintah Iran, mengutip kementerian kesehatan.
Di Israel, 24 warga sipil tewas akibat serangan rudal Iran, menurut otoritas setempat, dalam konflik terburuk antara musuh bebuyutan tersebut. Namun disinyalir Israel sengaja menyembunyikan jumlah korban dan kerusakan.
Pada pertemuan Organisasi Kerja Sama Negara-negara Islam (OKI) di Istanbul, Araqchi mengatakan agresi Israel, yang menurutnya memiliki indikasi keterlibatan AS, harus dihentikan sehingga Iran dapat "kembali ke diplomasi".
"Jelas bahwa saya tidak dapat berunding dengan AS ketika rakyat kami dibombardir dengan dukungan AS," katanya, sebelum bertemu dengan Presiden Turki Tayyip Erdogan.
Diplomat senior Iran mengatakan keterlibatan AS dalam konflik tersebut akan "sangat berbahaya". Araqchi dijadwalkan mengunjungi Moskow, sekutu Iran, pada hari Senin.
Presiden Donald Trump mengatakan akan membutuhkan waktu hingga dua minggu untuk memutuskan apakah Amerika Serikat harus memasuki konflik di pihak Israel, waktu yang cukup "untuk melihat apakah orang-orang sadar atau tidak", katanya.
Iran akan mampu memiliki senjata nuklir "dalam hitungan minggu, atau setidaknya dalam hitungan bulan", katanya pada hari Jumat, seraya menambahkan: "Kita tidak bisa membiarkan hal itu terjadi."
Namun pada bulan Maret, Tulsi Gabbard, direktur intelijen nasionalnya, bersaksi di Kongres bahwa komunitas intelijen AS menilai Teheran tidak sedang mengembangkan hulu ledak nuklir.
Mila