Home > Mancanegara

Nariman, Gadis Cilik Gaza yang Kehilangan Matanya: Bawakan Aku Ibu dari Surga

Dalam satu serangan udara, ia kehilangan mata kanannya, kaki kanannya, dan ibunya.
Gadis cilik nan cantik asal Gaza, Nariman. (Days of Palestine)
Gadis cilik nan cantik asal Gaza, Nariman. (Days of Palestine)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Banyak kisah pilu dari kebrutalan genosida yang dilakukan zionis Israel terhadap warga Gaza, Palestina.

Salah satunya, kepiluan gadis cilik bernama Nariman Abdullah Al-Eisa, yang masih berusia empat tahun. Nariman, sebagaimana dilaporkan Days of Palestine pada Selasa (8/7/2025), kini hidup dengan bekas luka fisik dan emosional yang menghancurkan.

Dalam satu serangan udara, ia kehilangan mata kanannya, kaki kanannya, dan ibunya — semua itu terjadi di lingkungan warga sipil di Gaza tengah yang tidak menerima peringatan sebelumnya dan tidak diberi label “zona merah.”

Pada malam tanggal 26 Juni, Nariman berada di rumah dekat Persimpangan Al-Samer bersama ibu dan saudara kandungnya ketika rudal Israel menghancurkan gedung tersebut.

Ibunya tewas seketika. Kakaknya, Anas, terluka. Nariman ditarik keluar dari bawah reruntuhan dengan luka yang mengancam jiwa.

Pada hari-hari berikutnya, ia menjalani banyak operasi. Kaki kirinya diamputasi dalam dua tahap, dan mata kanannya hilang selamanya.

Namun, tidak ada yang sebanding dengan rasa sakit atas kehilangan terbesarnya — ibunya.

Dengan kepolosan menyayat hati, Nariman terus mengulang satu kalimat: "Bawakan aku Ibu dari Surga."

Ayahnya, Abdullah Al-Eisa, menggambarkan momen saat nenek Nariman mencoba menjelaskan: “Ibu pergi menghadap Tuhan sekarang dia sudah di surga.”

Namun, gadis kecil itu masih belum bisa mengerti mengapa ibunya tidak lagi memeluknya.

Abdullah kini bekerja sama dengan organisasi-organisasi kemanusiaan, termasuk Palang Merah dan Dokter Lintas Batas, untuk mengamankan perawatan medis darurat bagi Nariman di luar negeri.

Ia berharap Nariman dapat menerima anggota tubuh palsu, dukungan psikologis, dan mungkin sekilas kenangan masa kecilnya yang telah direnggut secara brutal darinya.

Krisis Memburuk

Menurut catatan medis Gaza, 1 dari 10 cedera dalam perang saat ini berujung pada amputasi — setengahnya terjadi pada anak-anak.

Staf medis kewalahan bukan hanya oleh skala trauma fisik, tetapi juga luka psikologis mendalam yang masih ada, terutama di kalangan perempuan dan anak-anak.

UNICEF melaporkan bahwa lebih dari 50.000 anak telah terbunuh atau terluka selama perang di Gaza sejak Oktober 2023.

Selain itu, sedikitnya 14.000 orang yang terluka atau sakit kritis berada dalam daftar tunggu untuk perawatan medis di luar negeri. Nasib mereka masih terkungkung di balik perbatasan yang tertutup rapat.

Sejak 2 Maret, pasukan pendudukan zionis Israel telah memberlakukan penutupan penuh semua penyeberangan perbatasan — termasuk Rafah, satu-satunya pintu keluar Gaza ke dunia, yang hancur total dan diduduki pada Mei 2024.

18 Ribu Siswa Gaza Tewas

Nariman hanyalah satu dari ribuan anak di Gaza yang telah kehilangan anggota tubuh, orang-orang terkasih, rumah, dan segala bentuk rasa aman.

Kisahnya menjadi jendela menuju bencana yang lebih besar — krisis dari tragedi tidak berakhir dengan kematian, tetapi berlama-lama di tubuh yang hancur dan kehidupan yang luluh lantak dari para penyintas.

"Permohonannya—"Bawakan aku Ibu dari Surga", lebih dari sekadar kesedihan seorang anak.

Itu tangisan yang membakar dari jiwa kolektif Gaza. Yang menuntut tidak hanya belas kasihan tapi juga keadilan. Yang sampai hari ini, belum juga bisa terwujud.

Bahkan, Kementerian Pendidikan dan Pendidikan Tinggi Palestina pada hari Selasa mengumumkan angka mengejutkan dari dampak buruk serangan Israel terhadap sektor pendidikan di Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Menurut pernyataan kementerian, total 18.243 mahasiswa tewas dan 31.643 terluka selama periode ini. Di Gaza saja, 17.175 mahasiswa tewas, dan 26.264 terluka.

Di Tepi Barat, pasukan Israel telah menewaskan 140 mahasiswa, melukai 927, dan menangkap 768 lainnya. Korban di kalangan staf pendidikan juga parah: 928 guru dan administrator tewas, 4.452 terluka, dan lebih dari 199 ditangkap di Tepi Barat.

Infrastruktur pendidikan mengalami kerusakan besar. Di Gaza, 252 sekolah umum rusak parah, 118 di antaranya hancur total. Selain itu, 91 sekolah umum dan 91 sekolah yang dikelola UNRWA dibom atau dirusak. Fasilitas universitas juga tidak luput dari kerusakan—60 gedung universitas hancur total di Gaza.

Di Tepi Barat, 152 sekolah dan 8 universitas dan perguruan tinggi telah diserbu atau dirusak oleh pasukan Israel. Pagar dan perimeter lembaga pendidikan di Jenin, Tulkarem, Salfit, dan Tubas juga dihancurkan.

Mengingat kondisi keamanan yang buruk, pendidikan universitas telah beralih sepenuhnya ke daring. Kementerian menyoroti insiden yang sangat mengerikan di mana Sekolah Bedouin Ka'abneh di Jericho dievakuasi secara paksa setelah pasukan Israel menyerang tempat tersebut dan menyita isinya.

Pernyataan itu diakhiri dengan nada muram: 25 sekolah, beserta jumlah siswa dan gurunya, telah dihapus secara permanen dari daftar pendidikan karena kerusakan total.

Kementerian menekankan bahwa tindakan ini tindakan yang sengaja menargetkan generasi mendatang dan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan norma-norma kemanusiaan.

Mila

× Image