Status IKN

Partai NasDem menyampaikan sejumlah opsi terkait kelanjutan Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur.
Pemerintah harus memperjelas status IKN sebagai ibu kota negara. Sampai kini, status IKN masih ambigu.
Bahkan, NasDem juga melempar wacana IKN dijadikan sebagai Ibu Kota Kalimantan Timur, menggantikan ibu kota saat ini, Samarinda.
NasDem juga mengusulkan opsi moratorium sementara. Dalam proses moratorium sementara itu salah satu pilihannya menetapkan IKN sebagai Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur dan menegaskan Jakarta masih sebagai Ibu Kota Negara.
Bagi NasDem, kalau IKN ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara, maka Presiden Prabowo perlu segera menerbitkan Keputusan Presiden tentang pengalihan kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke IKN.
Selain itu, menerbitkan pula Keppres pemindahan kementerian/lembaga dan ASN secara bertahap ke IKN, dimulai dari Wakil Presiden dan beberapa kementerian/lembaga prioritas.
Selanjutnya, NasDem juga mendesak IKN segera difungsikan bertahap. Misalnya, dengan menempatkan Wakil Presiden berkantor di Kaltim.
Sikap NasDem muncul lantaran Presiden Prabowo sampai kini belum menandatangani Keputusan Presiden pemindahan ibu kota.
Usulan NasDem, mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Salah satunya, Golkar.
Partai berlambang Beringin menilai usulan IKN turun pangkat menjadi Ibu Kota Kaltim, dianggap sah dan perlu dikaji mendalam.
Kajian itu dengan mempertimbangkan berbagai aspek, terutama dampak ekonomi dan investasi. Golkar membuka peluang agar wacana NasDem bisa menjadi bahan perhitungan pemerintah dan DPR.
Meski begitu, Golkar berpandangan moratorium yang diusulkan NasDem, belum diperlukan.
Kepada media, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Golkar, Zulfikar Arse Sadikin, mengatakan moratorium pembangunan IKN belum diperlukan karena berbagai pertimbangan.
Sebab, secara hukum IKN memang belum resmi menjadi ibu kota negara hingga Presiden mengeluarkan keputusan presiden tentang pemindahan ibu kota.
Wacana IKN turun kelas menjadi Ibu Kota Kaltim, turut mendapat respon mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie.
Menurutnya NasDem bukan partai pertama meminta Ibu Kota Indonesia tetap di Jakarta.
“Setelah Golkar, giliran NasDem mulai realistis memastikan DKI Jakarta tetap sebagai ibukota negara,” papar Jimly, dinukil dari postingannya di X, Selasa (22/7/2025). Selain bisa menjadi Ibu Kota Kaltim, ia memandang IKN bisa juga jadi pusat industri di masa depan.
IKN bisa jadi ibukota Kaltim saja, plus bisa tetap dirancang sebagai kota pusat industri masa depan, nilai Jimly. Selama ini pembangunan IKN telah menelan anggaran negara mencapai lebih Rp 130 triliun.
Jumlah angka fantastis di tengah badai krisis yang mencekik ekonomi rakyat. Tidaklah mengherankan jika status IKN perlu diperjelas. Termasuk segera mengoptimalkan fungsinya.
Teranyar, Otorita IKN juga meminta tambahan anggaran menjadi Rp 21 triliun pada 2026.
Anggaran sebesar itu semestinya bisa bermanfaat untuk program lainnya, jika pemerintah tak segera mengambil keputusan soal IKN. Termasuk ihwal mutasi ASN ke IKN maupun pemindahan kementerian.
Apalagi, kebutuhan anggaran IKN sampai 2028 masih membutuhkan sekitar Rp 48,8 triliun.
Pertanyaan pun kembali mengemuka: kenapa Presiden Prabowo belum mau berkantor ke IKN?
Presiden Prabowo Subianto berencana baru mau mulai berkantor di IKN pada 17 Agustus 2028. Artinya, masih tiga tahun ke depan.
Hal itu pernah diungkapkan melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, yang diwartakan Antara, Desember 2024. Alasan presiden belum mau pindah ke IKN karena IKN belum menjalankan peran sebagai ibu kota politik.
Kepindahan pemerintahan ke IKN setelah IKN bisa memerankan fungsinya sebagai ibu kota politik.
Dengan kata lain, jika sudah ada kantor eksekutif, kantor legislatif dan kantor yudikatif di Kaltim. DPR pun akan mengikuti keputusan pemerintah. Tetapi sampai sekarang, bola masih berada di tangan Istana.
Pada momen Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta, Pramono Anung pernah menegaskan, status Daerah Khusus Ibukota (DKI) masih melekat untuk Kota Jakarta.
Pramono menilai Kota Jakarta memasuki fase baru. Mengacu Undang-Undang Nomor 2/2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ), mengamanatkan Jakarta tidak lagi menyandang status ibukota.
UU sudah ada, perencanaan sudah ada. Tapi menurut laporan Republika, Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad masih belum mengetahui pasti apakah akan ada tambahan anggaran untuk pembangunan IKN dalam APBN 2026.
Namun, di salah satu pasal UU itu menyebut, tetap diperlukan peraturan presiden untuk perpindahan status. Hingga kini, regulasi yang dimaksud belum ditandatangani presiden.
Jadi, status IKN itu apa? Kenapa sudah beratus triliun uang rakyat dipakai, status IKN masih ngambang? Sampai sekarang. Apakah masih harus menunggu tahun 2028?
Rudi Agung