Home > Mancanegara

Gaza: Dulu Jantung yang Berdetak, Kini Kota yang Hancur Lebur

Saat ini rakyat Gaza hidup di bawah beban pendudukan selama puluhan tahun, pembatasan yang mencekik, dan kesulitan ekonomi sampai kelaparan dan kematian demi kematian.
Kota Gaza luluh lantak akibat genosida penjajah zionis Israel. (Days of Palestine)
Kota Gaza luluh lantak akibat genosida penjajah zionis Israel. (Days of Palestine)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Kota Gaza pernah menjadi pusat kehidupan Palestina, tempat keluarga berkembang pesat, anak-anak memenuhi ruang kelas, dan pasar ramai dengan energi.

Sebelum perang, kota ini dihuni ratusan ribu orang, mewakili lebih dari separuh populasi Gaza yang berjumlah 2,2 juta jiwa.

Kota ini bukan hanya kota Palestina terbesar di wilayah pendudukan, tetapi juga pusat perdagangan, pendidikan, dan budaya.

Namun saat ini rakyat Gaza hidup di bawah beban pendudukan selama puluhan tahun, pembatasan yang mencekik, dan kesulitan ekonomi sampai kelaparan dan kematian demi kematian.

Kehidupan yang rapuh itu hancur ketika penjajah zionis Israel melancarkan genosida brutalnya pada 7 Oktober 2023. Kota Gaza menjadi salah satu target pertama.

Yang terjadi selanjutnya pemboman dan pengepungan selama berbulan-bulan yang kemudian dikenal sebagai Pengepungan Kota Gaza.

Menurut Oxfam, dilaporkan Days of Palestine pada Selasa, hampir setengah juta warga Palestina, bersama 200 warga Israel dan tawanan lainnya, terjebak dalam apa yang disebutnya "pengepungan di dalam pengepungan." Banyak keluarga yang menderita kelaparan, kehausan, dan ketakutan tanpa jalan keluar.

Pada 19 Januari 2025, gencatan senjata sementara membawa jeda yang singkat dan rapuh. Untuk sesaat, orang-orang merasakan sedikit kelegaan, berani berharap mimpi buruk itu akan berakhir.

Namun harapan itu berumur pendek.

Dalam beberapa bulan, bom jatuh lagi, menewaskan ratusan orang, banyak di antaranya warga sipil yang telah selamat dari begitu banyak kehilangan.

Kini, di bulan Agustus 2025, Kota Gaza menghadapi babak kelam lainnya. Kabinet keamanan Israel telah menyetujui rencana untuk merebut kota tersebut, dan militer telah mengumumkan persiapan untuk pemindahan paksa hingga satu juta warga Palestina.

Bagi kota yang pernah mewakili ketahanan dan identitas Palestina, pengusiran massal yang membayangi ini terasa seperti upaya terakhir untuk menghapus keberadaannya.

Kota Gaza, yang dulunya jantung kehidupan Palestina, kini hancur berkeping-keping, simbol kehancuran dan pengasingan.

Jalan-jalannya penuh luka, rumah-rumahnya menjadi puing-puing, dan penduduknya hidup dalam ketidakpastian yang tak tertahankan. Kota yang dulunya membawa mimpi kini hanya menanggung beban duka, masa depannya tergantung di ujung tanduk.

PBB Peringatkan Bencana Kemanusiaan di Gaza

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) telah mengeluarkan peringatan keras bahwa serangan penjajah zionis Israel yang direncanakan di Kota Gaza dapat menimbulkan konsekuensi kemanusiaan yang dahsyat.

Bahkan, berpotensi memaksa ratusan ribu penduduk mengungsi, suatu situasi yang akan menyebabkan pengungsian paksa.

OCHA menegaskan kembali komitmennya untuk terus mendukung rakyat Gaza, dengan mencatat bahwa timnya akan tetap berada di kota itu untuk mengirim bantuan kemanusiaan penting meskipun bahaya meningkat.

Kantor tersebut melaporkan bahwa sekitar 86% Jalur Gaza saat ini berada di bawah perintah evakuasi atau ditetapkan sebagai zona militer, yang meningkatkan risiko bagi warga sipil dan mempersulit operasi kemanusiaan.

PBB semakin menyoroti kelaparan yang sedang berlangsung di Gaza, memperingatkan bahwa Israel terlibat dalam apa yang disebutnya sebagai "rekayasa kelaparan".

Ini termasuk penargetan langsung populasi yang paling rentan, seperti anak-anak, orang sakit, dan lansia, dengan pemandangan yang meresahkan menyerupai "zombie" akibat kelaparan ekstrem, kekurangan makanan, dan kekurangan obat-obatan.

Rumah sakit di Gaza selatan beroperasi jauh melampaui kapasitasnya, kata PBB, menekankan bahwa memindahkan pasien dari daerah utara dalam kondisi seperti ini dapat menimbulkan konsekuensi yang mengerikan dan berpotensi fatal.

OCHA juga mendesak masyarakat internasional mengambil tindakan segera guna memastikan kelancaran distribusi makanan, air, pasokan medis, dan bahan bakar.

Serta menekankan tanpa intervensi segera, krisis kemanusiaan akan semakin dalam dan membahayakan nyawa ratusan ribu warga sipil.

Belasan Ribu Anak-anak Meregang Nyawa

Badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA mencatat sedikitnya 18.885 anak-anak termasuk di antara lebih dari 62 ribu warga Palestina yang dibunuh penjajah Israel.

Kantor Media Pemerintah Gaza, menegaskan kini tak ada lagi tempat aman bagi anak-anak Gaza.

Jumlah korban yang sangat banyak dan mengerikan ini terjadi ketika penjajah tak henti melakukan genosida brutalnya. UNRWA memastikan, kematian-kematian ini di tengah kelaparan yang disebabkan Israel merajalela karena blokade zionis terhadap bantuan dan pasokan medis yang sangat dibutuhkan.

Bahkan, menurut laporan Al Jazeera, sekolah-sekolah yang dikelola PBB telah menjadi tempat perlindungan bagi “ratusan ribu orang” di Gaza.

“Mereka bertahan di tengah pemboman terus-menerus yang dilakukan Israel yang meratakan rumah-rumah,” lapor UNRWA.

Warga Palestina telah mencari perlindungan di bawah bendera PBB, namun tempat penampungan itu justru dijadikan sasaran pemboman penjajah zionis Israel.

“Lokasi pengungsian menjadi tempat kematian, termasuk bagi banyak anak-anak. Tidak ada tempat yang aman bagi anak-anak di Gaza. Gencatan senjata sekarang,” lapor UNRWA.

Di tengah genosida brutal, penjajah zionis Israel telah menyiapkan pencaplokan Gaza.

Media Israel melaporkan militer Israel telah memajukan pemanggilan 60 ribu tentara cadangan dan memperpanjang tugas 20 ribu tentara cadangan selama 40 hari tambahan.

Dilaporkan, Menteri Pertahanan Israel Yisrael Katz dan Kepala Staf Eyal Zamir telah menyetujui rencana menduduki Kota Gaza mengacu pada keputusan terbaru Kabinet Urusan Keamanan dan Politik.

Keputusan Katz dan Zamir diambil setelah pertemuan di markas Kementerian Pertahanan di Tel Aviv untuk menyetujui rencana menduduki Kota Gaza. Channel 12 Israel melaporkan pertemuan Katz dan Zamir melibatkan pejabat senior di Komando Selatan dan Staf Umum.

Termasuk kepala Divisi Intelijen Militer, kepala Divisi Operasi, dan perwakilan dinas keamanan Shin Bet.

Meski begitu, menurut laporan Al Jazeera, pakar militer dan strategi Brigjen Elias Hanna tidak yakin rencana penjajah Israel menduduki Kota Gaza bisa berhasil dengan waktu singkat hanya empat bulan.

Ia menilai hal itu tidak dapat diimplementasikan. Menurutnya perencanaan yang panjang seperti itu sering ditetapkan dalam perang, sehingga tidak dapat diimplementasikan di lapangan.

PBB Didesak Segera Kirimkan Pasukan Militer

Sekelompok pakar hukum, advokat hak asasi manusia, dan akademisi terkemuka internasional menyerukan pembentukan pasukan militer PBB untuk menghentikan kampanye genosida Israel yang telah berlangsung selama 22 bulan di Jalur Gaza yang terkepung.

Dalam sebuah pernyataan pada Senin (18/8/2025), dilansir Republika, Presiden Tribunal Gaza Project Prof Richard Falk, menyerukan masyarakat internasional untuk menerapkan prinsip Tanggung Jawab untuk Melindungi (R2P).

"Hukum telah gagal karena tidak ditegakkan," tegas Falk, yang juga mantan pelapor khusus PBB,dalam konferensi pers di Istanbul, Turki.

Falk mendesak masyarakat internasional menggunakan R2P sebagai kerangka kerja intervensi.

Ia mencatat, kurangnya penegakan hukum telah membuat warga Palestina tidak terlindungi meskipun terdapat bukti nyata kekejaman massal.

R2P dikenal sebagai prinsip hukum internasional yang dirancang untuk mencegah kekejaman seperti genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Prinsip ini muncul pada tahun 1990-an menyusul ketidakpedulian global selama genosida di Rwanda dan bekas Yugoslavia. R2P diadopsi secara bulat para pemimpin dunia pada KTT PBB 2005.

Prinsip ini tercantum dalam paragraf 138 dan 139 Dokumen Hasil KTT. R2P telah digunakan dalam lebih dari 95 resolusi Dewan Keamanan PBB.

Mila

× Image