Tunjangan Rumah Anggota DPR Setahun Rp 600 Juta, Satu Periode Tiga Miliar

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Pendapatan anggota DPR RI menjadi sorotan publik lantaran ada tambahan Rp 50 juta untuk tunjangan rumah.
Total pendapatan atau take home pay anggota wakil rakyat per bulan kini lebih dari Rp 100 juta dengan rincian komponen gaji plus tunjangan.
Jika dikalkulasikan, hanya untuk tunjangan rumah Rp 50 juta per bulan, maka satu tahun mencapai Rp 600 juta. Adapun untuk satu periode atau lima tahun anggota dewan duduk di kursi DPR, mereka akan mendapat tunjangan rumah sebesar Rp 3 miliar.
Jumlah tersebut serupa dengan harga rumah mewah di Jakarta.
Meski begitu, Sekjen DPR RI Indra Iskandar menolak jika tunjangan perumahan untuk anggota dewan itu disebut sebagai kenaikan gaji.
Menurutnya, yang terjadi pemberlakuan tunjangan perumahan sebagai kompensasi atas tidak disediakannya lagi Rumah Jabatan Anggota (RJA) DPR di Kalibata, Jakarta Selatan.
Indra mengatakan, selama ini anggota DPR memang menempati RJA Kalibata yang dibangun sejak 1988. Namun, kondisi fisik hunian tersebut dinilai sudah tidak layak huni.
“Ada beberapa catatan untuk menjelaskan alasan mengapa anggota DPR RI mendapatkan Tunjangan Perumahan. Kondisi umum fisik rumah jabatan terutama di Kalibata dapat dikatakan sudah tidak layak dan tidak ekonomis untuk dipertahankan,” kata Indra saat dihubungi Republika, Senin (18/8/2025).
Ia menyebut, biaya pemeliharaan RJA tidak lagi sepadan dengan manfaat yang didapat. “Kami banyak menerima keluhan dari anggota DPR RI terkait dengan bangunan yang sudah berusia tua dan sering mengalami kerusakan yang cukup parah. Terutama bocoran dan air hujan dari sungai yang melintasi tengah-tengah perumahan juga,” kata Indra.
“Sebagai kompensasi atas tidak disediakannya lagi RJA bagi para Anggota DPR RI. Keputusan ini diberlakukan untuk anggota DPR RI periode 2024-2029,” katanya.
Besaran tunjangan perumahan itu telah disetujui Kementerian Keuangan pada Agustus 2024. Nilainya sekitar Rp 50 juta per bulan setelah dipotong pajak, dengan acuan salah satunya tunjangan perumahan DPRD DKI Jakarta.
Meski gaji tidak naik, adanya tunjangan perumahan bagi anggota dewan otomatis menambah pendapatan bulanan. Kini, setiap anggota dewan berhak membawa take home pay lebih dari Rp 100 juta per bulan.
Rincian Take Home Pay Anggota DPR RI
- Gaji Pokok: Rp 4.200.000
- Besaran Tunjangan
Tunjangan melekat per bulan:
1. Tunjangan suami atau istri: 10 persen dari gaji pokok = Rp 420.000
2. Tunjangan anak: 2 persen dari gaji pokok (maksimal dua anak) = Rp 168.000
3. Tunjangan jabatan: Rp 9.700.000
4. Tunjangan beras: Rp 30.090 per jiwa (maksimal empat jiwa)
5. Tunjangan PPh Pasal 21: Rp 2.699.813
6. Uang sidang: Rp 2.000.000
Tunjangan lain bulanan:
1. Tunjangan kehormatan: Rp 5.580.000
2. Tunjangan komunikasi: Rp 15.554.000
3. Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran: Rp 3.750.000
4. Bantuan listrik dan telepon: Rp 7.700.000
5. Asisten anggota: Rp 2.250.000
Dengan komponen-komponen tersebut, total pendapatan anggota DPR per bulan sudah lebih dari Rp 50 juta. Artinya, jika ditambah dengan tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta, maka setiap anggota dewan berhak membawa pulang lebih dari Rp 100 juta per bulan.
Tunjangan Anggota DPR Melonjak Drastis
Presiden Prabowo telah mengajukan usulan RAPBN 2026 dan Nota Keuangan sebesar Rp 3.786,5 triliun kepada DPR pada 15 Agustus 2025.
Dalam pengajuan itu, pemerintah mengusulkan Rp 1.498,3 triliun atau 39,5 persen untuk belanja kementerian/lembaga mengalami kenaikan 28,3 persen dari pagu indikatif sebesar Rp 1.167,8 triliun.
Dalam Buku II Nota Keuangan 2026, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp 9,9 triliun atau relatif sama dengan outlook anggaran 2025 yang sebesar Rp 9,964,7 triliun.
Namun, alokasi belanja untuk DPR 2026 terlihat mengalami lonjakan drastis dari realisasi belanja DPR untuk tahun anggaran dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Sebagai perbandingan, belanja DPR pada tahun anggaran 2021 tercatat sebesar Rp 5,416,2 triliun, 2022 dengan Rp 5,602,9 triliun, 2023 sebesar Rp 6,019,4 triliun, dan belanja DPR untuk tahun anggaran 2024 yang sebesar Rp 5,946 triliun.
Kenaikan anggaran belanja DPR pada tahun anggaran 2026 ditujukan untuk program penyelenggaraan lembaga legislatif dan alat kelengkapan serta program dukungan manajemen.
Hal ini bertujuan untuk mendukung fungsi legislasi, pengawasan, serta seningkatan peran DPR dalam diplomasi parlemen. Pemerintah juga mengalokasikan pagu anggaran seluruh kementerian/lembaga.
Tercatat ada 10 kementerian/lembaga yang memperoleh pagu anggaran terbesar dengan peringkat pertama ditempati Badan Gizi Nasional dengan pagu anggaran sebesar Rp 268 triliun, disusul Kementerian Pertahanan sebesar Rp 185 triliun, Kepolisian RI dengan Rp 145,65 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum di posisi keempat dengan Rp 118,5 triliun, serta Kementerian Kesehatan di peringkat kelima terbesar dengan pagu anggaran mencapai Rp 114 triliun.
Tunjangan DPR Naik, Rakyat Dicekik Pajak
Di saat anggota DPR RI mendapat kenaikan tunjangan, sejumlah daerah dilaporkan justru menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB) hingga berkali-kali lipat. Fenomena ini otomatis menciptakan gejolak di masyarakat.
Seperti yang terajdi pada 13 Agustus 2025 lalu. Ribuan warga Pati menggelar demonstrasi di Alun-Alun Kabupaten Pati.
Mereka menuntut Bupati Pati Sudewo mundur dari jabatannya. Salah satu pemicu demonstrasi tersebut adalah keputusan Sudewo menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2025 hingga 250 persen.
Warga menentang kenaikan PBB-P2 tersebut. Meski ditolak, Sudewo mengatakan tidak akan menarik keputusannya. Dia bahkan sempat menyampaikan tak akan gentar walaupun harus menghadapi 50 ribu pendemo.
Warga yang geram dengan kebijakan dan pernyataan Sudewo kemudian merencanakan aksi demonstrasi. Menyadari keputusan dan pernyataannya memicu kegusaran warga, Sudewo menyampaikan permohonan maaf. Dia mengaku sama sekali tidak bermaksud menantang rakyatnya.
Sudewo akhirnya membatalkan keputusannya menaikkan PBB-P2 hingga 250 persen. Kendati demikian, masyarakat Pati tetap menggelar demonstrasi.
Banyaknya daerah yang menaikan pajak bumi dab bangunan, dinilai Ketua DPP PDIP Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok karena banyak dana yang biasa ditransfer pemerintah pusat ke daerah mengalami pemotongan. Di sisi lain, pemerintah daerah tetap ingin melakukan pembangunan.
"Bahwa di daerah-daerah ini, banyak kepala daerah ini sekarang susah, pegawai negeri mau gaji, pembangunan mau jalan, kan dana-dana banyak dipotong kan? Makanya banyak daerah cari duitnya gimana? Paling gampang, nggak mau mikir, naikin PBB," kata Ahok, Rabu (20/8/2025).
Menurut Ahok, hal itu sebenarnya tidak boleh terjadi. Pasalnya, pembayaran PBB itu mengacu kepada nilai jual objek pajak (NJOP). Namun, besaran NJOP tidak boleh melebihi harga pasar.
"Itu dasarnya, dan prinsip yang kedua, kita ini mengadministrasi keadilan sosial," kata mantan Gubernur Jakarta itu.
Ia mengakui pernah menaikkan PBB ketika menjabat sebagai Gubernur Jakarta. Namun, hal itu dilakukan karena NJOP berada jauh di bawah harga jual pasaran. Karena itu, ia melakukan penyesuaian NJOP yang menyebabkan PBB mengalami kenaikan.
Republika