Nyawa Tak Sekadar Angka, 10 Orang Meregang Nyawa: Komnas HAM Duga Kekerasan Aparat

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Aksi demonstrasi yang meluas di berbagai daerah telah menimbulkan banyak korban jiwa. Aparat diduga melakukan tindak kekerasan pada para demonstran.
Hingga Selasa (2/9/2025), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mencatat ada 10 orang yang meninggal dunia akibat kericuhan yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia.
Mayoritas korban meninggal dunia diduga kuat karena mengalami kekerasan dari aparat.
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan, aksi demonstrasi yang meluas di berbagai wilayah telah menimbulkan banyak korban 10 orang warga meninggal dunia.
"Sejauh ini tercatat setidaknya 10 orang korban meninggal dunia," ujarnya, Selasa (2/9/2025) sore.
Menurutnya, beberapa korban meninggal dunia diduga kuat karena adanya kekerasan dan penyiksaan oleh aparat.
Namun, pihaknya akan melakukan investigasi dan memastikan penyebab kematian para korban.
"Beberapa di antaranya diduga kuat karena mengalami kekerasan dan penyiksaan oleh aparat. Ini masih kami selidiki dan penyebab-penyebab yang lainnya," ujar Anis.
Komnas HAM juga menyoroti adanya tindakan penangkapan yang dilakukan oleh aparat.
Termasuk penangkapan yang dilakukan terhadap aktivis HAM Delpedro Marhaen, yang merupakan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation.
"Perkembangan ini tentu saja mengkhawatirkan, dalam konteks yang nantinya dapat menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia," tegasnya.
Menurutnya, Komnas HAM terus melakukan pemantauan lapangan di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Solo.
Selain itu, Komnas HAM juga melakukan pemantauan situasi melalui media sosial dan juga media untuk mengidentifikasi sekitar 28 daerah terjadi aksi unjuk rasa.
Anis menambahkan, pihaknya juga telah membuka posko pengaduan terkait aksi sejak Jumat (29/8/2025). Hingga saat ini, setidaknya ada 28 aduan yang masuk ke Komnas HAM.
"Mayoritas adalah mereka yang ditangkap secara sewenang-wenang oleh aparat, sedang kami tindak lanjuti aduan-aduan tersebut," imbuhnya.
Pihaknya secara khusus juga masih dan akan melanjutkan secara tuntas penyelidikan terkait dengan meninggalnya Affan Kurniawan
Dari data Komnas HAM, ada 1.683 orang ditangkap dan ditahan di Jakarta. Selain itu, di Bandung terdapat 429 peserta aksi itu dirawat di rumah sakit karena mengalami luka-luka, di mana 46 di antaranya juga masih dirawat hingga hari ini.
"Kemudian di Solo 89 orang juga ditangkap. Sejak Senin 1 September, 14 di antaranya itu juga ditangkap dan sebagian ditetapkan sebagai tersangka," kata Anis.
Jaringan Gusdurian Desak Prabowo Copot Kapolri
Jaringan Gusdurian menilai Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah gagal menjalankan tanggung jawab moral dan politik atas berulangnya tindakan represif aparat terhadap demonstran.
Senior Advisor Gusdurian, Savic Ali menegaskan Kapolri seharusnya mundur untuk memberi teladan bagi bangsa.
“Di banyak negara, pejabat yang gagal bertanggung jawab memilih mundur. Itu akan menjadi teladan yang baik bagi bangsa ini,” ujar Savic dalam Konferensi Pers Gusdurian, Ahad (31/8/2025).
Ia menilai, jika seorang pimpinan tak mampu menjaga keamanan nasional, maka mundur adalah pilihan terbaik.
“Tetapi kalau tidak, berarti harus ada pergantian kepemimpinan. Kita tidak bisa berharap ada perubahan kalau tidak ada yang berubah dari dalam kepolisian,” ujarnya.
Savic juga menyoroti demonstrasi yang terus berulang tanpa adanya perbaikan sikap dari kepolisian.
Kekerasan aparat, termasuk kasus penabrakan dan pelindasan demonstran oleh kendaraan polisi yang sempat viral, disebut sebagai bukti hilangnya kepedulian pejabat publik terhadap penderitaan rakyat.
Selain menuntut pengunduran diri Kapolri, Savic juga mendukung aspirasi masyarakat yang menolak kenaikan gaji dan tunjangan DPR.
Ia menilai kebijakan itu memperlihatkan jurang kesenjangan sosial yang semakin lebar.
“Dari awal isu ini adalah keadilan dan kesenjangan. Kalau keberpihakan muncul, demonstran akan lebih mendengar tokoh agama yang membersamai mereka, bukan pejabat yang arogan dan abai,” kata mantan aktivis 1998 itu.
Meski demikian, Savic mengimbau masyarakat tidak terprovokasi aksi anarkis.
Ia menegaskan, seruan menahan diri juga harus diarahkan kepada pejabat publik dan aparat bersenjata, bukan hanya kepada demonstran.
Savic bahkan mengkritik pernyataan Presiden Prabowo yang menyerukan penindakan tegas terhadap aksi anarkis. Menurutnya, pernyataan itu berpotensi menjadi pembenaran tindakan represif aparat.
“Secara normatif tidak salah, tapi di lapangan sering kali gas air mata ditembakkan sebelum ada kerusakan. Itu membuat demonstrasi bergeser menjadi rusuh. Kalau seruan hanya diarahkan pada rakyat yang marah, itu tidak efektif dan menimbulkan rasa ketidakadilan,” tegas Ketua PBNU ini.
Ia menekankan pentingnya melihat akar persoalan, bukan sekadar gejala di permukaan.
17+8 Tuntutan Rakyat
Sebelumnya Koalisi masyarakat yang terdiri atas figur publik Jerome Polin, Salsa Erwina Hutagalung, Andhyta F Utami, Cheryl Marella, Abigail Limuria, dan lainnya merilis: 17+8 Tuntutan Rakyat.
Tuntutan itu mencuat pasca aksi demonstrasi besar-besaran di berbagai wilayah Indonesia. Desakan ini mencakup tuntutan jangka pendek dan jangka panjang yang ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto, DPR, Polri, TNI, partai politik, dan kementerian sektor ekonomi.
Jerome Polin mengatakan tuntutan ini dirumuskan dari gabungan aspirasi publik yang terkonsolidasi melalui media sosial dan berbagai lembaga publik.
Di antaranya, desakan dari 211 organisasi yang dimuat YLBHI, siaran pers Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, tuntutan demo buruh. Serta pernyataan sikap dari ikatan mahasiswa magister kenotariatan Ul dan Center for Environmental Law & Climate Justice Universitas Indonesia.
"Ini tuntutan dari kami semua, rakyat Indonesia. Sudah dirangkum dan didetailkan 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang lengkap dengan deadline. Kami menunggu. Buktikan suara rakyat didengar," kata Jerome Polin dalam caption unggahan Instagram, Senin (1/9/2025).
17 tuntutan jangka pendek diberi batas waktu hingga 5 September 2025.
Berikut tuntutannya:
1. Tarik TNI dari pengamanan sipil dan pastikan tidak ada kriminalisasi demonstran
2. Bentuk Tim Investigasi Independen kasus Affan Kurniawan, Umar Amarudin, maupun semua korban kekerasan dan pelanggaran HAM oleh aparat lainnya selama demonstrasi 28-30 Agustus dengan mandat jelas dan transparan.
3. Bekukan kenaikan gaji/ tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru (termasuk pensiun).
4. Publikasikan transparansi anggaran (gaji, tunjangan, rumah, fasilitas DPR).
5. Dorong Badan Kehormatan DPR periksa anggota yang bermasalah (termasuk selidiki melalui KPK).
6. Pecat atau jatuhkan sanksi tegas kepada kader DPR yang tidak etis dan memicu kemarahan publik.
7. Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat di tengah krisis.
8. Libatkan kader dalam ruang dialog publik bersama mahasiswa serta masyarakat sipil.
9. Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan.
10. Hentikan tindakan kekerasan polisi dan taati SOP pengendalian massa yang sudah tersedia
11. Tangkap dan proses hukum secara transparan anggota dan komandan yang melakukan dan memerintahkan tindakan kekerasan dan melanggar HAM.
12. TNI segera kembali ke barak, hentikan keterlibatan dalam pengamanan sipil.
13. Tegakkan disiplin internal agar anggota TNI tidak mengambil alih fungsi Polri.
14. Komitmen publik TNI untuk tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi.
15. Pastikan upah layak untuk seluruh angkatan kerja (termasuk namun tidak terbatas pada guru, buruh, nakes, dan mitra ojol) di seluruh Indonesia.
16. Ambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal dan lindungi buruh kontrak.
17. Buka dialog dengan serikat buruh untuk solusi upah minimum dan outsourcing
Selain desakan cepat, koalisi ini juga merinci 8 tuntutan jangka panjang yang ditargetkan selesai paling lambat 31 Agustus 2026. Agenda ini menekankan reformasi struktural dan legislasi pro-rakyat. Berikut poinnya:
1. Reformasi besar-besaran DPR, audit publik, larangan mantan koruptor jadi caleg, dan penghapusan hak istimewa.
2. Reformasi partai politik dan penguatan peran oposisi dalam sistem demokrasi.
3. Susun rencana reformasi perpajakan yang lebih adil dan batalkan kenaikan pajak yang membebani rakyat.
4. Sahkan UU Perampasan Aset Koruptor, dan perkuat KPK serta UU Tipikor.
5. Reformasi Polri agar profesional dan humanis, dan revisi UU Kepolisian.
6. Penarikan total TNI dari proyek sipil, serta revisi UU TNI.
7. Perkuat Komnas HAM dan lembaga pengawas seperti Ombudsman dan Kompolnas.
8. Evaluasi menyeluruh kebijakan ekonomi, termasuk PSN, UU Cipta Kerja, dan perlindungan terhadap masyarakat adat serta lingkungan
Republika