Urun Rembuk Karyawan Rakyat Senayan: Hapus Tunjangan, Bahas Transformasi DPR

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Merespon gerakan aksi unjuk rasa masyarakat dan tuntutan perbaikan kinerja seluruh ‘karyawan rakyat’ di Senayan, para pimpinan DPR RI melakukan pertemuan.
Rapat antar pimpinan fraksi dihadiri Wakil Ketua DPR yakni Sufmi Dasco Ahmad, Cucun Ahmad Syamsurijal dan Saan Mustopa, serta ketua-ketua fraksi di DPR.
Rapat pimpinan ‘karyawan rakyat’ itu dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani, Kamis (4/9/2025).
Puan memimpin pertemuan antara pimpinan DPR dengan pimpinan-pimpinan fraksi partai politik yang ada di DPR. Pertemuan itu guna membicarakan transformasi DPR.
“Saya baru saja memimpin urun rembuk untuk tranformasi DPR,” kata Puan dalam keterangannya, dilaporkan Republika, Kamis (4/9/2025).
Pertemuan membahas kesepakatan penyetopan tunjangan rumah dan moratorium kunjungan luar negeri bagi anggota DPR RI. Hal ini sebelumnya sudah diumumkan Presiden Prabowo Subianto.
“Semua ketua fraksi sepakat menghentikan tunjangan perumahan bagi anggota, dan melakukan moratorium kunjungan kerja bagi anggota dan komisi-komisi DPR,” ujar Ketua DPP PDIP itu.
Puan mengeklaim seluruh ‘karyawan rakyat’ senantiasa terbuka dan melakukan evaluasi.
“Prinsipnya kami DPR akan terus berbenah, memperbaiki diri. Apa yang menjadi aspirasi masyarakat pasti akan kami jadikan masukan yang membangun,” ujar Puan.
Puan juga menjamin DPR bakal berupaya melakukan reformasi kelembagaan supaya dapat memenuhi harapan rakyat. “Saya sendiri yang akan memimpin Reformasi DPR,” ujar Puan.
Sebelumnya, DPR mengundang perwakilan 16 organisasi mahasiswa untuk berdialog ihwal kondisi bangsa pasca aksi demonstrasi besar-besaran di berbagai.
Delegasi mahasiswa itu menyampaikan aspirasi mereka kepada DPR, pada Rabu (3/9/2025).
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang ikut menemui para mahasiswa menyatakan aspirasi terkait tunjangan hingga keterbukaan DPR akan menjadi pertimbangan ke depan.
Ia menyebut DPR akan melakukan reformasi yang dipimpin langsung oleh Puan.
"Reformasi DPR akan dipimpin langsung oleh ketua DPR, Ibu Puan Maharani untuk menjadi DPR yang lebih baik dan transparan," kata Dasco dalam forum penyampaian aspirasi mahasiswa di Gedung DPR, Senayan, Rabu (3/9/2025).
Tunjangan perumahan untuk anggota DPR yang nilainya mencapai Rp 50 juta per bulan menjadi publik hingga menyebabkan aksi besar-besaran pada pekan lalu.
Tunjangan Besar ‘Karyawan Rakyat’ Parlemen DKI
Berdasarkan penelusuran, tunjangan perumahan untuk wakil rakyat tidak hanya diterima oleh anggota DPR. Para pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jakarta juga mendapat tunjangan perumahan selama masa jabatannya.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 415 Tahun 2022 tentang Besaran Tunjangan Perumahan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi Jakarta, angka tunjangan untuk para wakil rakyat di DPRD Jakarta lebih besar dibandingkan tunjangan perumahan untuk anggota DPR.
Besaran tunjangan untuk pimpinan DPRD adalah Rp 78,8 juta termasuk pajak per bulan. Sementara besaran tunjangan untuk anggota DPRD Rp 70,4 juta termasuk pajak per bulan.
"Biaya yang diperlukan untuk pemberian tunjangan perumahan bagi Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta," tulis Kepgub terkait, dikutip Republika, Kamis.
Kepgub itu ditandatangani Anies Baswedan pada 27 April 2022. Besaran tunjangan perumahan itu lebih besar dibanding kebijakan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Jakarta Nomor 154 Tahun 2017 tentang Belanja DPRD.
Dalam Pergub itu disebutkan tunjangan perumahan bagi Pimpinan DPRD sebesar Rp 70 juta termasuk pajak. Adapun tunjangan perumahan bagi anggota DPRD sebagaimana sebesar Rp 60 juta termasuk pajak. Tunjangan itu diberikan lantaran Pemprov Jakarta belum bisa menyediakan rumah jabatan untuk pimpinan dan anggota DPRD.
Ganti Istilah dalam Instrumen Negara
Sejak aksi demonstrasi di berbagai daerah di Indonesia meletup, beragam protes tak hanya ditunjukan dengan turun ke jalan.
Sejumlah pegiat sosial media mulai menyuarakan untuk mengganti istilah dalam instrumen negara. Seperti penyebutan pejabat yang mulai diganti dengan istilah: karyawan rakyat.
Gagasan itu turut disertakan dalam unggahan di akun salah satu aktivis perumus tuntutan 17+8, Salsa Erwina Hutagalung, @salsaer.
Salsa dikenal sebagai sosok pemengaruh yang merilis tuntutan 17+8 ke Presiden Soebianto, DPR, partai politik, Polri, TNI, kementerian di sektor ekonomi pada Ahad, 31 Agustus 2025. Tuntutan terbagi dalam dua termin, jangka pendek yakni sepekan jangka dan panjang satu tahun.
“Kata-kata yang kita pilih menciptakan emosi, membentuk kesadaran bahkan menentukan relasi kuasa. Coba kita mulai dari penyebutan di keseharian, misalnya kita ganti dengan sebutan Karyawan Rakyat,” bunyi unggahan tersebut.
Seketika makna relasinya berubah. Karyawan berarti pekerja, pihak yang digaji yang punya kewajiban untuk melapor dan bisa dievaluasi.
“Sedangkan rakyat pemilik, pemberi mandat, sekaligus “atasan” yang berhak menuntut akuntabilitas.” Selama ini konteks budaya-politik Indonesia menunjukkan dimensi hierarkis yang kuat.
Nia Samsihono mencatat warisan zaman kolonial membentuk “ketundukan yang berlebihan” terhadap pejabat, rakyat cenderung memuja penguasa meski belum tentu amanah. Sebab terpelihara rasa rendah diri dari sejarah panjang penjajahan.
Dampak dari pola pikir ini terlihat dalam pengurangan rasa saling percaya: survei di Asia menunjukkan preferensi pada pemimpin yang “tegas dan stabil” sering mengaburkan pengertian demokrasi, karena masyarakat diasumsikan: belum mampu menentukan nasib sendiri.
Tuntutan 17-8 Telah Disampaikan
Pada Kamis (4/9), sejumlah influencer mendatangi Gerbang Pancasila, Gedung DPR. Kedatangan mereka menyampaikan tuntutan 17+8 kepada para perwakilan rakyat di Senayan.
Dari pantauan Republika, terdapat sejumlah influencer yang datang untuk memberikan tuntutan itu kepada DPR. Beberapa di antaranya Andovi Da Lopez, Jovial Da Lopez, Ferry Irwandi, Jerome Polin, Fathia Izzati, dan Andhyta Firselly Utami alias Afutami.
Kedatangan mereka disambut Anggota DPR Andre Rosiade dan Rieke Diah Pitaloka. Kedua anggota DPR itu bakal menyerahkan langsung tuntutan itu kepada pimpinan DPR.
Salah satu perwakilan mereka, Afutami, mengatakan tuntutan 17+8 didasarkan dari rasa kekecewaan masyarakat atas peristiwa yang terjadi dalam beberapa hari terakhir.
Menurutnya, peristiwa yang menyebabkan sejumlah warga sipil meninggal dunia, ratusan orang luka-luka, dan ribuan orang dikriminalisasi itu dinilai sebagai dampak dari proses demokrasi yang cacat dan tidak sehat.
"Kalau dari awal terjadi proses partisipasi yang baik dan pemerintah mau mendengarkan warganya, ini semua tidak seharusnya terjadi," ujarnya.
Karena itu, ia bersama teman-temannya menyusun 17+8 tuntutan. Mengingat, selama ini tidak ada respon yang sesuai dari pemerintah untui mengatasi hal yang terjadi belakangan hari ini.
"Kami melihat perlunya daftar tuntutan bersama yang bisa mengukur respon pemerintah secara tepat, dengan alur akuntabilitas yang jelas dan sebisa mungkin merefleksikan keresahan masyarakat seluas-luasnya," imbuh Afutami.
Menurutnya, 17+8 tuntutan itu disusun dari berbagai sumber yang dikumpulkan oleh rekan-rekannya. Tuntutan itu dipilih berdasarkan beberapa kriteria.
Yakni, merespon secara cepat dan tanggap terhadap berbagai kekerasan dan kriminalisasi yang berjadi dan kebijakan yang selalu muncul di semua berbagai tuntutan.
"Kami juga ingin menunjukkan keberpihakan pada tuntutan para buruh yang demonstrasinya memulai semua proses ini," jelasnya.
Menurut Afutami, tuntutan itu dokumen hidup yang menjadi simbol bahwa rakyat memiliki aspirasi yang harus ditengah oleh pemerintah.
Ia menilai, tuntutan itu akan selalu bisa berkembang untuk ikut menangkap berbagai aspirasi lainnya.
"Semangat kami untuk menangkap esensi dari kegelisahan warga, dan kami sangat-sangat inginkan pemerintah yang transparan reformasi institusi dengan menyeluruh, serta pemimpin yang seharusnya berempati kepada warganya," paparnya.
Republika