TNI: Kerusakan Fasilitas Umum Dilakukan Orang-orang Terlatih

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Aksi serentak Unras atau unjuk rasa di berbagai daerah, telah memakan korban jiwa sebanyak 10 orang.
Mereka yang meninggal dunia berasal dari berbagai daerah dan lintas profesi, mulai driver ojek online, mahasiswa, sampai staf DPRD. Selain banyaknya jatuh korban jiwa dari kalangan masyarakat sipil, pelabagai fasilitas umum juga rusak dan dibakar.
Kepala Pusat Penerangan TNI Brigjen (Mar) Freddy Ardianzah meyakini, kelompok massa yang bertindak anarkis saat demonstrasi beberapa hari lalu terlihat cukup terlatih dan terorganisasi.
Apalagi, mereka bisa berbuat leluasa merusak fasilitas umum tanpa takut ditangkap aparat.
"Memang kalau kita amati untuk polanya terlihat terorganisasi dan terlatih ya," kata Freddy saat jumpa pers di Gedung Puspen TNI, Mabes TNI, Cilangkap, Jumat (5/9/2025).
Ia merespons pertanyaan soal banyaknya masyarakat yang menduga aksi pembakaran dan perusakan fasum dilakukan orang yang sangat profesional karena terkesan rapi.
Meski begitu, Freddy tidak mau menduga siapa pihak-pihak yang melatih aktor perusuh dan pelaku perusakan di tengah aksi demonstrasi beberapa hari lalu.
Ia juga enggan berspekulasi siapa pihak yang menggerakkan massa hingga akhirnya tercipta situasi anarkis di Jakarta dan sekitarnya.
Freddy mengatakan, TNI hanya fokus memperbaiki dan memperkuat sistem pengamanan agar peristiwa pembakaran fasilitas umum saat demonstrasi tidak terjadi lagi.
Dengan perbaikan tersebut, sambung dia, TNI diharapkan semakin siap dalam mendukung Polri menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Freddy menjelaskan, TNI juga akan terbuka dan menerima kritik masyarakat demi memperbaiki upayanya dalam menjaga stabilitas keamanan saat demonstrasi berlangsung.
"Kita terbuka bagi pengamat-pengamat yang memberikan sebuah masukan bagi kami untuk berbenah mengevaluasi diri juga agar kita lebih cermat, lebih antisipasi kemudian lebih siap dalam melaksanakan upaya-upaya pencegahan," jelas Freddy.
10 Jiwa Meregang Nyawa
Sebelumnya, sampai Selasa (2/9/2025), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mencatat ada 10 orang yang meninggal dunia akibat kericuhan yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia.
Mayoritas korban meninggal dunia diduga kuat karena mengalami kekerasan dari aparat.
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan, aksi demonstrasi yang meluas di berbagai wilayah telah menimbulkan banyak korban 10 orang warga meninggal dunia.
"Sejauh ini tercatat setidaknya 10 orang korban meninggal dunia," ujarnya, Selasa (2/9/2025) sore.
Menurutnya, beberapa korban meninggal dunia diduga kuat karena adanya kekerasan dan penyiksaan oleh aparat.
Namun, pihaknya akan melakukan investigasi dan memastikan penyebab kematian para korban.
"Beberapa di antaranya diduga kuat karena mengalami kekerasan dan penyiksaan oleh aparat. Ini masih kami selidiki dan penyebab-penyebab yang lainnya," ujar Anis.
Komnas HAM juga menyoroti adanya tindakan penangkapan yang dilakukan oleh aparat.
Termasuk penangkapan yang dilakukan terhadap aktivis HAM Delpedro Marhaen, yang merupakan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation.
"Perkembangan ini tentu saja mengkhawatirkan, dalam konteks yang nantinya dapat menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia," tegasnya.
Menurutnya, Komnas HAM terus melakukan pemantauan lapangan di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Solo.
Selain itu, Komnas HAM juga melakukan pemantauan situasi melalui media sosial dan juga media untuk mengidentifikasi sekitar 28 daerah terjadi aksi unjuk rasa.
Anis menambahkan, pihaknya juga telah membuka posko pengaduan terkait aksi sejak Jumat (29/8/2025). Hingga saat ini, setidaknya ada 28 aduan yang masuk ke Komnas HAM.
"Mayoritas adalah mereka yang ditangkap secara sewenang-wenang oleh aparat, sedang kami tindak lanjuti aduan-aduan tersebut," imbuhnya.
Republika