Home > Sosok

Julia Sebutinde Satu-satunya Hakim ICJ yang Bela Israel

Tahun 2011, Sebutinde pernah membuat keputusan kontroversi.
Julia Sebutinde, hakim asal Uganda yang membela Isarel. (dok. ICJ)
Julia Sebutinde, hakim asal Uganda yang membela Isarel. (dok. ICJ)

SEKITARKALTIM, REPUBLIKA Julia Sebutinde asal Uganda, menjadi sosrotan global. Musababnya, ia sosok satu-satunya hakim di luar Isarel, yang membela Zionis dan menentang seluruh perintah sementara yang dikeluarkan Mahkamah Internasional (ICJ).

Media Israel Maariv, mengabarkan, dalam keputusan yang diambil panel dari 17 hakim, Mahkamah Internasional memerintahkan enam tindakan sementara untuk melindungi warga Palestina.

Langkah-langkah itu disetujui mayoritas hakim. Seorang hakim Israel memberi suara mendukung dua dari enam kasus tersebut.

Tetapi Hakim asal negara Uganda, Julia Sebutinde, menjadi satu-satunya hakim yang memberikan suara menentang seluruh keputusan pengadilan.

Dalam pandangannya, Sebutinde menyatakan, “Menurut saya, perselisihan antara Israel dan rakyat Palestina pada dasarnya dan secara historis adalah perselisihan politik. Ini bukanlah suatu sengketa hukum yang dapat diselesaikan melalui jalur hukum di Pengadilan,” ujarnya.

Ia juga mengatakan Afrika Selatan tak dapat menunjukkan bukti ihwal genosida yang dilakukan Israel. Sebuntinde pun menentang keputusan ICJ.

Lantas, siapa Julia Sebutinde?

Menurut laporan Al Jazeera, Sebutinde dilahirkan Februari 1954. Ia salah satu hakim asal Uganda yang menjalani masa jabatan keduanya di ICJ.

Sebutinde telah menjadi hakim di pengadilan tersebut sejak Maret tahun 2021. Sekaligus wanita Afrika pertama yang duduk di pengadilan internasional.

Ia telah menjadi hakim Mahkamah Internasional di Den Haag sejak tahun 2012, dan diperkirakan akan menuntaskan masa jabatannya tahun 2030. Sebuntinde bekerja di Kementerian Kehakiman Uganda, dan menjabat sebagai hakim di Mahkamah Agung negaranya.

Menurut Institut Hukum Perempuan Afrika, Sebutinde berasal dari keluarga sederhana yang lahir di masa Uganda tengah memperjuangkan kemerdekaan dari Kolonial Inggris.

Sebutinde mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar Lake Victoria di Entebbe, Uganda. Usai menyelesaikan sekolah dasar, ia melanjutkan ke SMA Gayaza. Lantas meraih gelarnya di Universitas Makerere dan menerima gelar sarjana hukum tahun 1977, di usia 23 tahun.

Tahun 1990, saat ia menginjak usia 36 tahun, Sebutinde mengambil studi di Skotlandia dan memperoleh gelar master hukum dari Universitas Edinburgh. Di tahun 2009, universitas yang sama memberinya gelar doktor hukum, sebagai pengakuan atas kontribusinya dalam bidang hukum dan peradilan.

Hakim Kontroversi

Sebelum terpilih menjadi anggota ICJ, Sebutinde juga dikenal sebagai hakim Pengadilan Khusus Sierra Leone. Ia ditunjuk di posisi itu di kisaran tahun 2007.

Sepanjang karirnya, Sebutinde tak asing dengan kontroversi.

Semisal pada Februari 2011, Sebutinde menjadi salah satu dari tiga hakim ketua dalam persidangan mantan Presiden Liberia Charles Taylor atas kejahatan perang yang dilakukan di Sierra Leone.

Pengadilan Khusus memutuskan Taylor bersalah atas 11 tuduhan, termasuk kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, terorisme, pembunuhan, pemerkosaan anak, yang mengakibatkan vonis penjara 50 tahun.

Pengacara London Courtenay Griffiths, yang mewakili Taylor, keluar dari persidangan usai hakim menolak menerima ringkasan tertulis pembelaan kliennya di akhir persidangannya.

Pada akhir Februari, sidang disipliner mengecam Griffiths ditunda tanpa batas waktu karena Sebutinde menolak hadir, dan mengundurkan diri. Keputusan itu diambil setelah sebelumnya ia berbeda pendapat terhadap perintah yang mengharuskan Griffiths meminta maaf dan menghadapi tindakan disipliner.

Beberapa hari belakangan, Sebutinde kembali memantik kontroversi. Ia menjadi satu-satunya hakim yang memberi suara menentang semua tindakan yang diminta Afrika Selatan dalam kasus genosida terhadap Israel.

Ke-17 hakim Mahkamah Internasional di Den Haag memutuskan dengan mayoritas 15 berbanding dua (termasuk Aharon Barak) bahwa pengadilan berwenang menyatakan solusi sementara atas klaim Afrika Selatan bahwa Israel melakukan genosida di Gaza.

Tapi, pengadilan tidak mengeluarkan perintah menghentikan perang. Pengadilan memutuskan Israel harus mengambil setiap langkah untuk mencegah pelanggaran terhadap konvensi menentang genosida dan memungkinkan kehidupan normal di Gaza. Sekaligus meminta Hamas segera membebaskan semua sandera.

Reporter: Mila I Redaktur: Rudi Agung

× Image