Sengketa Pilgub Kaltim, Gugatan Isran-Hadi Tidak Diterima MK
REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Permohonan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim, nomor Urut 1 Isran Noor-Hadi Mulyadi dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Gubernur Kalimantan Timur, tidak diterima Mahkamah Konstitusi.
Keputusan itu dibacakan Ketua MK Suhartoyo dalam Sidang Pengucapan Putusan Nomor 262/PHPU.GUB-XXIII/2025 pada Rabu (5/2/2025) malam.
"Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," ujar Suhartoyo didampingi delapan hakim konstitusi di Ruang Sidang Pleno, Gedung I MK, Jakarta.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan pertimbangan Mahkamah terkait dalil kartel politik untuk menghadirkan pasangan calon tunggal di Pilgub Kaltim.
Ia menerangkan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah. Apalagi usai terbitnya Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang telah mendesain ulang ambang batas pengajuan pasangan calon kepala daerah oleh partai politik menjadi dalam kisaran 6,5 persen sampai 10 persen.
Putusan MK itu dilakukan agar tidak terjadi dominasi partai politik dalam mengusung pasangan calon kepala daerah yang pada akhirnya memunculkan calon tunggal.
Dengan adanya Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024, maka kemunculan calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah dapat diminimalisasi.
"Berdasarkan fakta hukum di atas, telah ternyata tidak terdapat politik borong partai koalisi sebagaimana didalilkan Pemohon. Dengan demikian, permohonan a quo tidak beralasan menurut hukum," tegas Arief.
Karena itu, Mahkamah tak dapat mengabaikan pemberlakukan Pasal 158 ayat 2 huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) terkait ambang batas untuk mengajukan permohonan.
Di Pilgub Kaltim, Pemohon meraih 793.793 suara dan Pihak Terkait mendapatkan 996.399 suara. Artinya terdapat selisih 202.606 suara atau 11,3 persen.
"Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo," ujar Arief.
Sebagai informasi, Sidang Pemeriksaan Pendahuluan dengan perkara Nomor 262/PHPU.GUB-XXIII/2025 dilaksanakan Panel 3 pada Kamis (9/1/2025).
Pemohon membaginya dugaan pelanggaran dalam empat poin, yakni kartel politik, politik uang, pelibatan aparat dan struktur pemerintahan, dan penyelenggara Pemilu yang tidak netral.
Soal kartel politik, Pemohon menilai dugaan memborong semua partai politik untuk menghadirkan pasangan calon tunggal dalam Pilgub Kaltim. Namun hal tersebut tak terjadi, karena kontestasi diikuti dua pasangan calon.
Pemohon diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat. Sedangkan pasangan calon nomor urut 2 selaku Pihak Terkait diusung oleh partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju atau KIM Plus.
Dalam amar putusannya, MK juga menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima karena tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan terkait kedudukan hukum.
"Mengabulkan eksepsi termohon dan pihak terkait mengenai kedudukan hukum pemohon, dan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Arief Hidayat.
Dalam pertimbangan hukumnya, hakim MK menegaskan pihaknya berwenang mengadili perkara tersebut dan permohonan diajukan masih dalam tenggang waktu yang ditentukan.
Namun, terkait kedudukan hukum, MK menilai pemohon tidak memenuhi ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Terkait tuduhan politik uang yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) oleh pasangan calon nomor urut 2, MK menyatakan tidak menemukan bukti yang cukup.
"Bawaslu Provinsi Kalimantan Timur dan Gakumdu telah menerima laporan dan melakukan klarifikasi, namun tidak ditemukan bukti cukup untuk menindaklanjuti sebagai pelanggaran pidana," jelas Arief.
Dengan ditolaknya permohonan tersebut, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Kalimantan Timur dapat menetapkan Rudy-Seno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim terpilih periode 2024–2029.
Sebagai informasi, Sidang Pemeriksaan Pendahuluan dengan perkara Nomor 262/PHPU.GUB-XXIII/2025 dilaksanakan Panel 3, pada Kamis (9/1/2025).
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian memastikan pelantikan kepala daerah yang sedianya dilakukan 6 Februari 2025, ditunda. Pelantikan kepala daerah tahap pertama kemungkinan akan digelar antara 17, 18, 19, atau 20 Februari 2025.
Tito menjelaskan, awalnya pelantikan kepala daerah yang tidak bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) dilakukan 6 Februari 2025. Tapi, MK akan membacakan putusan sela untuk menetapkan gugatan yang lanjut sidang pada 4 dan 5 Februari 2025.
“Mempercepat jadwal putusan sela sebelumnya, kalau nggak salah 13 Februari. Nah ini mempercepat,” jelas Tito, pada Jumat (31/1/2025).
Karena itu, Kemendagri memutuskan menunggu pembacaan putusan sela untuk memastikan sengketa yang akan lanjut sidang di MK atau tidak. Nantinya, pelantikan kepala daerah yang tidak bersengketa dan gugatannya ditolak MK akan dilakukan secara bersamaan.
Menurutnya Presiden Prabowo Subianto menginginkan agar kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2024 segera dilantik. Hal ini penting agar kepala daerah terpilih segera bekerja, sehingga memberikan kepastian politik di daerah.
Yan Andri