Masa Gencatan Senjata, Zionis Tetap Bunuh Warga Palestina

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Menurut pakar PBB, gencatan senjata tidak pernah menghentikan serangan terhadap rakyat Palestina. Sejak berlaku pada 19 Januari, pasukan Zionis Israel telah menewaskan setidaknya 100 orang Palestina di Gaza.
Sehingga membuat jumlah total korban tewas mencapai 48.400. Padahal Israel selalu berkewajiban memastikan kecukupan makanan, pasokan medis, dan layanan bantuan lainnya. Para pakar juga
"Dengan melanjutkan pengepungan dan pemboman di Gaza, Israel telah mengubah secara sepihak ketentuan perjanjian gencatan senjata dan langkah selanjutnya," kata para pakar.
Para pakar PBB pada Kamis (6/3/2025) memberi peringatan atas keputusan Israel menghentikan semua bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Mereka menyebut situasi tersebut sebagai: penggunaan kelaparan sebagai senjata.
Pernyataan itu disampaikan setelah Kabinet Perang Israel memutuskan keluar dari kesepakatan gencatan senjata Gaza dan seruan sejumlah pejabat tinggi untuk kembali membuka pintu neraka di wilayah kantung tersebut.
"Dengan sengaja memotong pasokan vital, termasuk yang berkaitan dengan kesehatan seksual dan reproduksi, dan alat bantu bagi penyandang disabilitas, Israel sekali lagi menjadikan bantuan sebagai senjata," kata mereka.
"Ini adalah pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan dan hak asasi manusia internasional, serta kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan berdasarkan Statuta Roma," lanjut mereka.
Mereka mendesak mediator gencatan senjata Gaza yaitu Mesir, Qatar dan AS untuk campur tangan guna menjaga perjanjian tersebut sesuai dengan kewajiban yang ada di hukum internasional.
Warga Palestina di Jalur Gaza khawatir akan kembali mengalami kelaparan parah seperti yang mereka alami selama perang dan genosida yang dilakukan Israel selama 15 bulan di Gaza.
Kekhawatiran itu muncul setelah pemerintah sayap kanan Israel memutuskan untuk memblokir masuknya barang dan bahan bakar pada 2 Maret 2025, seiring dimulainya bulan Ramadhan.
Keputusan Israel itu diambil setelah tahap pertama kesepakatan gencatan senjata yang berlangsung selama 42 hari berakhir, dan sebagai tanggapan atas penolakan Hamas terhadap proposal Amerika Serikat untuk memperpanjang kesepakatan tahap pertama.
Hamas menuntut implementasi tahap kedua dari kesepakatan, yang mencakup penarikan Israel secara menyeluruh dari daerah kantong pantai yang terkepung, yang berusaha dihindari Israel.
Pembatasan baru Israel ini diperkirakan akan memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza, terutama karena terjadi bersamaan datangnya bulan Ramadhan, dikutip dari laman The New Arab, Kamis (6/3/2025).
Sebelumnya, kepala keuangan Israel sayap kanan Bezalel Smotrich pada Ahad (2/3/2025) menyerukan "pembukaan gerbang neraka" di Jalur Gaza setelah keputusan pemerintah untuk menghentikan bantuan kemanusiaan ke daerah kantong Palestina yang terkepung itu.
Pemerintah Israel menghentikan masuknya bantuan kemanusiaan ke wilayah yang dilanda perang itu, hanya beberapa jam setelah fase pertama gencatan senjata berakhir.
Trump Ancam Hamas dan Warga Gaza
Selain kejahatan perang yang terus dilakukan Zionis Israel, Presiden Amerika Serikat Donald Trump justru kembali mengancam terkait situasi di Jalur Gaza. Ancaman keras dilontarkan lewat media sosial bersamaan terungkapnya kabar bahwa AS sedang berunding secara rahasia dengan kelompok Hamas.
Trump meminta Hamas segera membebaskan semua tawanan yang masih berada di wilayah tersebut, atau menghadapi “neraka”. Trump telah berulang kali melontarkan ancaman sebelumnya.
Dalam postingan baru di platform Truth Social, Trmp menulis, pesan yang ditujukan kepada Hamas.
“'Shalom Hamas' berarti Halo dan Selamat Tinggal – Anda dapat memilih. Bebaskan semua Sandera sekarang, jangan nanti, dan segera kembalikan semua mayat orang yang kamu bunuh, atau semuanya BERAKHIR untukmu”.
Trump menuding Hamas melakukan kekejian dengan menahan jenazah sandera yang terbunuh. Trump mengabaikan fakta bahwa praktik serupa dilakukan Israel terhadap ratusan jenazah warga Palestina sepanjang perang kali ini. Dalam sejumlah kesaksian, jenazah-jenazah Palestina itu dikembalikan dengan organ-organ yang tak lengkap.
“Saya mengirimkan kepada Israel semua yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini, tidak ada satupun anggota Hamas yang akan aman jika Anda tidak melakukan apa yang saya katakan.”
Komentar itu muncul usai pertemuan Trump dengan para tawanan yang telah dibebaskan sebelumnya. “Ini peringatan terakhirmu!” tulis Trump.
“Bagi para pemimpin, sekaranglah waktunya meninggalkan Gaza, selagi Anda masih punya kesempatan.”
Trump tak hanya mengancam Hamas. Ia juga untuk pertama kalinya secara terbuka mengancam warga Gaza dengan kematian.
“Juga, kepada Rakyat Gaza: Masa Depan yang indah menanti, tetapi tidak jika Anda menyandera. Jika ya, kamu MATI! Buatlah keputusan yang CERDAS. BEBASKAN SANDERA SEKARANG, ATAU AKAN ADA NERAKA YANG HARUS DIBAYARKAN KEMUDIAN!”
Dalam sebuah pernyataan, Brigade Mujahidin, sayap bersenjata Gerakan Mujahidin Palestina, mengutuk ancaman Trump, dengan mengatakan hal itu menunjukkan “desakan pemerintah AS untuk terus menjadi mitra dalam genosida terhadap rakyat kami”.
“Ancaman Trump jelas menunjukkan wajah buruk Amerika dan menunjukkan kurangnya keseriusan dan penolakannya terhadap perjanjian yang dimediasinya,” tegas Brigade Mujahidin.
Serangan Zionis Israel yang membabi buta dan brutal dalam menjatuhkan ribuan bom selama 15 bulan terakhir aksi genosidanya di Gaza telah menghancurkan sebagian besar situs-situs sejarah dan arkeologi.
Selain menghancurkan sekolah, rumah sakit, dan permukiman penduduk, kerusakan terhadap warisan budaya juga menimbulkan kekhawatiran dampak jangka panjang bagi Gaza dan dunia penelitian ilmiah.
Republika