Muhammadiyah Dorong Kejagung Tuntaskan Kasus Pagar Laut

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan menegaskan bahwa negara memiliki kewenangan atas wilayah laut.
Wilayah laut itu termasuk dalam kekayaan negara.
Untuk itu, dalam kasus pagar laut, Muhammadiyah mendorong Kejaksaaan Agung menuntaskan kasus yang menyita perhatian publik tersebut.
Sekretaris Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH AP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ikhwan Fahrojih, menyatakan Kejagung telah bertindak tepat dengan memberi petunjuk kepada penyidik Polri agar menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dalam kasus tersebut.
LBH AP PP Muhammadiyah mendukung langkah Kejagung mengusut aspek dugaan suap dan gratifikasi dalam kasus pagar laut yang saat ini tengah ditangani Bareskrim Polri.
Ia menilai perbedaan pandangan antara jaksa dan polisi dalam kasus ini bisa menimbulkan kebuntuan yang berbahaya. Apalagi kasus pagar laut ini dinilainya sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) karena menyangkut penguasaan aset negara secara melawan hukum.
Ia juga mewanti-wanti perbedaan ini masalah serius dalam penegakan hukum. Karena itu ia mendorong Kejagung ikut mengusutnya sampai tuntas.
“Saya setuju dan mendukung Kejagung. Laut yang disertifikatkan dengan cara melawan hukum dan/atau menyalahgunakan wewenang adalah bagian dari kekayaan negara. Maka tindakan itu jelas merugikan keuangan negara dan harus ditindak dengan UU Tipikor,” ujar Ikhwan kepada Republika.co.id di Jakarta, Selasa (13/5/2025).
Ia menekankan, dalam proses hukum petunjuk dari jaksa penuntut umum bersifat wajib dijalankan oleh penyidik, sebagaimana Pasal 110 Ayat (3) KUHAP.
Ihkwan menilai Bareskrim seharusnya mengikuti arahan kejaksaan.
“Jika penyidik tetap bersikukuh tidak mengikuti petunjuk jaksa, maka seharusnya penyidik membuka ruang bagi jaksa untuk melakukan pemeriksaan tambahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Ayat (1) huruf e UU Kejaksaan,” ingatnya.
Menurutnya, Presiden Prabowo harus turun tangan memberi arahan tegas kepada kedua institusi ini. Apalagi Kepala Negara telah menjadikan pemberantasan korupsi sebagai prioritas utama.
Ikhwan mengingatkan, masyarakat sangat tidak puas jika kasus ini hanya dilihat dari kacamata pemalsuan dokumen semata, sebagaimana pendekatan yang selama ini diambil oleh Polri.
“Masyarakat mempertanyakan, kenapa kepolisian tidak membuka ruang ke arah dugaan korupsinya? Padahal ini menyangkut kekayaan negara,” jelasnya.
Kendati demikian, Ikhwan meyakini perbedaan pendekatan hukum antara polisi dan jaksa tidak akan mengganggu hubungan kelembagaan keduanya secara struktural.
“Ini hanya soal kasuistik,” imbuhnya, seraya menambahkan, “tapi yang harus diingat, kepercayaan publik dipertaruhkan dalam penanganan kasus ini. Jangan sampai publik melihat aparat penegak hukum justru tidak bersungguh-sungguh dalam membela kepentingan negara.”
Republika