Home > Mancanegara

Genosida Zionis Sebabkan Jutaan Warga Gaza Kekurangan Pangan

Perbuatan Israel itu mengancam kekacauan dan penderitaan di Jalur Gaza.
Osama al-Raqab (5th), salah satu korban kekurangan gizi mendapat perawatan di rumah sakit Nasser, Khan Younis, Jalur Gaza, awal Mei lalu. 
Osama al-Raqab (5th), salah satu korban kekurangan gizi mendapat perawatan di rumah sakit Nasser, Khan Younis, Jalur Gaza, awal Mei lalu.

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Genosida yang dilakukan Zionis Israel, tidak hanya membunuh puluhan ribu jiwa rakyat Palestina.

Strategi genosida mereka juga berisiko mendorong situasi kemanusiaan di Gaza menjadi lebih buruk lagi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, jutaan penduduk Gaza mengalami kekurangan pangan.

"Seluruh penduduk Gaza yang berjumlah 2,1 juta jiwa menghadapi kekurangan pangan berkepanjangan, dengan hampir setengah juta orang dalam situasi bencana kelaparan, kekurangan gizi akut, kelaparan, penyakit, dan kematian. Ini salah satu krisis kelaparan terburuk di dunia, yang terjadi secara langsung," ungkap WHO dalam sebuah pernyataan, pada Senin (12/5/2025).

Selain itu, sebanyak 57 anak diaporkan meninggal dunia karena kekurangan gizi dalam dua bulan sejak blokade Israel dimulai pada 2 Maret. Sekitar 500 ribu orang di Jalur Gaza menderita kelaparan parah.

"Sejak blokade bantuan pada 2 Maret 2025, sebanyak 57 anak dilaporkan meninggal akibat kekurangan gizi, menurut Kementerian Kesehatan. Angka ini kemungkinan masih jauh dari perkiraan dan kemungkinan akan bertambah," tambah pernyataan tersebut.

Lembaga itu memperkirakan, sekitar 71 ribu anak di bawah usia lima tahun akan menderita kekurangan gizi akut dalam 11 bulan ke depan jika blokade masih terus berjalan.

Pada 18 Maret, Israel kembali melancarkan serangan di Jalur Gaza, dengan alasan gerakan Palestina Hamas menolak rencana AS guna memperpanjang gencatan senjata, yang berakhir pada 1 Maret.

Sejak 2 Maret, Israel memutus pasokan listrik ke pabrik desalinasi di Jalur Gaza dan menutup akses masuk bagi truk yang membawa bantuan kemanusiaan.

Diwartakan Days of Palestine, Selasa (13/5/2025), laporan di lapangan menunjukkan, banyak keluarga yang meninggal karena kelaparan.

Anak-anak menderita malnutrisi parah. Kondisi mereka sangat lemah. Banyak di antara anak-anak tidak dapat menangis karena menderita kelaparan.

Organisasi-organisasi internasional menekankan bahwa pemblokiran bantuan kemanusiaan untuk Gaza dijadikan senjata oleh Israel. Apa yang dilakukan Israel dinilai merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.

Organisasi-organisasi internasional juga memperingatkan bahwa menjadikan bantuan untuk Gaza sebagai alat kontrol bagi Israel akan membahayakan warga sipil Gaza.

Perbuatan Israel itu mengancam memperdalam kekacauan dan penderitaan di Jalur Gaza, Palestina.

Lebih dari 65.000 anak di Jalur Gaza terancam kelaparan akibat blokade pengiriman kebutuhan pokok Israel ke wilayah kantong Palestina itu sejak dua bulan lalu.

Kantor Media Pemerintah Gaza pada Jumat (9/5/2025), mengatakan bahwa Israel sengaja memicu kelaparan untuk membunuh warga sipil dan melanjutkan kejahatan secara sistematis terhadap 2,4 juta penduduk di sana.

“Pendudukan Israel tengah merekayasa kelaparan... dengan menutup perlintasan dan menghalangi 39.000 truk bantuan yang membawa makanan, bahan bakar, dan obat-obatan, dalam pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional,” kata kantor tersebut dalam pernyataannya.

Sebelumnya, menurut laporan sumber-sumber medis Gaza, menyebut setidaknya 1.500 penduduk Gaza telah kehilangan penglihatan mereka akibat agresi militer yang brutal.

Selain itu, sekitar 4.000 warga lain berisiko tinggi mengalami kebutaan, karena luka-luka serius pada mata yang disebabkan serangan-serangan kejam dari Zionis.

Para dokter setempat melaporkan perang genosida dan gempuran Israel yang terus menerus itu telah mengganggu layanan bedah rumah sakit. Terutama penyakit retina, retinopati diabetik serta pendarahan internal terkait trauma.

Rumah Sakit Mata Kota Gaza yang menjadi fasilitas utama operasi mata di wilayah kantong Palestina, terpaksa secara berulang menggunakan tiga gunting bedah.

Republika

× Image