Home > News

Buku Badai Al Aqsha: Hanya Hitungan Jam Ribuan Tentara Zionis Tewas

Badai Al-Aqsa tidak sekadar merekam luka dan reruntuhan, melainkan juga memperlihatkan keberanian luar biasa para pejuang Palestina.
Tentara Israel membawa peti Sersan Satu Nazar Itkin, yang terbunuh di operasi darat. 
Tentara Israel membawa peti Sersan Satu Nazar Itkin, yang terbunuh di operasi darat.

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Tidak sampai berhari-hari, bahkan tidak pula sehari. Hanya butuh beberapa jam, pejuang Palestina berhasil menghancurkan pasukan militer Israel.

Bahkan, ribuan tentaranya tewas dan ratusan lainnya ditawan. Demikian penulis buku Badai Al Aqsha, Muhammad Anas, membocorkan sedikit karya fenomenalnya.

Karya monumental bertajuk, “Badai Al-Aqsa: Eksistensi, Harga Diri, dan Kemanusiaan”, yang memuat kisah-kisah heroik Palestina yang selama ini tertutup kabut propaganda dan diamnya dunia internasional, resmi diluncurkan.

Buku ini hasil kolaborasi antara Nusantara Palestina Center (NPC) dan Center for Dialogue and Civilization Al-Sharq (CDC Al-Sharq), yang menjadi penanda penting dokumentasi sejarah perjuangan Palestina. Buku ini menyoroti secara tajam peristiwa monumental 7 Oktober 2023.

Yakni, sebuah momen yang oleh penulis Muhammad Anas, disebut sebagai titik balik dalam sejarah perlawanan Palestina terhadap pendudukan Israel.

"Dalam hitungan jam, satu divisi militer Israel berhasil dihancurkan, ribuan tentaranya gugur, dan ratusan lainnya ditawan. Ini adalah capaian yang belum pernah terjadi sejak berdirinya Israel 75 tahun lalu," ujar Anas dalam siaran pers, Sabtu (24/5/2025).

Sayangnya, keberhasilan itu dibayar mahal.

Serangan balasan Israel yang brutal terhadap Jalur Gaza, dengan dukungan penuh koalisi Amerika Serikat, menyebabkan kehancuran luar biasa.

Meski begitu, Badai Al-Aqsa tidak sekadar merekam luka dan reruntuhan, melainkan juga memperlihatkan keberanian luar biasa para pejuang Palestina.

"Buku ini potret keteguhan hati menghadapi kehancuran. Ia bicara tentang martabat, bukan sekadar konflik. Tentang harga diri, bukan sekadar wilayah," ujar direktur CDC Al-Sharq yang juga pengamat Timur Tengah ini.

Lebih dari sekadar catatan sejarah, Badai Al-Aqsa adalah seruan nurani.

Ia menantang dunia internasional terutama yang selama ini diam dan abai untuk membuka mata terhadap ketidakadilan dan krisis kemanusiaan yang terjadi di Palestina.

Buku ini juga menjadi refleksi bahwa perhatian terhadap Palestina bukan hanya kewajiban moral umat Islam, tapi juga tanggung jawab seluruh manusia yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

Ditulis oleh tokoh-tokoh yang memiliki kedalaman perspektif dan pengalaman, Badai Al-Aqsa menjadi karya yang menyatukan fakta, analisis, dan suara hati rakyat Palestina.

Selain Anas yang merupakan alumnus Universitas Al-Azhar, Mesir, dan Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI), penulis lainnya Libasut Taqwa (alumni SKSG UI) dan Agung Nurwijoyo (pakar Hubungan Internasional dan dosen FISIP Universitas Indonesia).

Anas menambahkan buku edisi pertama ini dan akan ada edisi kedua, mengingat perang genosida di Gaza masih berlangsung hingga saat ini, dengan sejumlah isu yang belum tertuang di buku pertama ini akan dibahas di buku kedua.

Badai Al-Aqsa hadir sebagai pengingat bahwa di balik setiap puing di Gaza, ada kisah yang layak diperjuangkan.

"Bahwa diamnya dunia bagian dari tragedi yang harus digugat dan perjuangan kemerdekaan Palestina harus terus dilanjutkan hingga tanah Palestina bebas dari penjajahan Israel," tegas Anas.

Republika

× Image