Home > Serba Serbi

Mengenal Suku Dayak Kenyah dan Tarian Punan Leto

Suku Dayak Kenyah menjadi salah satu suku tertua yang tinggal di Kalimantan Timur.
Tradisi memanjangkan kuping suku Dayak. (dok. Pesonaindo)
Tradisi memanjangkan kuping suku Dayak. (dok. Pesonaindo)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Suku Dayak Kenyah disebut sebagai penduduk asli Kalimantan atau penduduk pribumi Kalimantan.

Istilah Dayak secara kolektif menunjukkan kepada orang-orang non-Melayu yang merupakan penduduk asli Kalimantan pada umumnya (Martin Billa, 2006: 5). Secara harfiah kata Dayak berarti orang yang berasal dari pedalaman atau gunung.

Gabriella Mening, dalam tesisnya bertajuk “Punan Leto: Identitas Kultural Dayak Kenyah” (2021), menjelaskan dari cerita nenek moyang dan didukung pendapat para peneliti, berdasarkan asal-usulnya suku Dayak berasal dari bangsa Proto Melayu, suatu ras Austronesia di dataran Asia yaitu propinsi Yunnan, daerah selatan gurun Gobi di Cina Selatan (Martin Billa 2006: 6).

Mereka berpindah ke pulau-pulau Indonesia termasuk ke daratan Kalimantan.

Dayak terdiri dari banyak suku (etnis) atau multietnis. Jumlahnya bisa mencapai ratusan suku dan masing-masing suku memiliki bahasa dan upacara yang berbeda satu sama lain.

Pembagian suku Dayak lebih rinci dilakukan Sallato (dalam Lahajir, 2002) yang dilakukan berdasarkan alasan-alasan (1) aliran sungai; (2) geografis, etnografis dan budaya material; (3) bahasa yaitu bahasa Austronesia, bahasa di Filipina, bahasa Melayu, bahasa di Sulawesi Selatan dan Bahasa Madagaskar; (4) cara dan tempat penguburan orang meninggal; (5) struktur dan stratifikasi sosial; dan (6) mata pencarian hidup, dan lain-lain (Martin Billa, 2006: 13).

Sekalipun banyak perbedaan, terdapat persamaan yang menjadikan hal ini sebagai identitas Dayak yaitu mereka menyatu dengan alam sekitarnya baik hutan, sungai, binatang, tumbuhan dan lain sebagainya.

Persamaan lainnya yang dimilliki Suku Dayak yaitu sama-sama tinggal di rumah panjang, melakukan pertanian dengan sistem ladang berpindah, berburu binatang.

Selanjutnya, tinggal di pedalaman dan di pinggir sungai, menggunakan manik-manik, menggunakan mandau dan keleput (sumpit), membuat kerajinan tangan dari rotan seperti kerenjang dan lain-lain.

Dari beberapa klasifikasi itu, suku Dayak Kenyah adalah salah satu Suku tertua yang tinggal di Kalimantan Timur. Menurut cerita nenek moyang, suku Dayak Kenyah pada mulanya berasal dari satu suku yang tinggal di Apo Daa’, atau dataran tinggi di hulu sungai Kayan, yang disebut Iwan.

Tempat ini juga dikenal dengan sebutan Apo Kayan dan dulu juga dikenal dengan sebutan Tana Keji artinya tempat orang menari (Martin Billa, 2006: 17).

Menurut laporan Pesonaindo, Suku Dayak Kenyah terbagi menjadi Kenyah Dataran Rendah dan Kenyah Dataran Tinggi /Usun Apau Kenyah. Seni budaya suku Kenyah sangat halus dan menarik.

Sehingga ragam seni hias banyak dipakai pada bangunan-bangunan di Kalimantan Timur.Bukan Sahaja terdiri daripada seni ukiran tetapi tarian dan juga cara hidup.

Pedalaman Sungai Mahakam di Kalimantan Timur menyimpan banyak potensi alam dan budaya yang sangat unik. Sebut saja tradisi memanjangkan daun telinga, patung-patung kematian Dayak Benuaq.

Selanjutnya tarian adat, habitat asli Anggrek Hitam, Air Terjun Jantur Inar, Rumah Panjang Dayak Benuaq hingga lanskap alam Sungai Mahakam.

Puluhan Sub Suku Dayak Kenyah

Kembali mengutip dokumen tesis Gabriella Mening, ia mencatat ada 24 sub Suku Dayak Kenyah yang tinggal di berbagai tempat. Umumnya nama awalan dari sub suku Dayak Kenyah diawali dengan kata lepo’ atau uma’. Lepo’ berarti kampung yang tinggal di sebuah desa sedangkan uma’ berarti ladang yang anggotanya lebih sedikit dan tinggal di satu perladangan.

Sub suku Dayak Kenyah memiliki perbedaan pada dialek bahasa dan pengejaannya. Suku Dayak Kenyah yang ada di desa Ritan Baru dan Tukung Ritan merupakan keturunan dari Lepo’ Tukung.

Masyarakat di Desa Ritan Baru dan Tukung Ritan dulunya tinggal di desa Apo Kayan lalu dari perpindahan yang terjadi maka berpindah ke desa Ritan Baru dan Tukung Ritan.

Tujuan perpindahan dilakukan agar dekat dengan pusat pemerintahan, pendidikan, layanan pengobatan untuk membuat hidup lebih baik.

Dayak Kenyah khususnya di desa Ritan Baru dan Tukung Ritan selalu hidup berdampingan dengan alam. Masyarakat desa Tukung Ritan sangat menggantungkan hidupnya dengan alam.

Upacara Mecaq Undat

Sistem berladang dilakukan berpindah-pindah. Membuat ladangan merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dilakukan hingga sekarang. Membuat ladang dilakukankan dengan bergotong royong. Salah satu kegiatan adalaha menugal atau menanam benih padi.

Kegiatan yang mereka lakukan saat menugal adalah membuat lubang di tanah menggunakan kayu yang ujungnya dibuat runcing.

Pekerjaan ini dilakukan kaum laki-laki, sedangkan perempuan yang membawa benih dengan tas kecil yang dibuat dari rotan yang digantung dipinggang dan di isi dengan benih padi yang di sebut maa’.

Setelah itu saat akan panen masyarakat juga melakukan gotong royong untuk panen secara bergantian dari satu ke tempat ladang yang lainnya yang di sebut dengan senuyun.

Panen biasanya dilakukan di bulan Februari sampai Maret lalu di pertengahan bulan Mei biasanya akan dilakukan upacara Mecaq Undat.

Mecaq Undat adalah pesta penen yang dilakukan oleh masyarakat desa Ritan Baru dan Tukung Ritan mengungkapkan rasa syukur dan kegembiraan untuk hasil panen yang telah didapatkan. Macaq Undat ini dilakukan setiap tahun dari zaman nenek moyang hingga sekarang sebagai rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan hasil dari ladang yang telah dibuat oleh masyarakat suku Dayak Kenyah.

Upacara Mecaq Undat yakni upacara kegembiraan Dayak Kenyah khususnya di desa Ritan Baru dan Tukung Ritan dengan menumbuk beras di dalam lesung. Mecaq Undat yang berasal dari bahasa Dayak kenyah yang berarti menumbuk padi dalam lesung sehingga menjadi tepung beras.

Tarian Punan Leto

Masyarakat Dayak Kenyah masih mempertunjukkan, melihat, dan memaknai simbol-simbol yang muncul sebagai cerminan dari masyarakat mereka. Hal ini bisa dilihat sangat sering tarian ini muncul atau selalu ditarikan dalam upacara apapun yang dilakukan masyarakat Dayak Kenyah.

Bahkan masih dianggap sebuah tarian yang sakral yang ditinggalkan nenek moyang mereka. Misalnya, Tari Punan Leto yang menjadi salah satu identitas budaya Dayak Kenyah.

Tari Punan Leto dikenal sebagai tari tradisional yang ada di desa Ritan Baru dan Tukung Ritan dalam masyarakat suku Dayak Kenyah Lepok Tukung.

Tarian ini dibawakan di setiap upacara adat, upacara panen dan acara-acara lainnya yang ada di dalam masyarakat suku Dayak Kenyah Lepok Tukung khususnya di desa Ritan Baru dan Tukung Ritan.

Tarian ini adalah tarian kelompok ditarikan oleh tiga penari satu penari perempuan dan dua penari lakilaki dengan durasi waktu pertunjukan sekitar 30 menit.

Tari ini tarian yang unik dilihat dari gerakan tari dari keseimbangan gerak tubuh penari perempuan maupun penari laki-laki yang melakukan gerakan berputar hingga level bawah dengan kestabilan yang tinggi.

Simbol-simbol dan makna yang dimaksud yaitu dari gerakan penari perempuan yang menggambarkan keanggunan dan gambaran keseharian perempuan Dayak Kenyah.

Adapun penari laki-laki dengan gerakan yang lincah dan ekspresi berani menggambarkan kaum laki-laki Dayak Kenyah memiliki nilai perjuangan yang tinggi untuk menjunjung kebenaran dan membela apa yang menjadi hak miliknya.

Tari Punan Leto merupakan tarian yang menggambarkan sifat suku Dayak Kenyah yang ditampilkan oleh penari perempuan dan penari laki-laki.

Pada zaman dulu tari Punan Leto dan kesenian lainnya dipertunjukkan menggunakan busana dari kulit kayu yang ditumpuk hingga pipih lalu dikeringkan hingga berwarna orange dan dijahit menyerupai baju dan rok untuk penari perempuan.

Sedangkan penari laki-laki menggunakan celana pendek dan cawat dengan bahan dari kulit kayu. Pakaian ini menjadi salah satu identitas yang dapat ditunjukkan atau dilihat pada suatu budaya. Pada masa itu busana yang digunakan untuk tarian juga merupakai pakaian sehari-hari.

Tarian ini sudah ada sejak masa lalu, sejak dahulu telah mencerminkan masyarakat Dayak Kenyah dan selalui ditarikan dalam acara masyarakat Dayak Kenyah.

Tari Punan Leto mengalami perkembangan yang juga menyangkut perkembangan budaya masyarakat Dayak Kenyah. Terutama Dayak Kenyah Lepok Tukung di desa Ritan Baru dan Tukung Ritan yang mengalami hasil dari rekonstruksi budaya.

Sehingga tari Punan Leto pada dewasa ini mengalami beberapa perkembangan seperti busana dan musik. Busana yang dikenakan saat ini dibuat dengan kain dan dipayed dengan manik-manik yang memiliki gambar dan memiliki arti.

Adapun musik pada masa ini telah menggunakan media elektronik. Dilihat dari perspektif sejarah, tari Punan Leto memiliki rentangan sejarah yang panjang. Dalam buku Identitas Dayak yang ditulis Maunati mengatakan bahwa rekonstruksi identitas tidak hanya mempertimbangkan masa lampau namun juga masa sekarang dan masa depan.

Hal ini selaras dengan penjelasan atau pembahasaan yang dilakukan tentang tari Punan Leto yang dilihat dari sejarah dan masa sekarang.

Taufik Hidayat

× Image