BI Raih Opini WTP, Bukukan Surplus Rp 52,19 Triliun

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Selama 22 tahun berturut-turut, Bank Indonesia (BI) berhasil meraih opini wajar tanpa pengecualian aka WTP.
Opini diraih atas laporan keuangan tahunan BI tahun 2024 dari Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam laporan keuangan BI tahun 2024, tercatat BI berhasil membukukan surplus tahun berjalan sebesar Rp 52,19 triliun.
Angka ini meningkat 20,43 persen dibanding surplus tahun 2023 yang sebesar Rp 36,31 triliun.Capaian ini juga menjadi yang terbesar dalam kurun waktu kurang dari satu dekade.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, melalui keterangan resminya, menyampaikan kinerja audit terhadap Bank Indonesia yang telah menghasilkan opini WTP selama 22 tahun terakhir hasil dari komitmen Bank Indonesia mewujudkan tata kelola yang baik dan konsisten.
Denny menambahkan, hal tersebut sejalan dengan pemenuhan akuntabilitas BI sebagaimana diatur dalam Pasal 58 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang telah diubah terakhir dengan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
“Bank Indonesia senantiasa berupaya meningkatkan pelaksanaan tata kelola yang baik dan kualitas pengelolaan keuangan guna menjaga kredibilitas sebagai bank sentral,” katanya, pada Kamis (26/6/2025).
Laporan keuangan BI 2024, berhasul membukukan surplus tahun berjalan sebesar Rp 52,19 triliun. Angka ini meningkat 20,43 persen dibandingkan surplus tahun 2023 yang sebesar Rp 36,31 triliun.
Surplus tersebut diperoleh dari selisih antara penghasilan sebesar Rp 228,67 triliun dan beban sebesar Rp 161,32 triliun.
Selisih ini menghasilkan angka Rp 67,35 triliun, yang kemudian dikurangi pajak sebesar Rp 15,16 triliun, sehingga diperoleh surplus bersih sebesar Rp 52,19 triliun.
Penghasilan BI disajikan dalam lima komponen dalam laporan keuangan tahunan, yakni pelaksanaan kebijakan moneter, pengelolaan sistem pembayaran.
Kemudian pengaturan dan pengawasan makroprudensial, pendapatan dan penyediaan pendanaan, serta pendapatan lainnya.
Tercatat, penghasilan dari pelaksanaan kebijakan moneter pada 2024 mencapai Rp 226,89 triliun atau sekitar 99 persen dari total penghasilan.
Komponen ini terdiri atas delapan kelompok: pendapatan bunga, pendapatan transaksi syariah, pendapatan bunga surat berharga negara (SBN) untuk pemulihan ekonomi nasional, pendapatan bunga SBN dalam rangka kesehatan dan kemanusiaan.
Selanjutnya pendapatan imbalan SBN syariah untuk kesehatan dan kemanusiaan, transaksi aset keuangan, selisih kurs transaksi valuta asing, dan pendapatan lainnya.
Dari seluruh komponen tersebut, pendapatan bunga merupakan yang tertinggi, yaitu sebesar Rp 91,53 triliun. Adapun beban dalam laporan keuangan BI tahun 2024 tercatat sebesar Rp 161,32 triliun. Beban tersebut terdiri atas lima komponen.
Yakni, pelaksanaan kebijakan moneter, pengelolaan sistem pembayaran, pengaturan dan pengawasan makroprudensial, hubungan keuangan dengan pemerintah, serta beban umum dan lainnya. Beban terbesar berasal dari pelaksanaan kebijakan moneter yang mencapai Rp 84,07 triliun.
Republika