GHF Gunakan Kedok Kemanusiaan Palsu untuk Bantai Warga Gaza

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Pihak berwenang di Gaza mengecam apa yang mereka sebut sebagai "pengakuan mengejutkan" oleh seorang mantan karyawan Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF).
Yakni, terkait pengakuan mantan kontraktor keamanan yang menjelaskan penggunaan semprotan merica, granat kejut, dan tembakan langsung terhadap warga Palestina yang tidak bersenjata di lokasi distribusi bantuan.
GHF adalah organisasi Amerika yang didukung Israel dan mulai beroperasi di Gaza pada akhir Mei setelah Israel memutus pasokan ke Gaza pada Maret, mengabaikan PBB dan LSM-LSM mapan lainnya.
Namun, GHF dikritik Palestina dan kelompok-kelompok internasional karena tingginya jumlah korban jiwa terkait dengan operasinya.
Pengungkapan terjadi selama wawancara yang ditayangkan Channel 12 Israel.
Pekerja Amerika itu mengatakan tim keamanan GHF, yang terdiri dari kontraktor asing, secara teratur menggunakan kekerasan terhadap warga sipil yang putus asa. Saat mereka tengah berusaha memperoleh makanan di lokasi distribusi bantuan.
Menanggapi hal itu, Kantor Media Pemerintah Gaza menerbitkan pernyataan tegas yang menyebut pernyataan itu, sebagai "bukti tak terbantahkan tentang sifat kriminal dan tidak manusiawi organisasi ini," dan meyakini GHF beroperasi dengan "agenda keamanan dan militer" berkedok bantuan kemanusiaan.
Alat Pemerasan, Bukan Bantuan
"GHF tidak mewakili bentuk kerja kemanusiaan atau bantuan apa pun," demikian pernyataan tersebut, dilansir Days of Palestine, Rabu (23/7/2025). "GHF adalah alat pemerasan, serangan terhadap martabat, pelanggaran langsung hukum humaniter internasional, dan pelanggaran terang-terangan terhadap hak asasi manusia yang paling mendasar."
Kantor tersebut juga menegaskan GHF memainkan peran keamanan di wilayah-wilayah pengungsian paksa, menyiratkan fungsi sebenarnya pengendalian massa yang dimiliterisasi, alih-alih pengiriman makanan.
"Ini kedok kemanusiaan palsu untuk proyek yang sangat politis dan penuh kekerasan," tambahnya.
Bantah Tuduhan
Menyusul laporan itu, para pejabat GHF membantah klaim tersebut, media Israel mengutip pernyataan organisasi tersebut yang membantah tuduhan mantan kontraktor tersebut.
Kelompok itu bersikukuh bahwa mereka terdiri dari para profesional di bidang keamanan, logistik, dan koordinasi kemanusiaan. GHF bersikeras bahwa insiden di titik-titik bantuan sedang "dipolitisasi" oleh pihak-pihak yang mencoba merusak operasinya.
Namun, kelompok-kelompok hak asasi manusia dan pemantau internasional telah lama menyuarakan kekhawatiran tentang keberadaan GHF di Gaza.
Beberapa pihak menggambarkan strukturnya yang didukung AS dan Israel telah melewati jalur-jalur kemanusiaan yang telah mapan seperti Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNRWA).
Kelaparan, Kekerasan, dan Kontrol
GHF menjadi sorotan di tengah laporan bahwa puluhan warga Palestina tewas saat mencoba mengakses makanan di dekat pusat distribusinya, terutama di Gaza utara, tempat kondisi seperti kelaparan melanda.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Dokter Lintas Batas (MSF) menggambarkan pusat-pusat tersebut sebagai "jebakan maut", dengan mengatakan bahwa warga sipil justru menghadapi bahaya, alih-alih bantuan.
GHF juga diketahui bekerja sama dengan Safe Reach Solutions (SRS), sebuah firma tentara bayaran swasta AS yang dikelola oleh mantan pejabat CIA dan sebagian didanai oleh ekuitas swasta Amerika.
Para kontraktornya aktif menjaga lokasi bantuan dan mengoordinasikan distribusi dengan pengawasan militer Israel.
Para kritikus berpendapat model yayasan tersebut memiliterisasi bantuan kemanusiaan, menggunakan kekuatan untuk mengendalikan massa sipil alih-alih memastikan akses yang adil terhadap makanan, air, dan obat-obatan.
Seruan untuk Akuntabilitas
Kantor Media Pemerintah Gaza meminta badan-badan kemanusiaan internasional dan organisasi-organisasi hak asasi manusia untuk menyelidiki peran GHF dalam apa yang disebutnya “skema hukuman kolektif dan pengungsian paksa yang lebih luas.”
Dengan lebih dari 200.000 korban Palestina yang dilaporkan sejak Oktober 2023, kelaparan yang meluas, dan kehancuran hampir total infrastruktur sipil, pejabat Gaza mengatakan upaya seperti yang dilakukan GHF hanya berfungsi untuk menutupi kenyataan pendudukan militer yang menyamar sebagai bantuan.
"Dunia tidak boleh tinggal diam," demikian kesimpulan pernyataan itu. "Kesaksian-kesaksian ini harus memicu tindakan, bukan sekadar kemarahan."
PBB: GHF Perangkap Kematian Sadis
Sebelumnya, Republika melaporkan, Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) juga mengecam keras operasi distribusi makanan di Gaza. Sekaligus menuduh GHF bertindak seperti “tentara bayaran” dan perangkap kematian sadis.
Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini dalam pernyataannya pada Senin mengatakan, bahwa skema distribusi yang disebut GHF adalah jebakan maut yang sadis, saat warga sipil ditembak ketika berebut makanan.
Ia menekankan “pemberian bantuan kemanusiaan bukanlah pekerjaan tentara bayaran.” "Penembak jitu melepaskan tembakan serampangan di tengah kerumunan seolah-olah mereka mendapat izin untuk membunuh," ujar Lazzarini, perburuan masal tanpa hukuman sama sekali.
Lazzarini mengatakan, lebih dari 1.000 orang kelaparan dilaporkan terbunuh saat mencoba mendapatkan makanan sejak akhir Mei.
Selain itu, Lazzarini menyoroti kondisi yang sangat memprihatinkan di Gaza, di mana kelaparan dan kelelahan melanda mereka yang biasanya memberi bantuan.
“Tak ada yang luput,” ujarnya, seraya menambahkan: “Mereka yang merawat sesama kini juga membutuhkan perawatan, termasuk dokter, perawat, jurnalis, dan pekerja kemanusiaan yang kini juga kelaparan.”
Ia mendesak agar kekerasan segera berakhir dan mekanisme bantuan internasional yang tepat dapat dipulihkan, dengan menekankan bahwa PBB dan mitranya “memiliki keahlian, pengalaman, dan sumber daya yang tersedia untuk menyediakan bantuan yang aman, bermartabat, dan dalam skala besar.”
"Kita telah membuktikannya berkali-kali selama gencatan senjata terakhir," kata Lazzarini.
"Ini tidak boleh menjadi norma baru kita."
Seruan 100 Organisasi Dunia
Lebih dari 100 organisasi kemanusiaan internasional telah mengeluarkan seruan mendesak, menyerukan pemerintah dunia untuk segera bertindak guna mengakhiri blokade Israel terhadap Gaza.
Saat sama, membuka semua penyeberangan darat, dan menetapkan gencatan senjata permanen.
Permohonan itu muncul saat Gaza menghadapi salah satu bencana kemanusiaan terburuk dalam sejarahnya, yang ditandai oleh kelaparan, penyakit, dan pengungsian massal.
Dalam pernyataan bersama mereka, kelompok-kelompok bantuan tersebut memperingatkan bahwa kondisi di Gaza telah memburuk dengan cepat sejak peluncuran “Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF)” yang dikendalikan Israel dua bulan lalu.
Para pekerja bantuan sendiri sekarang mengantre untuk mendapatkan makanan, sering kali di bawah ancaman tembakan.
Sedangkan populasi lebih dari dua juta orang berjuang melawan kelaparan yang meluas dan sistem perawatan kesehatan yang runtuh.
Menurut organisasi-organisasi tersebut, pertanyaan yang bergema di seluruh Gaza setiap pagi hanyalah: "Apakah saya bisa makan hari ini?"
Situasinya begitu mengerikan sehingga titik-titik distribusi makanan sering diserang, sementara pasokan bantuan penting tetap terblokir atau tertahan di gudang-gudang karena pembatasan Israel.
Meski kebutuhan mendesak, hanya 28 truk bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza setiap hari, jumlah yang sangat tidak memadai untuk kelangsungan hidup penduduk.
Data PBB menunjukkan sedikitnya 875 warga Palestina terbunuh saat mencari makanan, termasuk 201 orang yang ditembak di sepanjang rute bantuan.
Ribuan lainnya terluka, dan kekurangan gizi meningkat pada tingkat yang mengkhawatirkan, terutama di kalangan anak-anak dan orang tua, dan penyakit seperti diare akut menyebar dengan cepat.
Terlebih lagi, sampah menumpuk di jalan-jalan, pasar-pasar kosong, dan orang-orang pingsan karena kelaparan dan dehidrasi.
Organisasi-organisasi bantuan menekankan sistem kemanusiaan tidak gagal tetapi sengaja dihambat.
Mereka menyatakan bahwa lembaga-lembaga kemanusiaan memiliki sumber daya dan kapasitas untuk menanggapi krisis dalam skala besar.
Tetapi tidak diberi akses kepada mereka yang paling membutuhkan, termasuk staf mereka sendiri yang kelelahan dan kelaparan di lapangan.
Mereka mengkritik pengumuman terkini dari pendudukan Israel dan Uni Eropa tentang perluasan upaya bantuan, menyebutnya janji-janji kosong yang tidak menghasilkan perubahan berarti di lapangan.
"Setiap hari tanpa bantuan yang stabil berarti semakin banyak kematian akibat penyebab yang dapat dicegah," kata pernyataan itu, seraya menambahkan bahwa anak-anak sekarang memberi tahu orang tua mereka bahwa mereka ingin pergi ke surga, karena "setidaknya di surga, ada makanan."
Seruan bersama itu memperingatkan bahwa harapan di Gaza memudar dengan cepat, karena orang-orang menunggu bantuan dan perjanjian gencatan senjata yang tidak pernah terwujud.
Pernyataan tersebut menggambarkan realitas di mana penderitaan tidak hanya bersifat fisik tetapi juga psikologis yang mendalam.
Pernyataan diakhiri dengan mendesak pemerintah untuk berhenti menunggu izin untuk bertindak dan mengambil langkah tegas untuk melindungi warga sipil dan memastikan akses kemanusiaan.
Serta menekankan bahwa waktu hampir habis, dan bahwa nyawa masih dapat diselamatkan jika dunia memilih untuk bertindak sekarang.
Mila