7 Juta Ojol Tersebar di Indonesia, Regulasi Transportasi Online Digodok

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Saat ini ada lebih dari tujuh juta mitra ojek online (ojol) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Selain pengemudi ojol, ada juga pelaku UMKM yang hidupnya bergantung ekosistem transportasi online. Karena itu, kini Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan tengah mengolah dan mematangkan aturan transportasi online.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Aan Suhanan mengatakan pengaturan terkait ekosistem ini juga melibatkan berbagai kementerian/lembaga lainnya.
Seperti Kementerian Komunikasi dan Digital ihwal platform aplikasi hingga Kementerian Ketenagakerjaan terkait sistem tenaga kerja. Aan menyampaikan hal itu dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Transportasi Online yang Adil dan Berkelanjutan".
FGD ini, menurutnya, bertujuan menciptakan aturan yang bersifat adil serta berkelanjutan bagi seluruh ekosistem. Sebagai regulator di bidang transportasi, Kemenhub menilai perlu menyerap berbagai informasi dan data untuk memutuskan suatu kebijakan transportasi yang berkeadilan dan berkelanjutan.
“Forum ini bukanlah forum untuk memutuskan tetapi untuk berdiskusi," ujar Aan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/7/2025).
Ia menambahkan, "Maka dari itu, kita perlu melihat seluruh sudut pandang dan penuh kehati-hatian dalam mengambil kebijakan."
Agenda yang dimoderatori Yayat Supriyatna itu, menghadirkan para pakar dan akademisi di bidang transportasi. Di antaranya Piter Abdullah, Okto Risdianto Manullang, Tulus Abadi, Ki Darmaningtyas, dan Wijayanto Samirin.
Adapun hal-hal yang dibahas yakni Laporan Analisis Survei Dampak Kenaikan Tarif Menuju Ekosistem Transportasi Online yang Berkeadilan, Bisnis Transportasi Online. Serta Aspirasi Para Pengemudi Ojol serta rekomendasi kebijakan bagi pemerintah.
Analis Kebijakan Transportasi, Azas Tigor Nainggolan mengemukakan jika ingin membangun transportasi online berkeadilan maka harus ada aturan hukum yang jelas mengenai transportasi online.
Aturan itu, lanjutnya, menyangkut regulasi sepeda motor sebagai alat transportasi umum, regulasi bisnis transportasi online, stakeholder bisnis transportasi online.
“Termasuk pengemudi, Perusahaan Angkutan Umum, serta Perusahaan Aplikasi itu sendiri," imbuhnya.
Para perwakilan aplikator menyebut biaya potongan aplikator saat ini sudah ada pada titik keseimbangan. Adapun, hal itu diperuntukkan untuk pengembangan teknologi, biaya operasional, program kesejahteraan pengemudi, hingga harga promosi bagi para konsumen.
Di kesempatan sama, salah satu mitra pengemudi, Reymon Dwi Kusnadi juga turut mengungkapkan aspirasi terkait pentingnya perjanjian kemitraan dengan aplikator yang mengindahkan aspek-aspek hukum sehingga warga negara dapat mendapatkan pekerjaan dan penghidupan dengan layak.
Republika