Pembukaan Borneo Festival Suguhkan Pesona Budaya Dayak: Tari Hudoq

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Agenda pembuka Borneo Festival, pada pembukaan East Borneo International Folklore Festival (EBIFF) 2025, masyarakat disuguhi ragam pertunjukan.
Salah satunya, penampilan Tari Hudoq yang memesona bagaikan roh dari alam yang menari di laman kantor gubernur Kalimantan Timur. Laiknya memanggil harmoni antara manusia dan alam bahwa bentuk hama pun bisa menjelma menjadi tontonan spiritual.
Tari Hudoq tampil sebagai bagian pembukaan Kirab Budaya Internasional yang digelar di halaman Kantor Gubernur Kaltim. Festival akan berlangsung 25-29 Juli menghadirkan budaya lokal dan mancanegara.
Tari Hudoq ditampilkan di sesi awal sebagai simbol identitas budaya Dayak Bahau di provinsi ini, konsisten dalam ritual yang terkait dengan musim membuka lahan dan panen.
Tari Hudoq dikenal sebagai jenis tarian bertopeng khas Dayak Bahau dan sub-etnis. Seperti Busang, Modang, Ao'heng dan Penihing, dengan arti nama "hudoq" yang berarti menjelma.
Para penari mengenakan topeng dari kayu jelutung atau jabon. Yang menggambarkan tokoh hama seperti tikus, monyet, gagak, babi, serta pelindung seperti burung elang, hingga manusia sebagai leluhur.
Kostum disebut Hudoq Chum Tai, terdiri dari pakaian rumbai-rumbai dari daun pisang, pinang, atau kelapa: melambangkan kesuburan, kesejukan, keabadian dan kesuksesan bagi sawah dan masyarakat.
Gerakan Tari Hudoq mencerminkan ritme ritual, mulai hentakan kaki kuat, gerakan tangan ekspresif, diiringi musik tradisional.
Semisal gong, suling, dan kempli, serta lagu-lagu mitologi yang mengisahkan hubungan manusia dengan alam dan roh.
Biasanya dilakukan secara berkelompok dan dapat berlangsung antara satu hingga lima jam, berpindah dari desa ke desa pasca proses menanam padi bulan September-Oktober.
"Ini bukan sekadar pertunjukan seni, tapi doa, permohonan, dan rasa syukur kami kepada leluhur dan alam," ujar tokoh budaya Dayak Wehea, Siang Geah, menjelaskan tarian ini juga berfungsi sebagai ritual pemulihan dan perlindungan komunitas dari ancaman hama dan energi jahat.
Ritual Nekeang atau Nluei Hedoq dilakukan dengan memberi makanan kepada roh leluhur berupa tepung ketan, gula, dan kelapa sebagai simbol penghormatan dan terima kasih sebelum dialog spiritual dengan leluhur hidup.
Prosesi Hudoq terbagi dalam beberapa tahap. Misalnya, Hudoq kawit (sebelum menanam), syukuran panen (Laliq ataaq), dan Nevukoq (penutupan ritual adat).
Sebagai bagian dari rangkaian EBIFF, penampilan Tari Hudoq dari Kalimantan Timur juga hadir di hadapan peserta internasional, mempertegas komitmen pemerintah provinsi melestarikan dan memperkenalkan budaya lokal sebagai daya tarik wisata dan kekuatan ekonomi kreatif wilayah timur Nusantara.
Sejarah tradisi ini diyakini berasal dari mitos Halaeng Heboung dan manusia gaib Selo Sen Yaeng di sungai Apo Kayan.
Kemudian dijadikan simbol pemersatu manusia, alam, dan leluhur dalam bentuk tarian bertopeng.
Dengan makna mendalam dan visual yang menawan, Tari Hudoq terus menjadi identitas spiritual dan kebudayaan bagi masyarakat Dayak.
Menghubungkan masa lalu dengan masa kini, serta menjadi magnet budaya di panggung festival internasional seperti EBIFF.
Tari Hudoq tak sekadar simbol budaya, tapi representasi harmoni spiritual dan sosial terutama untuk merayakan syukur, memohon berkat, dan menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan leluhur.
Wujudkan Bhineka Tunggal Ika
Rangkaian acara East Borneo International Folklore Festival (EBIFF) 2025 resmi dimulai hari ini dengan semarak Kirab Budaya, yang menyedot perhatian ribuan warga Samarinda, Kaltim.
Parade budaya ini mengambil rute dari Taman Samarendah menuju Kantor Gubernur Kalimantan Timur, menampilkan kekayaan budaya lokal serta delegasi internasional dari lima negara sahabat.
Kirab budaya pagi ini diikuti delegasi dari India, Korea Selatan, Rusia, Polandia, dan Rumania, yang tampil memukau dengan kostum tradisional dan pertunjukan seni khas masing-masing negara.
Termasuk, perwakilan budaya dari berbagai daerah di Indonesia seperti Banjar, Kutai, Jawa, Sunda, Batak, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara Timur turut ambil bagian, menciptakan atmosfer kebhinekaan yang kuat.
Usai parade, Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Seno Aji, dalam konferensi pers di hadapan awak media, menyampaikan, Kirab Budaya EBIFF 2025 dihadiri lima negara tetangga.
“Ini momen penting memperkuat dan memperkaya kebudayaan kita,” ujar Seno Aji.
Menurutnya, EBIFF menjadi wadah penting memperkenalkan dan menggabungkan keberagaman budaya Indonesia dengan budaya mancanegara.
“Sehingga mampu menciptakan nuansa baru dalam peta budaya Indonesia. Kami sangat berterima kasih kepada Dinas Pariwisata Provinsi Kaltim, Ibu Sekda, dan seluruh perangkat daerah yang telah bekerja sama mensukseskan kegiatan ini,” imbuhnya.
Wagub Seno meyakini, EBIFF 2025 tak hanya berdampak sektor budaya, tetapi juga memperluas eksistensi Kalimantan Timur di mata dunia.
“Dampaknya luar biasa. Kaltim semakin dikenal global. Banyak dari mereka yang sebelumnya tidak tahu tentang Kalimantan Timur, kini mulai mencari tahu bahkan datang langsung untuk terlibat di EBIFF 2025,” ujarnya.
Ia berharap tahun depan lebih banyak negara akan berpartisipasi dalam festival ini, memperkuat posisi EBIFF sebagai ajang budaya internasional yang membanggakan Indonesia.
Taufik Hidayat