HRW: Distribusi Bantuan Gaza Berubah Jadi Pertumpahan Darah Rutin

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Organisasi hak asasi manusia internasional, Human Rights Watch (HRW) telah mengeluarkan laporan yang mengecam keras penanganan Israel terhadap distribusi bantuan kemanusiaan di Gaza.
HRW menyebutnya sebagai “pertumpahan darah rutin”, praktik nyata kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
HRW menggambarkan sistem yang didukung Israel dan AS untuk mendistribusikan bantuan di Gaza sebagai mekanisme militer yang sangat cacat. Bahkan secara aktif membahayakan warga sipil daripada membantu mereka.
Menurut laporan tersebut, kelaparan yang memburuk di Gaza sepenuhnya buatan manusia dan digunakan secara sengaja oleh pasukan Israel sebagai senjata perang.
"Bencana kemanusiaan yang terjadi di Gaza bukanlah akibat sampingan dari konflik, melainkan akibat kebijakan terencana untuk membuat warga sipil kelaparan," tegas HRW, dilansir Days of Palestine, Sabtu.
HRW menekankan pencegahan berkelanjutan oleh Israel terhadap akses bantuan merupakan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Laporan itu menambahkan bahwa pasukan Israel telah mengubah titik distribusi makanan menjadi zona kematian, tempat warga sipil yang putus asa.
Terutama bagi anak-anak, janda, dan orang sakit, secara rutin menjadi sasaran.
Konvoi bantuan dan staf medis yang berupaya mendistribusikan makanan atau mengirim pasokan ke gudang PBB juga dilaporkan diserang, yang memperburuk kekacauan dan kelaparan.
Dalam seruan bersama untuk bertindak, HRW menuntut agar Israel segera mencabut semua pembatasan bantuan yang melanggar hukum dan mendesak Israel maupun Amerika Serikat.
Untuk menangguhkan sistem pendistribusian bantuan saat ini, yang terbukti tidak efektif dan mematikan.
PBB juga menyerukan kepada masyarakat internasional untuk segera memberikan tekanan agar semua penyeberangan dibuka dan memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan melalui jalur darat yang aman, satu-satunya metode yang dianggap “efektif, aman, dan cepat” oleh badan-badan PBB.
Direktur Lembaga Bantuan Medis di Gaza, Dr. Bassam Zakout, menggambarkan situasi ini sebagai sangat buruk. Ia menyebut kekurangan parah dalam hal makanan, perlengkapan medis, dan susu formula bayi.
Zakout melaporkan peningkatan tajam dalam kekurangan gizi di kalangan anak-anak dan remaja, dengan banyak ibu terpaksa mengganti susu dengan air untuk bayi mereka.
Pihaknya mencatat rumah sakit, kewalahan dan kekurangan sumber daya, menerima korban setiap hari dari serangan di dekat pusat-pusat bantuan, menggarisbawahi sifat mematikan dari sistem saat ini.
Zakout memperingatkan bahwa waktu dengan cepat habis untuk tanggapan kemanusiaan yang efektif, dan bahwa Gaza sudah menghadapi ancaman nyata kelaparan massal.
Menurut Program Pangan Dunia, satu dari tiga orang di Gaza kini menjalani hari-hari tanpa makanan, sementara 75% penduduk menghadapi tingkat kelaparan yang darurat.
Pemantau keamanan pangan global (IPC) PBB mengonfirmasi bahwa skenario kelaparan terburuk sudah terjadi. IPC memperingatkan bahwa bantuan yang dijatuhkan dari udara sama sekali tidak cukup untuk menghentikan keruntuhan.
Sejak 2 Maret, Israel telah menutup semua penyeberangan perbatasan, mengabaikan kewajibannya berdasarkan perjanjian gencatan senjata 18 Januari, yang menjanjikan masuknya 600 truk bantuan dan 50 truk tangki bahan bakar setiap hari.
Akibatnya, daerah kantong itu kehabisan persediaan makanan, obat-obatan, produk susu, sayur-sayuran, daging, dan perlengkapan kebersihan, yang menyebabkan populasinya yang berjumlah 2,3 juta orang berada di ambang kelaparan.
Laporan itu diakhiri seruan mendesak: buka penyeberangan, akhiri blokade, dan izinkan badan-badan PBB beroperasi secara bebas sebelum Gaza hilang akibat bencana kemanusiaan yang dapat dicegah.
Kelaparan Sitemik Hancurkan Anak-anak Gaza
Kelaparan semakin mencengkeram Jalur Gaza, tempat anak-anak meninggal setiap jamnya di bawah blokade Israel yang telah mengubah kelaparan menjadi senjata perang.
Sumber-sumber medis dan organisasi kemanusiaan memperingatkan bahwa kelaparan di Gaza tidak lagi mengancam; melainkan telah terjadi, berlangsung secara langsung, karena komunitas internasional gagal melakukan intervensi yang berarti.
Kompleks Medis Nasser di Khan Yunis mengonfirmasi kematian Abdul Aal, bocah berusia dua tahun, akibat malnutrisi parah.
Saat meninggal, berat badannya hanya 8 kilogram, jauh di bawah berat rata-rata anak seusianya. Para dokter menggambarkan kondisinya sebagai simbol bencana yang melanda wilayah yang terkepung.
Dalam 24 jam terakhir saja, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan dua kematian tambahan akibat kelaparan, sehingga jumlah resmi menjadi 159 korban, termasuk 90 anak-anak.
Para pejabat kesehatan mengatakan angka ini terus bertambah setiap hari karena persediaan makanan menipis dan bantuan kemanusiaan masih terhambat.
Seorang pemuda lainnya, Adel Madi, 27 tahun, dari Rafah, juga meninggal karena kelaparan, lapor Kompleks Medis Nasser. Di kamp pengungsi Nuseirat di Gaza tengah, staf medis di Rumah Sakit Al-Awda mengonfirmasi kematian Karam Al-Jamal akibat kelaparan berkepanjangan.
Kematian ini bukan hanya terjadi secara terpisah. Direktur Kementerian Kesehatan Gaza, Dr. Munir al-Barsh, menyatakan 1.300 orang telah tewas saat berusaha mencapai titik distribusi bantuan, tempat-tempat yang ia gambarkan sebagai "jebakan maut".
Di sana, orang-orang yang kelaparan dibalas dengan tembakan Israel.
"Ini bukan kecelakaan," katanya. "Ini pembunuhan disengaja terhadap orang-orang yang kejahatannya hanyalah kelaparan."
Krisis ini kini begitu parah sehingga UNICEF telah mengeluarkan peringatan mendesak, yang menyatakan bahwa "setiap jam berlalu, semakin banyak anak yang meninggal di Gaza."
UNICEF mengonfirmasi bahwa berton-ton makanan dan pasokan medis yang menyelamatkan jiwa masih tertahan di perlintasan perbatasan Israel, tak menjangkau orang-orang yang paling membutuhkannya.
Presiden Komite Penyelamatan Internasional, David Miliband, menyuarakan kekhawatiran tersebut, dengan blak-blakan menyatakan, "Orang-orang di Gaza sekarat karena kelaparan."
Ia mengungkapkan bahwa meskipun telah menyiapkan perlengkapan nutrisi dan pasokan medis darurat, tidak ada satu pun yang diizinkan masuk ke Gaza sepanjang April dan Mei.
"Ini bukan kekurangan bantuan," kata Miliband. "Ini blokade."
Adapun konvoi bantuan, sampai saat ini masih menunggu di perbatasan dan makanan membusuk di truk, populasi Gaza dibantai oleh kelaparan yang sebenarnya bisa dicegah.
Kelaparan melanda bukan akibat bencana alam, melainkan akibat langsung dari kebijakan genosida Israel, yang menurut kelompok hak asasi manusia menggunakan kelaparan sebagai alat hukuman kolektif.
Meskipun kemarahan internasional semakin meningkat, termasuk seruan dari lembaga-lembaga kemanusiaan untuk mencabut pengepungan dan mengizinkan akses bantuan tanpa batas.
Selama ini Israel terus memberlakukan pembatasan yang menyesakkan terhadap makanan, bahan bakar, dan obat-obatan.
Serangan dan pemboman Israel memperparah krisis, membuat keluarga-keluarga kehilangan tempat berlindung yang aman, air bersih, dan akses ke layanan kesehatan.
Mila