Akun Produser Film Animasi Merah Putih One for All Dirujak Netizen

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Film animasi Merah Putih One For All, dirujak netizen Indonesia. Kritik pedas dilontarkan publik lantaran trailer film animasi itu, menyajikan visual yang sangat tidak layak.
Apalagi, sebelumnya masyarakat baru saja dimanjakan film animasi Jumbo karya Ryan Adriandhy, yang viral mendapat banyak pujian. Bahkan, memecahkan rekor sebagai film Indonesia terlaris sepanjang masa.
Sebaliknya, film animasi Merah Putih One For All justru mengundang hujatan dan sorotan. Bahkan, akun sang produser, Toto Soegriwo, ikut-ikut kena rujak netizen.
Lewat akunnya, @totosoegriwo, ia pernah mengunggah informasi terkait film animasi tersebut.
“Wamen Ekraf Irene Umar menerima Tim Produksi Film Animasi "MERAH PUTIH ONE FOR ALL" di ruang kerjanya. Tim MERAH PUTIH ONE FOR ALL di wakili oleh Endiarto (Eksekutif Produser), Toto Soegriwo (Produser) dan Arry Ws (Ass Produser),” tulis Toto.
Adapun akun Instagram @movreview yang berkolaborasi dengan akun Toto Soegriwo, menjelaskan, film ini dikerjakan sejak Juni 2025. Hanya butuh waktu sekitar sebulan hingga film ini tayang di bioskop. Anggaran pembuatan film ini disebut mencapai Rp 6,7 miliar.
Menanggapi banyaknya sorotan netizen terkait kualitas film animasi yang dibuatnya, sang produser buka suara lewat akun Instagram-nya.
"Ribuan haters ternyata orang2 yang nggak berani menunjukkan jati dirinya. Akun nya bersifat pribadi. Bahkan ada yang nggak punya pengikut. Itu baru sebagian kecil," tulis Toto Soegriwo lewat akunnya, Ahad.
Sontak saja, netizen menyesalkan sikap Toto yang dinilai jutsru denial saat diberi masukan. Akun sang produser pun banjir hujatan.
“Bapak produser yang terhormat, akun saya tidak di-privat dan saya terbuka untuk berdiskusi lewat DM kapan saja. Saya pecinta film yang serius, suka membahas film di IG story saya, dan yang paling saya sesalkan adalah sikap bapak yang sangat anti kritik, bahkan sampai menantang netizen yang mengkritik. Sebagai produser yang berani melepas karya ke publik, sudah sewajarnya bapak menerima kritik dengan lapang dada sebagai bagian dari proses belajar dan peningkatan kualitas. Kalau kritik netizen terasa kasar, itu bukan masalah mereka, melainkan cerminan dari buruknya kualitas karya bapak sendiri.”
“Di saat perfilman Indonesia sedang berjuang keras untuk maju, dengan keberhasilan Jumbo sebagai film animasi terlaris, karya seperti ini justru mempermalukan dan meremehkan kerja keras para seniman yang sungguh-sungguh menaikkan standar nasional. Netizen yang mengkritik bukan haters, melainkan orang-orang yang benar-benar peduli dan ingin melihat industri film lokal berkembang. Lalu, apa urgensi bapak menantang netizen? Sebenarnya target pasar bapak itu siapa untuk film ini? Uang Rp 6.7 milliar dipakai buat apa saja? Sikap kekanak-kanakan dan defensif seperti ini justru merusak citra perfilman Indonesia dan menunjukkan ketidakdewasaan bapak sebagai pelaku industri,” tulis akun @givary*****.
Netizen lain makin geram. "Ya bapak dikasih tau malah denial," timpal @sadam*****.
“Perasaan dari semua akun di instagram yg upload cuplikan animasi film anda gak ada satupun komentar positif. Jadi ya anda cukup mengakui bahwa kualitas grafik animasi anda itu jelek banget. Itu kritik pak, org kritik bukan berarti haters. Komen di akun anda juga semuanya sama kok, yg intinya film animasi anda kacau,” @ibr_b***.
“Pak saya pecinta animasi termasuk jumbo lovers, tolong pak tunjukan sikap bijak bapak bahwasannya kritik itu bahan koreksi untuk kedepan yang lebih baaik, tidak perlu spill hate sana sini, semua busur sedang tertuju ke bapak, yang hanya bisa menjadi perisai dari busur tersebut ya diri bapak sendiri. Ayok pak bangkit, jangan anggap hate anda harus stay di jalur seni dan lebih banyak lagi mengkoreksi. Buktikan bahwa kritik adalah pintu dimensi lain agar kita tidak stay di zona nyaman,” tulis akun centang biru, @el.cr***.
“Mau tau gak cara cuci uangnya? Bukan pak **** nya yg cuci uang, tapi yg nyelenggarain proyeknya. Caranya, mereka bayar rumah produksinya dulu pake budget minim. Habis itu selesai filmnya dibuat, film akan ditayangkan di bioskop2. Nah si penyelenggara proyek akan bikin pembelian tiket bioskop secara fiktif, jadi seakan2 yg nonton itu full seat, setiap jam tayang. Dimasukkan lah uang utk ke bioskop dgn berita "pembelian tiket" kemudian dr bioskop mengoper kembali uang tersebut ke penyelenggara (tentunya setelah dipotong operasional dan angka deal2an dgn bioskop) dengan berita "bagi hasil" atau "royalti",” sorot akun @diks*****.
Minta Batalkan Tayang di Bioskop
Ada pula pelaku industri animasi Indonesia, yang buka suara. Bahkan, meminta agar film animasi tersebut dibatalkan tayang di bioskop. Pemilik akun @iqbal*** memberi masukannya dan dikolaborasikan ke akun sang produser.
Ia menyampaikan, “Sebagai sesama pelaku industri animasi di Indonesia, izinkan saya menyampaikan kritik yang mungkin terdengar pedas, namun saya rasa penting demi kemajuan bersama.”
Menurutnya, secara jujur, ia menilai film ini tidak layak tayang di bioskop. Bisa jadi bagi sebagian orang film ini masih bisa dinikmati, namun dari sudut pandang profesional dan teknis, kualitasnya sangat jauh dari standar layar lebar.
“Mulai dari aspek cerita, model 3D, animasi, hingga rendering, semuanya terasa belum selesai dan terkesan dipaksakan. Bahkan untuk konsumsi penonton anak-anak sekalipun, film ini tidak memberikan pengalaman visual dan naratif yang pantas. Kualitasnya jauh di bawah harapan, seolah dibuat tanpa dedikasi dan penghargaan terhadap medium animasi itu sendiri,” imbuh @iqbal***.
Ia melanjutkan, “Kita sudah punya acuan seperti film "Jumbo" yang secara kualitas bisa dijadikan benchmark untuk tayang di bioskop. Pertanyaannya, mengapa tidak berusaha setidaknya menyamai standar tersebut? Film ini justru memberi kesan bahwa animasi dianggap remeh seolah-olah "yang penting jadi", dan berharap tetap ada yang menonton.”
Katanya, “Lebih parah lagi, kesan yang muncul di banyak kalangan justru menduga ini adalah proyek asal jadi, bahkan ada anggapan miring bahwa ini semacam proyek cuci uang. Apakah pantas sebuah karya yang akan mewakili industri animasi nasional di layar lebar, justru menjadi bahan tertawaan dan kekecewaan?”
Menurutnya, “Kalau boleh memberi saran, lebih baik film ini dibatalkan penayangannya di bioskop dan dipindahkan ke platform seperti YouTube, jika memang tetap ingin dibagikan ke publik. Sayang sekali jika penonton harus membayar untuk menonton karya yang sejujurnya belum layak tayang secara komersial.”
“Saya percaya, dengan niat baik dan proses yang lebih serius, ke depannya Bapak dan tim bisa menghasilkan karya yang lebih baik dan membanggakan. Industri animasi Indonesia punya potensi besar, tapi hanya bisa tumbuh jika setiap pelakunya benar-benar menghargai proses produksi yang matang dan profesional. Ini sudah tahun 2025, dan kualitas seperti ini seharusnya sudah tidak punya tempat di bioskop. Terima kasih telah membaca kritik ini. Semoga bisa menjadi bahan refleksi dan pembelajaran,” sarannya.
Sejumlah pelaku industri animasi, editor dan beragam latar netizen menilai film animasi ini tak laik untuk ditayangkan di bioskop. Banyak yang merasa heran kenapa bisa lolos tayang.
Selain itu tak sedikit pula yang melempar sarkas lebih baik film animasi ini tayang di darkweb. Sebab, kualitasnya dinilai masih lebih baik film animasi era 1990 an.
Rujakan lewat Video
Tak hanya lewat narasi, ada pula netizen yang membuat video reaction terkait film animasi ini. Narasinya penuh dengan sarkas dak kritikan tajam.
Seperti video yang dirilis akun centang biru, @semakindi*****, yang telah ditonton 463K.
Kutipan narasinya: “Dari trailer filmnya, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa ini adalah film yang animatornya dapat brief: pokoknya selesai gak selesai harap dikumpulkan.”
“Film ini akan tayang berbarengan Demon Slayer. Kalau Demon Slayer lawannya iblis, kalau di film ini lawannya kualitas grafis.”
“Dari cuplikan film tersebut, kita melihat bagaimana perjuangan mencari bendera sampai masuk ke dalam hutan. Padahal sebelum masuk ke hutan, mereka lewatin pasar. Kan bisa beli di situ.”
Lewat keterangan di akun Toto, dijelaskan, jelang merayakan hari kemerdekaan Indonesia ke-80, rumah produksi @perfiki.tv siap merilis animasi yang mengangkat keberagaman budaya Indonesia "Merah Putih: One For All". Film yang diketahui baru dikerjakan bulan Juni 2025 ini bercerita tentang delapan anak dari berbagai latar belakang budaya.
Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, dan Tionghoa — bersatu dalam misi heroik: menyelamatkan bendera merah putih pusaka yang hilang secara misterius tiga hari sebelum upacara kemerdekaan dimulai.
Film ini akan tayang medio Agustus 2025.
Rudi Agung