Gencatan Senjata: Serangan Zionis Tewaskan 104 Warga Gaza, 46 Anak-anak

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Kementerian Kesehatan Gaza mengumumkan pada hari Rabu bahwa 104 warga Palestina telah tewas dan 253 lainnya terluka dalam eskalasi terbaru Israel di Jalur Gaza sejak tadi malam. Serangan itu terjadi di masa gencatan senjata.
Penjajah Israel, telah berkali-kali melakukan penggaran kesepakatan. Serangan mereka di tengah gencata senjata, bahkan tak hanya merusak bangunan. Tapi juga membunuh ratusan rakyat Palestina.
Dalam sebuah pernyataan, kementerian tersebut mengatakan di antara korban tewas terdapat 46 anak-anak dan 20 wanita. Korban jiwa didominasi warga sipil. Sedangkan korban luka, 78 anak-anak dan 84 wanita. Banyak di antara mereka yang menderita luka kritis, menurut Days of Palestine, Rabu.
Sejak gencatan senjata diumumkan pada 11 Oktober, kementerian melaporkan bahwa total 211 orang telah tewas dan 597 orang terluka.
Selain itu 482 jenazah telah ditemukan dari bawah reruntuhan di berbagai wilayah Gaza.
Menurut angka kumulatif sejak dimulainya serangan Israel, jumlah total korban tewas di Gaza kini telah mencapai 68.643, dengan 170.655 orang terluka.
Kementerian juga mencatat bahwa delapan mayat telah ditemukan sebelum putaran eskalasi terakhir.
Pejabat kesehatan terus memperingatkan bahwa meningkatnya jumlah korban telah membebani sistem kesehatan Gaza yang sudah hancur, lumpuh akibat pemboman dan blokade selama berbulan-bulan.
Penyelidikan PBB: 16 Ribu Dokumen Buktikan Israel Lakukan Genosida
Komisi Penyelidikan Internasional Independen Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Wilayah Palestina yang Diduduki mengumpulkan cukup bukti.
Menurut anggota komisi terkait, Chris Sidoti, penyelidikan menemukan bukti: pasukan Israel melakukan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Sidoti menjelaskan investigasi komisi PBB berlangsung selama dua tahun dan didasarkan pada bukti langsung yang dikumpulkan oleh para anggotanya.
Temuan mencakup lebih dari 16.000 dokumen, seperti foto dan video terverifikasi, yang kemudian dicocokkan dengan kesaksian saksi mata sesuai protokol investigasi PBB.
Ia mencatat komisi yang dibentuk Dewan Hak Asasi Manusia PBB Mei 2021, melanjutkan pekerjaannya menggunakan metodologi yang sama sejak pembentukannya, mendengarkan para saksi dan korban serta menggunakan citra satelit dan alat forensik digital untuk mendokumentasikan pelanggaran.
Sidoti menekankan bahwa mandat komisi lebih dari sekadar mendeskripsikan kejahatan; komisi juga mengidentifikasi mereka yang bertanggung jawab.
Ia menegaskan bahwa para penyelidik berhasil melacak tanggung jawab hingga ke unit-unit militer Israel tertentu yang terlibat dalam pelanggaran serius dan, dalam beberapa kasus, hingga ke pejabat senior pemerintah dan militer yang mengeluarkan perintah langsung atas kejahatan yang dilakukan.
Dalam konteks ini, Sidoti mengingatkan pada 21 November 2024, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
Mereka terlibat atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap warga Palestina di Gaza. Ia menekankan laporan komisi tersebut diserahkan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan Majelis Umum dan dipublikasikan.
Sekaligus menyangkal adanya laporan rahasia atau yang belum dipublikasikan. Sidoti menambahkan bahwa kritik terhadap kinerja komisi terutama datang dari pemerintah Israel dan AS, sedangkan temuannya telah diterima secara luas di dunia internasional.
Menurut angka terbaru dari Kementerian Kesehatan Gaza, jumlah korban tewas di antara warga Palestina sejak awal perang telah mencapai 68.531 orang tewas dan 170.402 orang terluka, menggarisbawahi skala bencana kemanusiaan yang didokumentasikan dalam arsip komisi tersebut.
150 Penulis Boikot NYT Akibat Bias Pro-Israel
Lebih dari 150 penulis yang berkontribusi pada The New York Times telah mengumumkan boikot kolektif terhadap rubrik opini surat kabar tersebut.
Mereka meyakini NYT kerap melakukan penerbitan "liputan yang bias dan tidak etis" tentang genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza.
Dalam pernyataan bersama yang dirilis pada Selasa, kelompok tersebut mengatakan bahwa keputusan mereka didorong "keselarasan yang terus-menerus dengan narasi Israel" dan kegagalannya dalam memberikan laporan yang berimbang tentang krisis kemanusiaan di Gaza.
Para penulis berjanji untuk tidak menerbitkan karya mereka sampai surat kabar tersebut "bertanggung jawab atas liputannya yang bias dan berkomitmen untuk memberikan laporan yang jujur dan etis tentang perang AS-Israel di Gaza."
"Apa pun yang disebut tantangan terhadap ruang redaksi atau dewan redaksi dalam bentuk artikel, pada kenyataannya itu izin untuk melanjutkan kelalaian," demikian bunyi pernyataan tersebut.
"Hanya dengan menahan pekerjaan, kami dapat mengajukan tantangan yang efektif terhadap kekuatan dominan yang telah lama digunakan surat kabar ini untuk menutupi kebohongan Amerika Serikat dan Israel."
Para penandatangan juga mendesak The New York Times untuk mengatasi apa yang mereka sebut sebagai "bias anti-Palestina" di ruang redaksinya.
Serta mengadopsi standar editorial baru dalam meliput isu-isu Palestina. Selain itu, mereka mendesak dewan redaksi surat kabar tersebut untuk mengadvokasi embargo senjata AS terhadap Israel.
Boikot itu menandai salah satu tindakan protes paling signifikan yang dilakukan kontributor terhadap surat kabar besar Amerika sejak dimulainya genosida di Gaza.
Ini mencerminkan meningkatnya ketidakpuasan di kalangan jurnalis, akademisi, dan penulis atas liputan media Barat tentang konflik tersebut.
Mila
