Home > Mancanegara

Tiga Hari, Penjajah Zionis Israel Hancurkan 300 Rumah di Zeitoun

Sedikitnya 17.000 anak kini tidak memiliki akses ke pengasuh atau terpisah dari keluarga mereka, sehingga mereka berada dalam situasi yang tidak menentu.
Kepala Staf Pertahanan Israel, Eyal Zamir, menyetujui konsep pendudukan Gaza. (AP)
Kepala Staf Pertahanan Israel, Eyal Zamir, menyetujui konsep pendudukan Gaza. (AP)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Militer penjajah zionis Israel telah menghancurkan lebih dari 300 rumah di lingkungan Zeitoun, Gaza, selama tiga hari terakhir.

Serangan ini seperti apa yang digambarkan Pertahanan Sipil sebagai penargetan sengaja terhadap area permukiman warga sipil, menurut laporan TRTGlobal, Kamis (14/8/2025).

Serangan ke rumah-rumah warga sipil tanpa memberikan peringatan sebelumnya, mengakibatkan ratusan rumah hancur saat penghuninya berada di dalam rumah, sehingga menimbulkan korban jiwa.

Juru Bicara Pertahanan Sipil di Gaza, Mahmoud Basal, mengatakan bahwa pasukan Israel melakukan serangan besar-besaran di Zeitoun, dengan fokus pada bangunan setinggi lima lantai atau lebih.

Ia menjelaskan, bahan peledak yang digunakan memicu runtuhnya bangunan di sekitarnya, dengan sebagian rumah hancur saat penghuninya masih berada di dalam.

“Penghancuran dilakukan tanpa peringatan sebelumnya, dan pemboman intensif menghalangi tim penyelamat untuk mencapai korban luka,” kata Basal.

Lingkungan Zeitoun, yang terletak di pusat Gaza, telah berulang kali menjadi sasaran serangan Israel selama pembantaian.

Gelombang terbaru penghancuran ini bagian dari yang digambarkan pejabat Palestina sebagai rencana pendudukan berkelanjutan Israel untuk mengosongkan penduduk dan menghancurkan infrastruktur sipil di wilayah tersebut.

Tim Pertahanan Sipil melaporkan kesulitan menjangkau banyak lokasi akibat pemboman yang terus berlangsung, menimbulkan kekhawatiran bahwa masih ada warga yang terjebak di bawah reruntuhan.

Saksi mata mengatakan seluruh blok bangunan telah rata dengan tanah di beberapa bagian Zeitoun.

Genosida Penjajah Israel Makin Brutal

Pembantaian Israel di Gaza, telah menewaskan lebih dari puluhan ribu warga Gaza, hampir setengahnya adalah perempuan dan anak-anak, menurut otoritas kesehatan setempat.

Hanya sehari, zionis Israel telah membunuh setidaknya 36 warga Palestina di Gaza, termasuk para pencari bantuan. Adapun empat warga Palestina lainnya tewas kelaparan di daerah kantong yang diblokade.

Genosida Israel di Gaza telah memasuki hari ke-679, dengan pembunuhan terhadap lebih dari 61.776 orang, termasuk 239 orang karena kelaparan. Selain pembunuhan, penghancuran juga semakin intensif.

Penghancuran rumah telah membuat ratusan ribu orang mengungsi, yang memaksa mereka berlindung di tenda yang sesak atau bangunan yang rusak.

Pengadilan Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan pada November lalu untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional. Organisasi kemanusiaan internasional berulang kali memperingatkan bahwa penghancuran besar-besaran properti sipil di Gaza melanggar hukum internasional, yang melarang hukuman kolektif dan penargetan infrastruktur sipil.

Israel Berencana Pindahkan Warga Gaza

Melansir Anadolu, yang mengutip sumber Israel, menyebut bahwa beberapa negara telah menunjukkan "keterbukaan yang lebih besar" untuk menerima warga Palestina yang mengungsi akibat perang Gaza, meski belum ada kesepakatan yang dicapai.

Hingga Kamis pagi, satu-satunya tanggapan resmi datang dari Sudan Selatan.

Kementerian Luar Negeri Sudan Selatan mengeluarkan pernyataan pada hari Rabu yang membantah laporan adanya diskusi dengan Israel, menyebutnya "tidak berdasar" dan tidak mencerminkan kebijakan resmi negara tersebut.

Media Israel juga melaporkan Wakil Menteri Luar Negeri Sharren Haskel tiba di Sudan Selatan pada hari Rabu dalam kunjungan pertama seorang pejabat Israel ke negara itu, dengan spekulasi perjalanannya terkait dengan rencana relokasi.

Rencana untuk mengusir paksa warga Palestina dari Gaza telah ditolak secara luas Palestina, negara-negara Arab, dan sebagian besar masyarakat internasional karena dianggap melanggar hukum humaniter dan hak asasi manusia internasional.

Cuaca Ektrem Perburuk Situasi di Gaza

Tingginya suhu musim panas dan tingkat kekurangan air memperburuk kondisi di Gaza yang dilanda perang dan meningkatkan penderitaan dehidrasi di antara penduduk wilayah tersebut, kata badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) pada Kamis.

"Suhu di Gaza melonjak di atas 40°C, memperburuk situasi yang memang sudah parah," kata badan PBB tersebut di situs perusahaan media sosial berbasis di Amerika Serikat, X.suhu di Gaza

"Dengan ketersediaan air yang sangat terbatas, tingkat dehidrasi semakin meningkat," tambah UNRWA.

Lembaga PBB itu mencatat bahwa pemadaman listrik dan kekurangan bahan bakar membuat masyarakat "tidak merasakan kelegaan dari panas ekstrem."

UNRWA kembali menyerukan gencatan senjata segera. Peringatan ini muncul saat daerah kantong yang terkepung itu dilanda gelombang panas yang intens.

Cuaca di Gaza berkisar antara 30-40 derajat Celcius, dan bahkan lebih panas lagi di dalam tenda-tenda darurat yang dilapisi lembaran plastik yang memerangkap panas dan menghalangi aliran udara.

Kondisi pahit ini mendorong banyak keluarga pengungsi meninggalkan tempat penampungan mereka di jam-jam terpanas, meskipun di luar sana terdapat bahaya.

Setelah lebih dari 22 bulan serangan udara tanpa henti dan pengungsian massal, masyarakat di Gaza masih terjebak antara cuaca yang terik dan kehancuran akibat perang.

Pemadaman listrik yang terus-menerus, kekurangan air bersih, dan infrastruktur yang runtuh semakin meningkatkan risiko dehidrasi dan penyakit terkait panas lainnya di seluruh wilayah tersebut.

Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, melaporkan bahwa lebih dari 40.000 anak telah terbunuh atau terluka akibat pemboman dan serangan udara Israel di Gaza.

Selain itu, sedikitnya 17.000 anak kini tidak memiliki akses ke pengasuh atau terpisah dari keluarga mereka, sehingga mereka berada dalam situasi yang tidak menentu.

UNRWA juga menyoroti bahwa satu juta anak menderita trauma psikologis yang parah, menyebabkan mereka tidak dapat bersekolah dan menjalani kehidupan sehari-hari.

Ia lebih lanjut memperingatkan gelombang panas yang sedang berlangsung, dengan suhu melebihi 40°C, memperburuk kondisi kemanusiaan yang sudah mengerikan.

Selain itu, persediaan air yang terbatas meningkatkan risiko dehidrasi, sementara listrik dan bahan bakar yang langka membuat mustahil untuk meringankan dampak panas ekstrem.

“Panas yang ekstrem memperburuk situasi yang sudah tragis ini,” kata UNRWA dalam sebuah pernyataan di akun media sosial resminya.

UNRWA menekankan gencatan senjata yang mendesak untuk memungkinkan bantuan kemanusiaan menjangkau mereka yang paling membutuhkan.

Saat ini lebih dari dua juta warga Palestina di Gaza menghadapi kehausan hebat karena akses ke sumber air dasar telah sangat terganggu.

Rekor suhu yang tinggi memperparah kekurangan air minum dan air untuk penggunaan sehari-hari, sehingga semakin membebani sumber daya yang sudah terbatas.

Perserikatan Bangsa-Bangsa melaporkan bahwa sekitar 2,2 juta warga Palestina di Gaza sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan, karena layanan perawatan kesehatan, air, dan sanitasi runtuh dan kekurangan gizi menyebar, terutama di kalangan anak-anak.

Krisis kemanusiaan di Gaza terus memburuk seiring berlanjutnya genosida Israel, sementara pengungsian paksa, keterbatasan sumber daya, dan suhu panas ekstrem menciptakan salah satu keadaan darurat paling parah di wilayah tersebut.

Mila

× Image