Home > Serba Serbi

Menyingkap Misteri Kota Balikpapan: Mengapa Jalanannya Penuh Tanjakan?

Ini membuat Balikpapan memiliki kontur yang tidak seragam.
Tanjakan sekitar Hermina, Kota Balikpapan. (SekitarKaltim.ID)
Tanjakan sekitar Hermina, Kota Balikpapan. (SekitarKaltim.ID)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Bagi siapa pun yang pernah berkunjung ke Balikpapan, satu hal yang pasti, langsung terasa karakteristik jalannya yang didominasi tanjakan dan turunan.

Fenomena ini sering kali memancing pertanyaan: mengapa Balikpapan memiliki topografi yang begitu berbukit, bahkan di wilayah yang dekat dengan pesisir?

Jawaban paling fundamental terletak pada kondisi topografi dan geologi Balikpapan.

Sekitar 85% wilayah Kota Balikpapan daerah berbukit-bukit, hanya sekitar 15% daerah datar yang sempit dan terletak di daerah sepanjang pantai dan daerah di antara perbukitan.

Jalanan menanjak dan menurun, tak hanya di jalan raya.

Tapi juga di kawasan perumahan, gang-gang, dan hampir merata di seluruh kecamatan. Kecuali wilayah-wilayah tertentu, seperti Balikpapan Kota atau wilayah pesisir di kawasan Manggar, Teritip dan Lamaru. Tanjakan terbanyak berada di kawasan Balikpapan Utara.

Kondisi topografi dan litologi wilayah di Balikpapan rawan terhadap gerakan tanah longsor. Dalam beberapa kasus terjadi musibah longsoran dengan berbagai skala.

Secara geomorfologi wilayah Balikpapan bisa dibagi menjadi tiga satuan, yaitu satuan dataran pantai yang menempati wilayah di sekitar pantai. Satuan ini memperlihatkan morfologi dataran, batuan tersusun endapan pantai.

Sedangkan satuan lembah sungai menempati wilayah di sekitar sungai dengan memperlihatkan morfologi dataran sampai dengan perbukitan landai bergelombang.

Satuan yang ketiga satuan geomorfologi perbukitan lipatan.

Satuan ini memperlihatkan morfologi perbu kitan landai sampai curam. Arah perbukitan umumnya berarah timurlaut baratdaya. Sedangkan di bagian barat arah perbukitan baratlaut tenggara.

Batuan yang menyusun satuan perbukitan umumnya terdiri dari batupasir, lanau, lempung dan batubara. Satuan morfologi perbukitan merupakan satuan yang mendomi-nasi wilayah ini.

Tak seperti kota pesisir lain di Indonesia yang cenderung datar, Balikpapan secara geografis berada di wilayah perbukitan yang langsung berbatasan dengan pesisir.

Kota ini bagian dari cekungan endapan tersier, yang terbentuk jutaan tahun lalu akibat proses geologi kompleks. Formasi batuan di bawah tanah didominasi batuan sedimen yang terlipat dan terangkat, menciptakan bukit-bukit yang kini menjadi ciri khas kota.

Terbentuknya Rangkaian Perbukitan

Berdasarkan analisis geologi dari data Badan Geologi Kementerian ESDM, struktur permukaan Balikpapan didominasi oleh Formasi Balikpapan. Formasi terdiri dari lapisan batuan lempung, batupasir, dan batulanau yang mengalami pengangkatan tektonik.

Proses inilah yang menyebabkan terbentuknya rangkaian bukit dan lembah yang menjadi kontur alami kota saat ini. Alasan lain sejarah pembentukan danau purba di wilayah tersebut. Dahulu kala, sebagian besar wilayah Balikpapan danau raksasa.

Sedimentasi dari danau ini, yang kemudian mengalami pengangkatan geologis dan tergerus oleh erosi, menciptakan pola perbukitan yang kita lihat sekarang.

Ini membuat Balikpapan memiliki kontur yang tidak seragam, di mana daerah datar sangat terbatas dan hanya ditemukan di area pesisir dan muara sungai.

Aspek hidrologi juga berperan besar. Sungai-sungai di Balikpapan, seperti Sungai Ampal, mengalir membelah bukit-bukit ini. Erosi yang terus menerus dilakukan oleh aliran sungai selama ribuan tahun turut membentuk lembah dan celah di antara perbukitan.

Interaksi antara sungai, laut, dan perbukitan inilah yang menciptakan topografi Balikpapan yang khas.

Pembangunan infrastruktur di Balikpapan secara alami harus beradaptasi dengan kondisi geografis ini. Tidak seperti di kota-kota lain, di mana pembangunan bisa dilakukan secara linier, pembangunan jalan di Balikpapan harus mengikuti kontur perbukitan.

Ini menjelaskan mengapa banyak jalan utama, seperti Jalan Jenderal Sudirman atau kawasan menuju RSKD Kanudjoso, memiliki kelokan dan tanjakan yang signifikan.

Tantangan topografi ini menuntut para perencana kota dan insinyur untuk merancang jalan yang efisien dan aman.

Alih-alih meratakan bukit-bukit, yang akan menimbulkan biaya besar dan dampak lingkungan, pendekatan yang diambil mengoptimalkan pembangunan jalan dengan mengikuti alur alami lahan.

Hal ini juga membantu meminimalisir risiko erosi dan longsor.

Jalan menanjak di Kota Balikpapan. (SekitarKaltim.ID)
Jalan menanjak di Kota Balikpapan. (SekitarKaltim.ID)

Data dari Dinas Pekerjaan Umum Balikpapan menunjukkan persentase jalan yang memiliki kemiringan di atas 5% jauh lebih tinggi dibanding dengan kota-kota lain di Indonesia.

Hal ini bukan karena kegagalan perencanaan, melainkan keputusan strategis untuk melestarikan kontur alam dan meminimalkan biaya konstruksi yang tidak perlu.

Meskipun jalanan yang menanjak sering dianggap tantangan, faktanya hal ini justru memberikan manfaat dan keunikan tersendiri bagi Balikpapan.

Salah satu manfaatnya sistem drainase alami yang lebih baik. Air hujan lebih mudah mengalir ke dataran rendah dan laut, mengurangi risiko banjir di banyak area, meskipun genangan air masih bisa terjadi di daerah cekungan.

Selain itu, kontur berbukit ini memberi pemandangan kota yang spektakuler. Dari puncak-puncak bukit, seperti di Jalan Minyak atau Jalan Manuntung, masyarakat bisa melihat panorama kota, teluk, dan kapal-kapal yang berlabuh.

Pemandangan inilah yang sering menjadi daya tarik pariwisata dan menambah keindahan kota.

Jalan yang menanjak juga berkontribusi pada pengembangan kawasan pemukiman yang unik. Banyak perumahan dibangun di lereng-lereng bukit, menawarkan pemandangan indah dan sirkulasi udara lebih baik. Hal ini menciptakan lingkungan yang berbeda dari perumahan di kota-kota dataran rendah.

Namun, ada pula tantangan yang harus dihadapi.

Jalanan yang menanjak menuntut perawatan kendaraan yang lebih intensif, terutama pada sistem rem dan mesin. Pengendara juga perlu memiliki keterampilan mengemudi yang lebih baik, terutama saat melintasi tanjakan curam atau saat kondisi jalan basah.

Pemerintah Balikpapan terus berupaya mengatasi tantangan ini dengan membangun infrastruktur pendukung, meskipun skalanya masih terbatas. Tujuannya untuk meningkatkan kelancaran lalu lintas di area yang sangat curam, terutama di pusat kota.

Mengacu data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Balikpapan, pengembangan infrastruktur saat ini berfokus pembangunan yang akan mengurangi kepadatan di pusat kota dan memberikan rute alternatif bagi kendaraan yang melewati kawasan berbukit.

Ini langkah strategis untuk mengoptimalkan mobilitas di Balikpapan.

Jadi, jalanan yang menanjak di Balikpapan bukan sebuah kebetulan, melainkan hasil dari interaksi kompleks antara faktor geologis alami, sejarah, dan perencanaan kota yang cerdas.

Kondisi ini memberi tantangan, tapi juga menciptakan keunikan dan keindahan yang menjadikan Balikpapan sebagai Kota Minyak, yang istimewa di Indonesia.

Banyak ‘Gunung’ Tanpa Pendaki

Selain terkenal dengan wilayah perbukitan, kota Balikpapan juga dikenal banyak ‘gunung’.

Namun, di Balikpapan, diksi “gunung” merujuk ke kawasan atau daerah yang berada di dataran tinggi. Yang tanpa pendaki. Sebab bukan gunung secara harfiah seperti di Pulau Jawa dan pulau lainnya.

Kawasan yang disebut ‘gunung’ lantaran terdiri dari perbukitan, dengan kontur jalan menanjak dan kerap membuat pengendara motor dag dig dug der. Apalagi kalau baru pertama kali.

Ada banyak ‘gunung’ di kota ini. Sedikitnya ada belasan nama kawasan dengan awalan gunung. Mulai Gunung Malang sampai Gunung Bahagia.

Beberapa kawasan dengan sebutan ‘gunung’ lainnya, antara lain: Kawasan Gunung Pasir, Gunung Kawi, Gunung Dubs, Gunung Bakaran, Gunung Bugis.

Ada pula kawasan bernama Gunung Guntur, Gunung Samarinda, Gunung Bahagia, Gunung Sari Ilir, Gunung Sari Ulu, Gunung Tembak.

Selanjutnya, Gunung Polisi, Gunung Malang, Gunung Empat, Gunung Pipa, dan kawasan berawalan gunung lainnya. Di Balikpapan memang banyak sekali gunung.

Tapi bukan untuk didaki sebagaimana Gunung Lauw, Bromo, Gunung Semeru, Gunung Rinjani, atau Gunung Jaya Wijaya. Meski begitu, kawasan ‘gunung’ di kota ini sangat laik dikunjungi dan dinikmati.

Taufik Hidayat

× Image