Korban Genosida Penjajah Israel, 68 Warga Palestina Tewas dalam 24 Jam Terakhir

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Sedikitnya 68 warga Palestina tewas dan 346 lainnya terluka di Jalur Gaza selama 24 jam terakhir akibat genosida di wilayah tersebut, menurut sumber medis.
Kantor Berita Palestina WAFA, melaporkan Otoritas kesehatan setempat mengonfirmasi bahwa jumlah korban tewas Palestina akibat serangan penjajah Israel sejak Oktober 2023 telah meningkat menjadi 64.871 jiwa, dengan tambahan 164.610 orang mengalami luka-luka.
Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak.
Rumah sakit juga mencatat dua kematian tambahan akibat kelaparan dan kekurangan gizi parah dalam 24 jam terakhir, sehingga jumlah total kematian terkait kelaparan di wilayah tersebut menjadi 420, termasuk 145 anak-anak.
Layanan darurat masih belum dapat menjangkau banyak korban dan mayat yang terjebak di bawah reruntuhan atau berserakan di jalan di wilayah kantong yang dilanda perang.
Sebab sampai kini pasukan pendudukan Israel terus menargetkan ambulans dan kru pertahanan sipil, menurut otoritas kesehatan.
Serangan genosida Israel terus berlanjut tanpa henti meski ada seruan dari Dewan Keamanan PBB untuk gencatan senjata segera dan arahan dari Mahkamah Internasional yang mendesak tindakan untuk mencegah genosida dan meringankan situasi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza.
Sepanjang Agustus 540 Warga Palestina Ditahan di Tepi Barat
Organisasi advokasi tahanan Palestina melaporkan bahwa pasukan pendudukan Israel menahan setidaknya 540 warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki, termasuk Yerusalem, selama bulan Agustus 2025.
Di antara mereka yang ditahan terdapat 49 anak-anak dan 19 perempuan.
Dengan demikian, jumlah total tahanan di Tepi Barat sejak awal genosida mencapai lebih dari 19.000 orang, termasuk lebih dari 590 perempuan dan sekitar 1.550 anak-anak.
Angka ini mencakup individu-individu yang kemudian dibebaskan dan tidak termasuk ribuan tahanan dari Jalur Gaza.
Data itu diterbitkan dalam laporan bulanan bersama yang dikeluarkan Komisi Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan, Masyarakat Tahanan Palestina, dan Asosiasi Dukungan Tahanan dan Hak Asasi Manusia Addameer, yang memantau dan mendokumentasikan pelanggaran terkait penahanan oleh otoritas Israel.
Organisasi-organisasi tersebut menyatakan bahwa pasukan Israel telah melanjutkan kampanye penahanan yang meluas di seluruh Tepi Barat, sementara juga menahan puluhan orang dari Gaza.
Termasuk individu-individu yang sedang menunggu bantuan kemanusiaan—suatu wilayah yang semakin berubah menjadi perangkap pembunuhan, penahanan, dan penyiksaan oleh pasukan Israel.
Menurut laporan tersebut, pola sistematis telah menyertai penahanan ini, termasuk penggerebekan malam yang disertai kekerasan, perusakan properti, penyerangan fisik terhadap tahanan dan keluarga mereka, ancaman pembunuhan, serta penyitaan uang, perhiasan, dan barang elektronik.
Keluarga-keluarga sering disandera selama penggerebekan, dan interogasi lapangan sering dilakukan di rumah-rumah atau pos-pos militer darurat.
Organisasi-organisasi tersebut lebih lanjut mencatat bahwa kekerasan pemukim telah memainkan peran memperluas cakupan penahanan.
Khususnya di desa-desa dan daerah-daerah yang mengalami penjajahan intensif, di mana puluhan orang telah ditahan dan diinterogasi sehubungan dengan konfrontasi yang melibatkan para pemukim.
Terjadi pula peningkatan nyata penggunaan penahanan administratif—praktik menahan individu tanpa dakwaan atau pengadilan—sebuah kebijakan yang menurut organisasi-organisasi tersebut digunakan untuk merusak kehidupan politik, sosial, dan budaya.
Terutama yang menyasar mahasiswa, jurnalis, pembela hak asasi manusia, dan mantan tahanan.
Tahanan administratif kini mencakup lebih dari 32 persen dari total jumlah warga Palestina yang ditahan di penjara Israel, termasuk wanita dan anak-anak.
Laporan itu juga menekankan bahwa sekitar 90 persen banding dan petisi terhadap perintah penahanan administratif telah ditolak oleh pengadilan militer Israel sejak awal perang.
Yang menunjukkan peran peradilan sebagai alat utama dalam melegitimasi dan melestarikan bentuk penahanan sewenang-wenang ini.
Zionis Israel Lakukan Pembersihan Etnis
Kantor Media Pemerintah Gaza (GMO) mengatakan pada Days of Palestine, pada Sabtu bahwa pasukan pendudukan Israel (IOF) telah menghancurkan 1.600 bangunan tempat tinggal dan lebih 13.000 tenda yang melindungi keluarga-keluarga pengungsi sejak melancarkan serangan mereka pada 11 Agustus.
Operasi ini telah memaksa lebih dari 350.000 penduduk dari permukiman di timur Kota Gaza untuk pindah ke wilayah tengah dan barat.
Dalam pernyataannya, GMO mengutuk tindakan IOF yang menargetkan pemukiman warga sipil, dan menggambarkannya sebagai “brutal” dan bagian dari kebijakan sistematis “genosida, pembersihan etnis, dan pemindahan paksa.”
Kantor tersebut menolak klaim Menteri Perang Israel, Yisrael Katz, bahwa "gerbang neraka di Gaza telah terbuka terhadap perlawanan."
Seraya menekankan kenyataan menunjukkan pendudukan "secara sistematis menembaki warga sipil tak bersenjata, menghancurkan rumah, rumah sakit, sekolah, masjid, dan tenda, bukan target militer."
Menurut GMO, serangan itu telah mengakibatkan pembongkaran total lebih dari 1.600 menara hunian bertingkat, kerusakan parah pada 2.000 bangunan lainnya, dan penghancuran lebih dari 13.000 tenda tempat keluarga-keluarga pengungsi berlindung.
Pada bulan September saja, 70 bangunan rata dengan tanah, 120 bangunan lainnya rusak parah, dan 3.500 tenda hancur.
Menara-menara yang dihancurkan berisi lebih dari 10.000 unit rumah yang dihuni lebih dari 50.000 jiwa. Sementara itu, tenda-tenda yang dihancurkan oleh serangan IOF telah menampung lebih dari 52.000 orang yang mengungsi.
Secara total, kata GMO, lebih dari 100.000 orang telah kehilangan rumah mereka, dan lebih dari 350.000 penduduk terpaksa mengungsi dari lingkungan timur seperti Shuja'iyya, Zeitoun, Tuffah.
Lalu di Daraj, Sheikh Radwan, Sabra, Al-Nasr, Tel al-Hawa, dan Sheikh Ajleen, serta daerah di kamp al-Shati dan subdivisi Shuja'iyya, termasuk Harazin, Turkman, dan al-Muntar.
"Pendudukan tersebut sengaja menargetkan warga sipil, rumah mereka, dan lokasi pengungsian, melakukan genosida yang jelas dan sistematis, pembersihan etnis, dan pengungsian paksa," kata pernyataan itu, mendesak masyarakat internasional segera campur tangan melindungi warga Gaza.
Pertahanan Sipil melaporkan serangan udara yang terus berlanjut pada hari Sabtu, sementara pesawat-pesawat IOF menjatuhkan selebaran baru yang memerintahkan penduduk di wilayah barat Kota Gaza untuk mengungsi.
Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa lebih dari satu juta orang tinggal di Kota Gaza dan sekitarnya sebelum Israel meningkatkan serangannya, termasuk serangkaian serangan minggu lalu yang menghancurkan beberapa menara hunian.
IOF membenarkan pembongkaran itu dengan mengklaim bahwa mereka berusaha "mengintensifkan serangan terarah untuk merusak infrastruktur Hamas dan mengurangi ancaman yang ditimbulkan oleh para pejuangnya."
Namun, organisasi-organisasi kemanusiaan dan badan-badan PBB telah berulang kali memperingatkan kebijakan tersebut termasuk kejahatan perang dan berisiko menciptakan bencana kemanusiaan yang tidak dapat diubah.
Mila