Lestarikan Sejarah Lewat Buku, Kesultanan Daerah Ingatkan Persatuan

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Buku biografi Aji Galeng: Penjaga Negeri Peletak Peradaban, dinilai sebagai salah satu upaya untuk melestarikan sejarah di tanah Benua Etam.
Buku ini ditulis Bambang Arwanto Kepala Dinas ESDM Kaltim sekaligus Ketua Yayasan Aji Galeng. Yang juga keturunan generasi kelima bergelar Kakah Demong Agung Nata Kusuma Diningrat.
Sosok Aji Galeng termasuk bangsawan kharismatik yang berperan besar sebagai pemersatu Paser dan Kutai sekaligus penjaga tanah Telake-Balik. Wilayah yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.
Peluncuran buku ini mendapat sambutan hangat dari berbagai kesultanan di Kalimantan dan Sulawesi.
Sultan Gunung Tabur Berau, Aji Raden Muhammad Bahrun menegaskan pentingnya buku ini sebagai pengingat sejarah.
Ia berharap semoga anak cucu bangsa ini bisa mengenal tokoh besar bernama Aji Galeng.
“Dulu raja-raja di daerah ini bersatu-padu, tapi Belanda memecah-belah. Buku ini mengingatkan kita pada persatuan,” ujarnya pada peluncuran buku Aji Galeng, Selasa (16/9/2025).
Dukungan juga datang dari Pemangku Dewan Adat Kesultanan Sambaliung Berau, Hasanuddin. Ia menilai semangat Aji Galeng harus diwariskan ke generasi muda.
“Aji Galeng sangat berperan di wilayah Paser. Semoga semangatnya bisa diteladani anak-anak muda,” katanya.
Begitu pun Kedaton Pamana Kesultanan Wajo, Andi Syahrasad Datuk Palawarukka menilai karya ini penting sebagai bekal sejarah.
“Kami mendukung penuh upaya pengembangan sejarah agar tidak hilang ditelan zaman,” tuturnya.
Peluncuran buku Aji Galeng bukan sekadar peringatan sejarah, melainkan momentum meneguhkan semangat kebersamaan untuk pembangunan IKN sebagai peradaban baru di Bumi Etam.
Aji Galeng Pahlawan Pemersatu
Ketua Yayasan Aji Galeng, Bambang Arwanto Gelar Kakah Demong Agung Nata Kusuma Diningrat, menyebut buku ini sebagai upaya menggali kembali jejak tokoh lokal yang berperan penting menjaga negeri dan membangun persatuan.
“Dengan peluncuran buku ini, kita menggali sejarah tokoh lokal yang bisa memberikan spirit bagi pembangunan IKN, memupuk patriotis, cinta tanah air, dan membangun peradaban dengan semangat kebersamaan (nyempolo),” ungkapnya.
Aji Galeng lahir tahun 1790 dari garis bangsawan Kesultanan Paser dan Kutai.
Dikenal sebagai figur kharismatik yang mampu mempersatukan dua tanah, Telake dan Balik, melalui ikatan politik antara Kesultanan Kutai dan Kesultanan Paser.
Kini, wilayah yang pernah ia jaga berkembang menjadi Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan sebagian Kutai Kartanegara yang sekaligus menjadi lokasi Ibu Kota Nusantara.
Pada 1819, Sultan Kutai Kartanegara ke-16, Aji Muhammad Salehuddin mengangkat Aji Galeng sebagai panglima perang. Setahun kemudian, memimpin pasukan mengusir serangan Inggris yang merampas kebun rotan dan sarang burung walet di Muara Pahu, Toyu, dan Sepaku.
Pada 1821, Aji Galeng ditabalkan sebagai Panembahan dan ditugasi memimpin wilayah Telake-Balik yang berpusat di Lembakan.
Tugas utamanya bukan hanya menjaga kekayaan negeri, tetapi juga mempersatukan rakyat.
Kehebatannya semakin tampak saat menghadapi Belanda. Tahun 1825, ia memimpin pertempuran sengit di Sepaku selama 93 hari, berhasil memukul mundur pasukan kolonial.
Pada 1880, Aji Galeng bersama cucunya Aji Sumegong selaku Adipati Sepaku sekaligus panglima muda, kembali menorehkan kemenangan besar dengan menggagalkan ambisi Belanda menguasai sarang burung walet di Toyu dan Sepaku.
Aji Galeng wafat pada 1882 dan dimakamkan di Lembakan. Namun jejak perjuangan dan semangatnya tetap hidup. Tokoh ini kini dipandang sebagai simbol persatuan, penjaga kekayaan negeri, sekaligus peletak peradaban di tanah yang kini menjadi pusat pemerintahan baru Indonesia.
Yan Andri