Home > Regional

Kalimantan Timur Masuk 10 Besar Provinsi Paling Korup di Indonesia

Seperti Banten masa silam, saat ini Kaltim juga didominasi kepemimpinan dinasti.
Ilustrasi, korupsi. (hukumonline)
Ilustrasi, korupsi. (hukumonline)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyajikan data terbaru mengenai provinsi terkorup di Indonesia. Kalimantan Timur, masuk dalam 10 besar kasus korupsi.

Sampai kini, korupsi masih menjadi momok membahayakan Indonesia. Daya rusaknya bisa menimbulkan angka kemiskinan dan pengangguran.

Meski pemerintah dan berbagai lembaga antikorupsi berupaya melakukan pencegahan, faktanya praktik korupsi, bahkan sampai tingkat daerah, masih marak terjadi.

Tumbuh suburnya dinasti keluarga ikut mendorong maraknya kasus korupsi di berbagai daerah. Seperti di Banten, Kaltim juga memiliki kepemimpinan dinasti keluarga, baik eksekutif maupun legislatif.

Menurut laporan ICW, sepanjang tahun 2024 tercatat ada 364 kasus korupsi dengan 888 tersangka. Total kerugian keuangan negara sangat fantastis, menembus Rp 279,9 triliun.

Angka ini disertai nilai suap sebesar Rp157 miliar, pungutan liar Rp1,85 miliar, dan pencucian uang yang nilainya mencapai Rp172,2 miliar.

Secara nasional, jika diurutkan berdasarkan jumlah kasus, ada 12 provinsi yang menempati posisi teratas sebagai daerah paling rawan korupsi. Kalimantan Timur masuk dalam daftar ini.

Sepanjang periode pemantauan, di Kaltim terungkap 15 kasus korupsi yang melibatkan 37 tersangka. Jumlah ini menempatkan Kaltim sejajar daerah-daerah lain yang mashyur menjadi sorotan korupsi.

Untuk kasus korupsi di Kaltim menyebabkan kerugian negara mencapai Rp96,3 miliar dan nilai suap yang sebesar Rp16,36 miliar.

Meski nilainya bukan tertinggi di Indonesia, besarnya nilai suap ini menjadi indikator praktik korupsi dan nepotisme makin kokoh di Kaltim.

Berikut rincian 12 provinsi dengan jumlah kasus korupsi tertinggi di Indonesia:

Riau: 35 Kasus, 76 tersangka.

Nusa Tenggara Timur: 29 Kasus, 63 tersangka.

Aceh: 24 Kasus, 56 tersangka.

Bengkulu: 21 Kasus, 68 tersangka.

Bali: 19 Kasus, 30 tersangka.

Sumatera Utara: 17 Kasus, 52 tersangka.

Kepulauan Riau: 16 Kasus, 32 tersangka.

Kalimantan Barat: 16 Kasus, 42 tersangka.

Kalimantan Timur: 15 Kasus, 37 tersangka.

Sulawesi Tenggara: 13 Kasus, 32 tersangka.

Sulawesi Utara: 12 Kasus, 28 tersangka.

Sulawesi Tengah: 11 Kasus, 17 tersangka.

Dugaan Korupsi dalam Proyek IKN

Pada Juli silam, ICW juga mengungkap potensi dugaan pada proyek di Ibu Kota Nusantara, IKN. Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan mengungkap, pembangunan IKN di Kaltim, menjadi salah satu pemicu melemahnya perekonomian nasional.

Ia menilai proyek yang memerlukan anggaran Rp466 triliun itu, sulit berjalan baik, karena menguras anggaran negara dalam jumlah jumbo.

“Banyak sekali kebijakan yang membuat ekonomi kita buruk, melemah. Misalnya pemindahan ibu kota IKN, sudah jelas-jelas bahwa itu impossible, Undang-undangnya pun melanggar konstitusi,” ujar Anthony pada Rabu (16/7/2025).

Pernyataan Anthony sejalan temuan ICW pada medio tahun lalu. ICW menemukan kekhawatiran investor asing terhadap jaminan bebas korupsi ketika menanamkan modal di IKN.

Temuan ICW lainnya menyebut, sebanyak 24 proyek di IKN memiliki potensi kecurangan dengan total anggaran Rp8,57 triliun. Salah satu yang mengemuka adalah pembangunan jalan tol di IKN.

Anthony menambahkan, pembangunan IKN sangat tidak rasional dilakukan karena berada di tengah hutan yang berpotensi terkendala dalam mengatur hunian masyarakat.

Meski demikian, lanjut Anthony, proyek IKN bisa berjalan jika pemerintah konsisten melakukan pembangunan berkesinambungan.

Yang menjadi persoalan manakala komitmen melanjutkan proyek IKN, tidak bisa dipertahankan.

Status Kaltim sebagai salah satu provinsi paling rawan korupsi menjadi alarm keras, terutama di tengah masifnya pembangunan IKN yang melibatkan dana dan proyek berskala raksasa.

Mengacu analisis umum ICW, faktor-faktor risiko seperti potensi tingginya biaya politik, celah dalam pengawasan desentralisasi fiskal, dan lemahnya kontrol proyek pengadaan barang/jasa menjadi salah satu pemicu berulang yang berpotensi menyuburkan korupsi di daerah.

Semua risiko ini menjadi semakin relevan bagi Kaltim yang kini menjadi pusat perhatian nasional.

Temuan ini harus menjadi peringatan bagi semua pihak untuk memperkuat sistem pengawasan, transparansi, dan partisipasi publik.

Tanpa mitigasi yang serius, mega-proyek IKN dan sejumlah pembangunan di daerah di Kaltim berisiko dinodai oleh praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.

KPK Minta Kaltim Tutup Celah Korupsi

Diwartakan sebelumnya, KPK meminta Pemprov Kaltim berkomitmen memperkuat integritas dan menutup celah potensi korupsi di lingkungan pemerintahan.

Ketua KPK, Setyo Budiyanto menyampaikan Kalimantan Timur punya potensi besar menjadi daerah maju, tapi potensi ini harus dikelola dengan tata pemerintahan bersih dan berintegritas.

“Pejabat seharusnya menjaga integritas, tidak terjebak sistem yang dilahirkan dengan celah. Paham tata kelola kewajiban, menjalankan tugas dengan integritas keniscayaan,” ujar Setyo dalam Rapat Koordinasi KPK Daerah Wilayah Kaltim tahun 2025, di Balikpapan, pada Jumat (12/9/2025).

Agenda itu melibatkan peserta yang terdiri dari anggota DPRD dan Pemerintah Daerah se-Kalimantan Timur. Setyo mengatakan daru data Monitoring center for prevention (MCP) dan Survei Penilaian Integritas tahun 2024, Kalimantan Timur mencatat capaian MCP rata-rata sebesar 80,35 dan SPI sebesar 69,95 dari skala 100.

Skor SPI Provinsi menandakan daerah ini masih berada di zona waspada.

Ia mengungkap Kota Bontang dan Kota Balikpapan menjadi daerah dengan capaian skor MCP tertinggi, masing-masing 95,47 dan 95,34.

Namun, skor MCP beberapa daerah seperti Kabupaten Kutai Timur 61,54 dan Mahakam Ulu 66,76 menunjukkan skor rendah, yang menandakan perlunya peningkatan tata kelola dan pengawasan internal.

Yan Andri

Image
Republika Network

Sekitarkaltim.ID -

× Image