Home > Kolom

Blokir Rekening

Bisa jadi, PPATK memang bermaksud melindungi rekening nasabah. Tetapi kebijakan blokir tiba-tiba tanpa pemberitahuan, dan menyasar masyarakat umum, jelas ada yang salah dalam kebijakan ini.
Ilustrasi. 
Ilustrasi.

Pelbagai keluhan menyeruak. Sejumlah masyarakat kecewa, rekeningnya diblokir tiba-tiba.

Keluhan-keluhan mereka bertebaran di media massa sampai sosial media. Ada rekening untuk tabungan pendidikan anaknya, tapi mendadak kena blokir.

Ada pula yang mengaku tabungan reguler, bahkan masih aktif, tetap terblokir. Begitu pula, pengakuan seorang pria, yang videonya viral: uang di rekeningnya untuk usaha tapi tak bisa diambil. Gegara diblokir.

Yang menyedihkan, uang di rekening untuk pengobatan. Tapi kena blokir PPATK, hingga akhirnya sang ibu meninggal dunia. Begitu banyak kisah pengakuan: lewat tulisan dan video, yang terserak di sosial media.

Pun kekecewaan lain masyarakat, yang berkeluh kesah dan menumpahkannya di media massa.

Mereka terkejut dan kecewa, rekeningnya mendadak diblokir tiba-tiba. Tidak ada peringatan, bahkan tak ada pemberitauan awal sama sekali. Baik dari bank maupun dari PPATK.

Rekening mereka, rerata masih bisa terima transferan dan mengecek saldo. Tapi uangnya tak bisa ditarik. Ada begitu banyak alasan bagi masyarakat untuk mengendapkan tabungannya.

Untuk tabungan pendidikan anak, untuk hadiah anak saat usia dewasa, untuk tabungan kesehatan, dan lainnya.

Pelbagai kebutuhan itu, sama sekali tak ada yang digunakan untuk kejahatan. Tetapi, rekening mereka kena blokir tiba-tiba.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan– PPATK, menghentikan sementara transaksi rekening dormant.

Alasannya sebagai upaya menjaga integritas sistem keuangan dan melindungi nasabah dari penyalahgunaan aset keuangan. Uang nasabah tetap aman. Tidak ada yang dirampas negara. Kebijakan itu, juga mendapat dukungan dari para perbankan.

PPATK melaporkan sejumlah temuan dari analisis dan pemeriksaannya. Terungkap, lebih dari 10 juta rekening penerima bansos tidak pernah digunakan, lebih tiga tahun.

Dana bansos Rp 2,1 triliun hanya mengendap. PPATK mengindikasikan bansos tak tepat sasaran. Hal ini berdasar hasil analisis dan pemeriksaan PPATK sejak 2020.

Selain itu dari 1 juta rekening, lebih dari 150 ribu di antaranya rekening nominee dari jual beli rekening, peretasan, atau cara yang melawan hukum.

Rekening-rekening itu digunakan menampung dana hasil tindak pidana dan menjadi rekening tidak aktif -dormant.

Selanjutnya lebih 50 ribu rekening tidak memiliki aktivitas transaksi sebelum menerima aliran dana ilegal.

PPATK juga menemukan lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran yang dinyatakan dormant, dengan total mencapai Rp 500 miliar.

Padahal secara fungsi, rekening ini seharusnya aktif dan terpantau.

Bisa jadi, PPATK memang bermaksud melindungi rekening nasabah. Tetapi kebijakan blokir tiba-tiba tanpa pemberitahuan, dan menyasar masyarakat umum, jelas tidak dibenarkan.

DPR pun tak setuju dengan tindakan PPATK. Hal itu dinilai sudah terlalu jauh masuk dalam ranah pribadi orang yang mau punya rekening. DPR juga mempertanyakan landasan hukum pemblokiran tersebut. Pengacara kondang Hotman Paris juga iku bersuara soal pemblokiran ini. Ia menilai melanggar HAM.

Melindungi rekening nasabah memang menjadai prioritas. Tapi kalau dampaknya justru merugikan rakyat, tentu saja, pemblokiran tersebut harus dievaluasi lagi. Apalagi, banyak yang slaah sasaran.

Banyak rekening masyarakat yang diblokir tidak pernah terlibat kejahatan finansial apapun. Seharusnya, kalau PPATK sudah bisa menganalisa adanya rekening untuk tindak kejahatan, ya blokir rekening mereka saja. Jangan asal pukul, main blokir tanpa memikirkan dampaknya ke publik.

Terlebih, usai diblokir mereka direpotkan untuk melaporkan rekeningnya. Selain itu, harus menunggu waktu selama 20 hari kerja. Ini jelas bukan tindakan melindungi, tetapi membuat publik makin kecewa. Tentu saja, ada yang salah dari kebijakan ‘main pukul’ pemblokiran rekening publik.

Tidak heran, kini makin banyak sindiran sosial lewat meme. Tulisan-tulisan sarkas bertebaran. Isinya:

“Tanah nganggur dua tahun, disita negara. Rekening nganggur tiga bulan, diblokir negara. Kalian nganggur bertahun-tahun, negara diam saja.”

Sarkas sosial ini merebak viral di sosial media. Pelbagai meme dengan satire serupa beredar luas. Entah di jejaring Instagram, X, Facebook, Tiktok sampai Thread. Sebaran itu makin marak paska pemblokiran PPATK terhadap rekening masyarakat yang mengendap.

Kenapa PPATK tidak membloklir rekening para koruptor dan keluarganya? Mereka jelas-jelas sudah merugikan keuangan negara, dan bertahun-tahun asyik masyuk menikmatinya. Memakan uang rakyat. Uang dari hasil pajak rakyat, yang sudah berpeluh keringat, berlelah-lelah mencari nafkah.

Shalaalahu alaa Muhammad.

Rudi Agung

× Image