Bahaya Keracunan Makanan: Penyebab, Gejala, dan Pencegahan

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Korban keracunan massal usai mengkonsumsi menu Makan Menu Bergizi Gratis (MBG) terus berdatangan.
Di Bandung, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat telah menetapkan kasus dugaan keracunan massal yang menimpa ratusan siswa usai menyantap MBG sebagai Kejadian Luar Biasa. Korban keracunan MBG mencapai 369 siswa.
Berdasar laporan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), sampai Senin 21 September 2025, tercata ada 6.452 kasus keracunan usai menyanpat menu Makan Begizi Gratis- MBG.
Ribuan kasus ini bukan perkara sepele. Para korban bukan sekadar deretan angka. Sejumlah orangtua sudah ada yang mulai ketakutan, trauma. Enggan anaknya menyantap MBG lagi.
Keracunan makanan sebuah kondisi saat seseorang mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri, virus, parasit, atau zat kimia berbahaya.
Kasus ini bisa menyerang siapa saja dan kapan saja, terutama jika kebersihan makanan tidak terjaga. Menurut WHO, setiap tahun ada lebih dari 600 juta orang di dunia yang terkena penyakit akibat makanan tercemar, dengan 420 ribu di antaranya meninggal dunia.
Data ini menunjukkan bahwa makanan bukan masalah sepele.
Penyebab Utama Keracunan Makanan
Keracunan makanan biasanya terjadi akibat makanan yang terkontaminasi bakteri (seperti Salmonella, E. coli, dan Listeria), virus (seperti norovirus), maupun parasit.
Selain itu, bahan kimia berbahaya yang masuk ke rantai makanan, seperti pestisida atau logam berat, juga bisa menjadi penyebab.
Kemenkes RI mencatat sebagian besar kasus keracunan massal di Indonesia dipicu oleh pengolahan makanan yang tidak higienis dan penyimpanan yang tidak sesuai standar.
Gejala Keracunan Makanan
Gejala umum keracunan makanan biasanya muncul dalam beberapa jam hingga beberapa hari setelah mengonsumsi makanan yang tercemar. Gejala yang sering dialami meliputi: Mual dan muntah, diare berair atau berdarah, sakit perut dan kram, demam.
Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention), gejala ini bisa ringan hingga berat, tergantung jenis kontaminan dan kondisi kesehatan penderita.
Risiko pada Anak-anak
Keracunan makanan bisa berakibat fatal pada kelompok rentan, terutama anak-anak, lansia, ibu hamil, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah.
Anak-anak lebih mudah dehidrasi akibat diare dan muntah berulang, sementara lansia seringkali sulit pulih karena kondisi tubuh yang melemah. WHO menegaskan sekitar 40% beban penyakit akibat makanan tercemar terjadi pada anak-anak.
Bahaya Dehidrasi Akibat Keracunan Makanan
Dehidrasi sebuah komplikasi paling umum dari keracunan makanan. Ketika tubuh kehilangan terlalu banyak cairan melalui muntah dan diare, organ vital tidak dapat bekerja dengan baik.
Dalam kasus parah, dehidrasi bisa menyebabkan gagal ginjal, kejang, bahkan kematian. Karena itu, penderita keracunan makanan disarankan segera mengganti cairan dengan oralit atau cairan elektrolit.
Kasus Keracunan Makanan Massal di Indonesia
Di Indonesia, kasus keracunan makanan massal sering terjadi, terutama saat kegiatan sekolah, pesta, atau acara besar.
Berdasarkan data Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes RI, puluhan hingga ratusan orang pernah dirawat akibat makanan yang diolah tanpa standar higienitas.
Penyebab umumnya makanan basi, jajanan sekolah yang tidak higienis, serta olahan daging dan susu yang tidak dimasak sempurna.
Keracunan massal teranyar, terjadi pada ribuan siswa usai melahap menu makanan bergizi gratis.
Bakteri Paling Berbahaya dalam Makanan
Beberapa bakteri penyebab keracunan makanan dikenal sangat berbahaya. Salmonella dapat ditemukan pada telur mentah atau daging ayam yang kurang matang.
E coli sering terdapat pada sayuran mentah atau air yang tercemar. Listeria dapat berkembang pada produk susu yang tidak dipasteurisasi. Ketiga bakteri ini sering memicu wabah besar dan dapat berakibat fatal jika tidak ditangani.
Virus dan Parasit dalam Makanan
Selain bakteri, virus seperti norovirus juga sering menjadi penyebab keracunan makanan. Virus ini sangat menular dan dapat menyebar dengan cepat melalui makanan, minuman, atau kontak langsung dengan penderita.
Parasit seperti Giardia dan Toxoplasma gondii juga dapat mencemari makanan, terutama yang berasal dari daging mentah atau sayuran yang tidak dicuci dengan baik.
Dampak Ekonomi Keracunan Makanan
Selain membahayakan kesehatan, keracunan makanan juga menimbulkan dampak ekonomi. Biaya perawatan medis, kehilangan produktivitas kerja, hingga kerugian bisnis kuliner akibat reputasi buruk dapat mencapai miliaran rupiah.
Menurut WHO, total kerugian ekonomi global akibat penyakit bawaan makanan diperkirakan mencapai 110 miliar dolar per tahun.
Apa yang Harus Dilakukan Saat Mengalami Keracunan Makanan?
Jika mengalami gejala ringan, penderita sebaiknya banyak minum air putih, istirahat, dan mengonsumsi makanan lembut.
Hindari obat antidiare tanpa anjuran dokter karena bisa memperlambat pembuangan racun dari tubuh. Pada kondisi berat, perawatan medis diperlukan, termasuk pemberian cairan intravena atau antibiotik sesuai penyebab.
Keracunan makanan adalah kondisi yang ditandai dengan munculnya mual, muntah, atau diare setelah mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi. Kontaminasi tersebut dapat disebabkan oleh kuman atau racun yang masuk ke dalam makanan.
Umumnya, keracunan makanan dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, kondisi ini terkadang juga dapat membahayakan dan membutuhkan penanganan khusus oleh dokter.
Penyebab dan Gejala
Keracunan makanan terjadi akibat konsumsi telur atau seafood mentah, atau makanan yang terkontaminasi kuman, seperti bakteri Salmonella. Kontaminasi bisa terjadi saat proses awal produksi, misalnya saat penanaman atau pengiriman, atau saat sedang diproses untuk dikonsumsi.
Keracunan makanan juga bisa terjadi akibat mengonsumsi buah dan sayuran yang kotor atau tidak dicuci dengan baik, atau tanaman beracun. Pengolahan makanan beku yang tidak benar, misalnya sembarangan mencairkan daging sapi atau ayam, juga bisa menyebabkan keracunan makanan.
Gejala yang muncul akibat keracunan makanan bervariasi, tergantung pada zat yang mengkontaminasi makanan yang dikonsumsi. Gejala yang sering muncul antara lain diare, mual, muntah, perut kencang atau kram perut, sakit perut melilit, dan sakit kepala.
Pertolongan pertama mengatasi keracunan makanan dengan mencegah dehidrasi.
Penderita dapat minum air putih sedikit demi sedikit, dan tidak mengonsumsi makanan pedas atau terlalu manis untuk mencegah muntah. Selain itu, jangan minum obat antimuntah atau antidiare tanpa anjuran dari dokter.
Adapun metode paling efektif mencegah keracunan makanan dengan mengolah dan mengonsumsi makanan yang bersih dan sehat.
Selain itu, hindari jenis makanan yang belum dipastikan keamanannya.
Meski sebagian besar kasus keracunan makanan dapat ditangani dengan perawatan rumahan, ada kondisi tertentu yang memerlukan penanganan medis segera di IGD. Artikel ini akan membahas gejala-gejala keracunan makanan yang perlu Anda waspadai dan kapan waktunya untuk segera pergi ke IGD.
Dari Kram sampai Kejang
Kram atau nyeri perut sering menjadi tanda awal keracunan makanan dan dapat disertai rasa tidak nyaman. Rasa nyeri ini bisa bervariasi dari ringan hingga parah, tergantung pada tingkat infeksi atau iritasi dalam sistem pencernaan.
Dalam kondisi parah, seseroang yang keracunan bisa mengalam kejang dan sesak nafas.
Adapun mual dan muntah sering kali sebagai reaksi alami tubuh untuk mengeluarkan racun dari dalam sistem pencernaan.
Jika muntah terjadi lebih dari tiga kali dalam satu jam atau disertai dengan tanda dehidrasi seperti bibir kering dan lemas, segera ke IGD rumah sakit terdekat untuk mencegah kondisi yang lebih serius.
Mereka yang keracunan hingga diare, tremasuk gejala umum yang menunjukkan adanya bakteri atau virus dalam sistem pencernaan.
Jika diare berlangsung lebih dari 24 jam dan disertai darah atau lendir, ini bisa menjadi tanda infeksi yang lebih serius dan membutuhkan penanganan medis segera.
Bagi korban keracunan yang mengalami demam dan tubuh lemas yang berlangsung lebih dari 24 jam dapat menandakan adanya infeksi bakteri atau virus yang lebih serius.
Jika demam disertai tubuh yang sangat lemas hingga sulit untuk beraktivitas, segera periksa ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Bila sakit kepala muncul akibat keracunan makanan biasanya terjadi karena dehidrasi atau reaksi tubuh terhadap infeksi. Jika sakit kepala disertai pandangan kabur, kebingungan, atau lemas berlebihan, segera cari pertolongan medis untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
Tanda Keracunan Makanan yang Butuh Penanganan IGD
Diare lebih dari tiga hari. Jika diare berlangsung lebih dari 3 hari, ini menandakan infeksi yang lebih serius. Penanganan di IGD sangat penting untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.
Penglihatan kabur. Penglihatan kabur akibat dehidrasi dari keracunan makanan bisa menjadi indikasi masalah serius yang membutuhkan perhatian medis segera.
Demam tinggi. Jika suhu tubuh mencapai lebih dari 38°C dan berlangsung lama, segera periksakan ke IGD untuk mencegah komplikasi yang lebih serius.
Muntah dan diare terus menerus. Muntah dan diare yang tidak berhenti meningkatkan risiko dehidrasi parah. Di IGD pasien akan mendapatkan infus cairan dan elektrolit untuk mencegah kerusakan organ.
Volume kencing berkurang. Berkurangnya frekuensi atau volume kencing merupakan salah satu tanda awal dehidrasi yang perlu diwaspadai. Jika Anda mengalami kondisi ini, segera kunjungi IGD terdekat.
Mual dan muntah yang parah. Jika mual dan muntah membuat Anda tidak bisa mengonsumsi cairan atau makanan, tubuh bisa mengalami dehidrasi lebih cepat. Segera kunjungi IGD untuk mendapatkan cairan infus guna mencegah kondisi yang lebih buruk.
Mengapa dalam Kasus Keracunan Makanan Penanganan IGD Penting?
Dehidrasi berat, muntah dan diare yang terus-menerus dapat menyebabkan tubuh kehilangan banyak cairan dan elektrolit. Penanganan medis dengan infus sangat dibutuhkan untuk mencegah dehidrasi berat.
Risiko komplikasi lebih lanjut. Jika tidak segera ditangani, keracunan makanan dapat menyebabkan komplikasi seperti infeksi darah atau gagal ginjal. IGD memberikan perawatan yang lebih intensif untuk menghindari risiko ini.
Taufik Hidayat, berbagai sumber