Home > News

Pengusaha Pinjamkan Uang Malah Jadi Tersangka, MAKI Minta Atensi Kapolri

MAKI akan meminta perlindungan dari Presiden Prabowo terhadap Irma yang diduga didzalimi tangan kekuasaan.
Dewan Pendiri MAKI, Choiril Hidayat. (MAKI)
Dewan Pendiri MAKI, Choiril Hidayat. (MAKI)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), menduga ada kejanggalan terhadap status hukum ihwal polemik antara Nurfadiah istri dari Ketua DPRD Kaltim dengan pengusaha asal Samarinda Irma Suryani.

Munculnya pengakuan Nurfadiah soal pinjaman uang kepada Irma, memantik pertarungan hukum dua tokoh perempuan berpengaruh di Kaltim ini, masih jauh dari kata tuntas.

MAKI menilai keputusan Polda Kaltim menetapkan Irma Suryani sebagai tersangka dinilai tidak tepat. Sebab awal persoalan ini adalah persoalan piutang.

Mulanya Nurfadiah meminjam dana sebesar Rp2,7 miliar kepada Irma untuk bisnis solar laut. Pada akhirnya, Irma yang berniat membantu Nurfaidah justru ditetapkan sebagai tersangka.

"Seharusnya penyidik lebih seksama melihat dulu rangkaian awal perkara kasus Irma versus Nurfadiah. Awalnya ini kan piutang bisnis, yang kemudian salah satunya wan prestasi. Maka tuduhan pemerasan dan pengancaman perlu diuji secara objektif dan proporsional," tegas Dewan Pendiri MAKI, Choiril Hidayat, pada Kamis (2/10/2025).

Ia menegaskan, Pasal 368 ayat (1) dan Pasal 369 ayat (1) KUHP yang dikenakan kepada Irma Suryani terkesan dipaksakan. Karena disini Irma bukan menguntungkan diri sendiri atau pihak lain melainkan, ia hanya meminta uang yang dipinjamkan kepada Nurfadiah agar dikembalikan.

"Pasal yang dibuat untuk menjerat Irma ini kurang tepat, bagaimanapun Irma meminta haknya atau modal kerjasamanya dengan Nurfadiah dikembalikan, namun ternyata tidak diberikan. Irma malah dituduh memeras dan merampas sehingga terjadilah saling lapor," ujar Choiril.

Choril juga menyanyangkan laporan Irma ke Polresta Samarinda terkait dugaan tindak pidana cek kosong dan pemalsuan tanda tangan yang diberikan Nurfadiah dan Hasanuddin Mas’ud yang tidak bisa dicairkan Irma, oleh Polisi malah di-SP3 pada Desember 2021 dengan alasan tidak memenuhi unsur tindak pidana.

Keluarnya surat perintah penghentian penyidikan atau SP3, dinilai MAKI penuh kejanggalan.

Kemudian diduga untuk membalas, ganti Nurfadiah melaporkan balik Irma tuduhannya memeras dan merampas. Padahal bisa jadi aset Nur yang ada pada Irma sebagai jaminan atas peminjaman modal usaha solar laut.

Aset tersebut antara lain lima BPKB kendaraan dan enam sertifikat tanah. Bisa jadi itu jaminan yang diserahkan kepada Irma.

"Saya rasa kasus ini memang perlu atensi dari Kapolri biar tidak berlarut-larut. Kalau perlu kami minta perlindungan hukum pada Presiden Bapak Prabowo Subianto, kalau ada yang pihak yang justru melakukan dugaan playing victim dan dugaan memanfaatkan tangan kekuasaan," tegasnya.

Niat Bantu Teman Dekat

Dikonfirmasi pada Kamis, Irma Suryani mengaku tertekan, tak menyangka niat baiknya malah berujung ke hukum. Ia berharap adanya keadilan untuknya. Sekadar diketahui, Hasanuddin Mas’ud adalah saudara kandung dari Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud.

Irma berkisah, awalnya ia berniat bekerjasama dan membantu bisnis hingga berkenan meminjamkan modal berupa uang Rp 2,7 miliar ke Nurfadiah, istri Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud.

Uang yang diberikan Irma kepada Nurfaidah sebagai pinjaman. Uang pinjaman itu ia serahkan sekitar tahun 2018. Saat itu, proses peminjaman tidak menggunakan surat utang.

“Uang itu bilangnya untuk bisnis solar laut. Saya percaya saja karena mereka kan memang bisnis di bidang minyak,” ujar Irma, diriingi isak tangis dari balik selulernya.

Memang, keluarga dari suami Nurfadiah sudah terkenal di Kaltim sebagai pengusaha minyak.

Karena itu, Irma tidak mau menaruh kecurigaan apapun. Uang yang dipinjamkan Irma kepada Nurfaidah, menurut Irma, hanya ‘receh’ bagi keluarga pengusaha minyak tersebut.

Apalagi, ia mengenal dekat sosok Nurfadiah yang dianggap teman baiknya. Uang yang dipinjamkan miliaran itu pun diberikan begitu saja tanpa surat utang. Bermodal kepercayaan dan kedekatan emosional.

Tetapi, ketika ingin menagihnya, Irma diberi jaminan surat-surat penting yang dimiliki Nurfadiah.

“Waktu awal saya pinjamkan tidak ada jaminan. Karena saya kan percaya saja. Pas mau nagih, ia bilangnya belum ada uangnya, baru lah saat itu dikasih jaminan surat sertifikasi, BPKB dan sebuah cek,” ujarnya.

Jaminan itu membuat hatinya merasa tenang. Ia berharap uang itu bisa kembali lagi. Kemudian Irma berniat mencairkan cek tersebut. Ternyata cek tersebut tidak ada uangnya. “Tidak cukup saldo,” katanya.

Ia lantas berkomunikasi kepada Nurfadiah bahwa kasusnya akan dilaporkan, tapi Nur minta agar hal itu jangan dilakukan.

“Karena tetap tidak bisa bayar dan ceknya tak bisa dicairkan, akhirnya saya lapor ke Polresta Samarinda. Kalau cek kosong kan ini sudah termasuk melanggar hukum,” jelas Irma.

Namun saat proses pelaporan Irma berjalan, ia justru dilaporkan balik oleh Nurfadiah melalui Polda Kaltim. Ia pun bingung. Kenapa hal itu bisa terjadi.

Apalagi laporan itu berisi tudingan kalau sertifikat dan BPKB Nur dirampas dari brankas rumahnya.

“Saya dituduh masuk ke rumahnya, ke kamarnya dan mengambil surat-surat penting dari brankasnya. Halu banget kan, dari mana saya punya keberanian sebesar itu. Bagaimana bisa seseorang masuk ke kamar orang lain, lalu merampas isi brankas. Logikanya kan enggak mungin,” imbuh Irma.

Apalagi, lanjut Irma, faktanya surat-surat itu justru diberikan langsung sebagai jaminan. Seiring waktu, Irma kaget karena laporan yang di layangkan ke Polresta Samarinda justru dihentikan.

“Padahal saksi ahli dari Bank Indonesia sudah membenarkan jika cek itu memang kosong. Tapi laporan saya justru dihentikan,” imbuhnya. Irma lebih kaget lagi karena laporan Nur menyebut Irma merampas, memeras dan mencuri diproses Polda.

“Saya malah jadi tersangka. Shock banget, saya dibilang memeras, merampas, mencuri. Saya tertekan dengan masalah ini. Niatnya bantu pinjamkan uang, mau nagih tapi malah jadi tersangka,” ungkapnya.

Yang membuat Irma heran, laporan dari Nurfadiah dibuat sekitar 2021. Setelah empat tahun ia baru jadi tersangka. Sebaliknya saat Irma lebih dahulu melaporkan, kasusnya malah dihentikan.

“Saat dia melaporkan balik, langsung naik lidik. Setelah sudah empat tahun berjalan, saya langsung ditetapkan tersangka. Padahal yang lapor duluan saya, tapi SP-3. Berkasnya P-19 karena tidak ada bukti saya merampas. Nah kenapa saya bisa jadi tersangka? Saya hanya mau uang saya kembali,” heran Irma.

Menurutnya, surat-surat penting Nurfadiah kenapa tidak diminta balik tapi tetap dibiarkan di tangannya. “Surat-surat itupun tidak laku saya jual. Siapa yang mau, la wong surat itu atas nama mereka, karena kan memang sebagai jaminan. Kalau saya merampas atau mencuri, harusnya dari dulu surat itu sudah diminta mereka,” katanya.

Yang akhirnya jaminan tersebut justru menjadi alat yang berbuntut dilaporkannya Irma, bahkan akhirnya berujung tersangka. Ia mengaku memasrahkan kasus ini dan berharap ada keadilan bagi dirinya.

“Saya sudah hopeless, Mas. Semua saya pasrahkan Allah. Keinginan saya hanya uang saya bisa kembali. Gak mau apa-apa. Saya yakin kebenaran dan keadilan masih ada di negara ini,” tutur Irma, menutup perbincangan dari udara.

SP3 Tanpa Kejelasan

Dihubungi terpisah, pengacara Irma Suryani bernama Jumintar Napitupulu menyampaikan ketidakpuasan mereka atas kinerja Polda Kaltim. Ia menilai penetapan tersangka kliennya berbau politis, sebab suami dari Nurfadiah adalah Ketua DPRD Kaltim saat ini.

"Ini kan mereka buat laporan tandingan, ibu Irma yang lebih dahulu melaporkan terkait cek kosong tapi kasusnya di SP3 kan. Tetapi laporan dari pihak sebelah diproses bahkan klien kami ditetapkan sebagai tersangka. Kami menduga ada pengaruh kekuasaan, menduga loh ya, bukan menuduh," tegas Jumintar.

Jumintar menilai perintah penghentian penyidikan atau SP3 yang dikeluarkan pihak Kepolisian tidak sah. Apalagi, pihaknya mengaku tidak menerima surat tersebut.

Yang diterima hanya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan atau SP2HP. Ini adalah surat yang diberikan kepada pelapor soal perkembangan hasil penyelidikan dan penyidikan yang ditandatangani atasan penyidik dengan melalui tahapan-tahapan.

“Dalam SP2HP itu menyatakan perkara kami bukan termasuk tindak pidana. Kok bisa dugaan cek kosong bukan pidana,” ujar Jumintar.

Jumintar juga menyinggung laporan kliennya sudah sempat masuk ke tahap penyidikan. Hingga akhirnya pihaknya mengetahui laporan yang hanya menanti siapa tersangka justru dihentikan tanpa alasan jelas.

"Kami hanya dapat SP2HP yang menyebut kasus ini bukan tindak pidana. Tapi alasan detil penghentian kasus tidak diberikan," ungkap Jumintar.

Informasi yang diperolehnya spesimen tanda tangan pada cek tersebut non-identik berdasar hasil pemeriksaan. Tetapi, lanjut Juminar, dalam cek itu ada dua tanda tangan. Yang dijelaskan hanya satu tanda tangan. Yang satunya tidak.

“Mereka kan perusahaan keluarga, Hasan sebagai Komisaris, Nurfadiah sebagai direktur. Dalam cek ada dua tanda tangan, tapi yang dijelaskan katanya tidak identik itu, hanya satu. Satu teken lain tidak jelas,” ungkapnya.

Pihaknya telah melaporkan penyidik terkait yang telah diputus demosi dalam sidang etik akibat keputusan sepihak SP3 tersebut. "Bagaimana orang yang sudah diputus bersalah masih diberi tugas menangani perkara sedangkan ia bersalah menurut kode etik itu saat menangani perkara ini," ungkapnya.

Jumintar akhirnya membuat laporan ke Mabes, Komnas HAM, Biro Wasidik, Menkopolhukam, dan Kejaksaan Tinggi Kaltim. Sampai kini ia masih menunggu tindak lanjut laporan tersebut.

Terkait konfrontir antara Irma dengan Nurfadiah, sambungnya, ia mengamini sudah terjadi di Polda Kaltim. “Dari keterangan Nurfadiah, ia mengakui ada pinjaman dana miliaran untuk perusahaannya di bidang minyak," jelasnya.

Sampai laporan ini ditulis, media ini belum berhasil mendapat keterangan dari Nurfadiah atau suaminya Hasanuddin Mas’ud. Pesan elektronik yang dikirim kepada Hasan, belum ditanggapi sampai sore hari.

Rudi Agung

Image
Republika Network

Sekitarkaltim.ID -

× Image