Home > Serba Serbi

Kisah Bertutur Dayak Wehea Kalimantan: Legenda Dua Gerhana (Habis)

Perungguk mengejar ke langit sampai batas maksimalnya hingga akhirnya menyerah.
Hedoq. (aman.or.id)
Hedoq. (aman.or.id)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Bulan berkata kepada Perungguk, “Wahai Perungguk, aku bukanlah hak kamu. Aku sudah ditakdirkan bersama Matahari, tidak ada yang bisa bersamaku selain Matahari. Karena hanya kami berdua di dunia ini yang bisa terlepas dari hidup yang hanya sekali. Tidak ada di dunia ini yang bisa hidup berkali–kali kecuali kami,” kata Bulan.

“Kami mati hari ini, besok kami akan hidup lagi. Maka kamilah yang harus bersuami istri, tidak ada satupun yang bisa seperti kami,” tegas Bulan kepada Perungguk.

“Karena jikalau ada kemungkinan aku terima kamu, kemungkinan kamu akan sakit hati. Setelah aku tua dan mati aku akan lahir dan kembali muda. Sedangkan yang lain akan mati seperti tanaman singkong yang tidak akan hidup lagi.”

Dengan nada memaksa Perungguk menjawab, “Aku tak peduli, aku akan tetap sayang dan menjagamu.”

Dengan pura–pura Bulan berkata, “Ya aku terima.”

Bulan sendiri sebenarnya hanya merasa kasihan melihat ketulusan hati si Perungguk.

Perungguk sangat rajin membersihkan luka Bulan, hari demi hari hingga berganti bulan dan tahun sehingga luka di punggung Bulan benar–benar bersih dan sembuh.

Bulan memiliki rencana untuk meninggalkan Si Perungguk. Ia kemudian mulai mengumpulkan peralatan berhias yang dimiliki.

Ada sepotong bambu yang biasa digunakan Bulan untuk mencari kutu. Alat pencari kutu ini kemudian disimpan seakan–akan hilang. Lalu Bulan meminta Perungguk mencari bambu tersebut.

Baca juga: Kisah Bertutur Dayak Wehea Kalimantan (2)

Bulan lalu berkata, “Wahai Perungguk, bisakah carikan alat pencari kutuku yang jatuh di bawah pondok.”

“Mana?” jawab Perungguk, seraya turun keluar menuju kolong pondok.

Saat Perungguk di bawah pondok, Bulan bergegas menyimpan semua peralatan untuk dibawa pergi.

“Aku tidak menemukan alat pencari kutu dari bambu yang kamu maksud Bulan, aku tidak melihatnya,” ujar Perungguk.

“Kamu harus cari sampai dapat bambu itu dan jangan kembali kesini jika kamu sayang sama aku,” pinta Bulan.

Si Perungguk terus mencari sesuai perintah Bulan meski sampai waktu yang lama, ia tidak juga menemukannya. Sedangkan Bulan telah bergegas keluar pondok dan menghambur beras sebagai syarat untuk bisa naik ke angkasa.

Setelah Bulan naik, Perungguk kembali berkata kepada Bulan, “Aku tidak menemukan alat pencari kutumu itu.” Berkali–kali Perungguk bertanya kepada Bulan, tapi Bulan tidak menjawab sama sekali karena sudah semakin tinggi naik keangkasa.

Baca juga: Kisah Bertutur Dayak Wehea Kalimantan (1)

Si Perungguk merasa heran dan bergegas keluar dari kolong pondok sambil menoleh ke atas. Terkejut lah Perungguk melihat Bulan sudah jauh naik ke angkasa.

Dengan hati kesal dan kecewa Perungguk berkata, “Aduh Bulan! Sampai hati kamu, ternyata alat pencari kutu yang hilang itu hanya alat untuk menipu aku. Ternyata kamu memang ingin meninggalkan aku, pantas saja kamu beralasan seperti ini.”

Tak tinggal diam, Perungguk berusaha mengejar sambil memanggil nama Bulan.

Dari ketinggian angkasa Bulan kembali berkata:

“Perungguk, ini memang sudah sumpahku. Apa yang kulakukan padamu sekadar meminta bantuan untuk mengobati luka di badanku. Untuk hidup berkumpul bersamamu, maaf aku tidak bisa,” tegas Bulan.

Bulan semakin tinggi naik ke langit, tapi Perungguk tidak putus asa dengan terus mengejar Bulan hingga akhirnya mencapai batas kemampuannya untuk terbang. Maka turunlah Perungguk.

Ketika Bulan bersinar, Perungguk selalu memandang ke atas sambil menangis memandangi Bulan yang terang. Singkat cerita, jika Bulan ingin berkumpul bersama Matahari, maka akan terjadi gerhana matahari, begitu juga sebaliknya. Garis–garis yang tampak pada Bulan saat bersinar menjadi sisa luka akibat disiram dengan sayur panas.

Ding Lung, Masyarakat Adat Dayak Wehea, Desa Nehas Liah Bing.

× Image