Home > News

Kemenag Latih Ratusan Penghulu untuk Jadi Pelayan Umat, Bina Keluarga Indonesia

Para penghulu diajak memahami dinamika rumah tangga modern.
Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Cecep Khairul. (Kemenag) 
Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Cecep Khairul. (Kemenag)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Penghulu memiliki jejak sejarah yang panjang di negeri ini. Tugasnya lebih dari sekadar pencatat nikah.

Di masa Kesultanan Demak, sosok penghulu menempati posisi strategis sebagai pemimpin keagamaan yang disegani. Bahkan, Sunan Bonang, salah satu Wali Songo, pernah menjabat sebagai penghulu kerajaan.

Di masa kolonial dan pendudukan Jepang, peran itu tetap hidup melalui lembaga keagamaan bernama Shumubu, yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Kementerian Agama pada tahun 1946.

Kini, peran itu kembali dikuatkan. Sebanyak 100 penghulu dilatih, bukan hanya belajar cara menyampaikan materi, tapi juga didorong untuk kembali menjadi sosok pelayan umat.

Mereka dilatih agar bukan hanya hadir saat ijab kabul, tapi juga saat calon pengantin menata masa depan rumah tangga mereka.

“Fungsi Shumubu dan Shumuka saat itu setara dengan peran KUA saat ini. Dari lembaga inilah cikal bakal Kementerian Agama lahir,” ujar Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Cecep Khairul Anwar, membuka sesi Bimbingan Teknis Fasilitator Bimbingan Perkawinan Angkatan V dan VI, Jakarta, Selasa (5/8/2025).

Cecep mengungkapkan, pelatihan ini cara mengembalikan penghulu ke posisi idealnya: bukan sekadar pengurus administrasi nikah, tetapi juga pendidik masyarakat.

“Semoga Bimtek ini menghasilkan fasilitator yang andal dan berdampak nyata. Fasilitator bukan hanya pengajar, tapi pelayan umat yang mampu membina keluarga Indonesia secara utuh,” tegasnya.

Bimbingan Perkawinan (Bimwin) bukan hal baru di KUA, namun pendekatan yang dibawa dalam pelatihan kali ini terasa berbeda.

Para penghulu diajak memahami dinamika rumah tangga modern—dari komunikasi pasangan, peran gender, hingga kesiapan mental spiritual calon pengantin.

Kepala Subdirektorat Bina Keluarga Sakinah, Zudi Rahmanto, menyebut program ini sebagai salah satu fondasi penting dalam memperkuat layanan dasar KUA.

“Satu KUA minimal memiliki satu fasilitator. Ini penting agar semua Catin mendapat bimbingan yang berkualitas,” ujarnya.

Menurutnya, fasilitator bukan hanya hadir untuk memberi nasihat pranikah. Mereka harus bisa membaca situasi sosial, menjawab keresahan pasangan muda, dan menjadi tempat bertanya yang aman dan terpercaya.

“Harapan kita, fasilitator mampu menjadi pendamping yang komunikatif dan solutif bagi Catin. Mereka bukan hanya memberi materi, tetapi menggerakkan masyarakat menuju keluarga yang tangguh demi mewujudkan Indonesia Emas 2045,” ujarnya.

Yan Andri

× Image