Home > Politik

Ratusan Anggota DPR RI Tak Terbuka soal Riwayat Pendidikan

Akademisi menilai hal itu menjadi tanggung jawab partai politik dan KPU.
Sebanyak 211 anggota DPR tidak terbuka soal riwayat pendidikan akhir mereka. 
Sebanyak 211 anggota DPR tidak terbuka soal riwayat pendidikan akhir mereka.

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Keterbukaan informasi publik menjadi hak masyarakat, termasuk soal riwayat pendidikan para anggota DPR RI.

Faktanya, masih ada ratusan legislator Senayan yang tidak membuka riwayat pendidikan akhir mereka. Hal itu memantik Dosen Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, bersuara.

Ia menilai banyaknya anggota DPR tidak mencantumkan riwayat pendidikan terakhir sebagai hal yang perlu disoroti secara serius.

Titi berujar, ketidakterbukaan itu bukan semata soal kelengkapan data, tapi juga menyangkut transparansi dan akuntabilitas wakil rakyat.

Data Statistik Politik 2024 dari BPD menunjukkan ada 211 anggota DPR atau 36,38 persen terpilih tidak menyebutkan latar belakang pendidikan saat melakukan pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum.

Padahal, publik berhak tahu latar belakang para pihak yang mewakili mereka di parlemen.

"Publik berhak tahu siapa saja yang mewakili mereka, termasuk latar belakang pendidikan, karena itu bagian dari informasi yang relevan untuk menilai kapasitas dan integritas seorang legislator," katanya kepada Republika, Ahad (21/9/2025).

Ia menilai, KPU pihak yang paling bertanggung jawab secara administratif soal keterbukaan data latar belakang pendidikan para anggota DPR.

Sebab, lembaga itu pihak yang menerima, memverifikasi, dan mengumumkan dokumen persyaratan calon anggota DPR.

KPU disebut memiliki tugas memastikan informasi yang disampaikan ke publik lengkap dan sesuai dengan standar keterbukaan informasi.

Pengungkapan data secara selektif semestinya hanya dilakukan untuk informasi yang sensitif, seperti NIK atau nomor berkas/identitas pribadi penting lainnya.

Meski begitu, Titi juga menyoroti peran partai politik dalam masalah itu.

Sebab, lanjutnya, partai politik memiliki tanggung jawab memastikan para kadernya menyampaikan data secara jujur, lengkap, dan akurat.

Ketiadaan data pendidikan yang cukup banyak disebut merupakan cermin dari lemahnya keseriusan partai dalam proses rekrutmen dan pencalonan kader.

Padahal, kualitas demokrasi sangat ditentukan oleh kualitas kandidat yang diusung.

"Jadi, problemnya bukan hanya pada teknis KPU, tetapi juga menyentuh aspek fundamental dalam tata kelola partai politik," ujar Titi.

Untuk mengatasi ketidakterbukaan itu, Titi mengatakan, KPU perlu melakukan perbaikan regulasi dan standar teknis agar informasi dasar tentang anggota legislatif, termasuk pendidikan, benar-benar transparan dan dapat diakses publik.

Masalah ini sekaligus harus menjadi momentum mendorong partai politik untuk lebih bertanggung jawab dalam menghadirkan calon yang tidak hanya populer, tetapi juga berintegritas dan berkualitas.

"Pemilih juga harusnya tegas kepada caleg yang tidak mau membuka daftar Riwayat hidupnya. Jangan pilih caleg yang seperti itu agar ada efek jera yang berdampak terhadap mereka," pesan Titi.

Republika

× Image