Home > News

Produser Animasi Merah Putih, Toto Soegriwo: Kami Tak Menerima Dana dari Pemerintah

Sutradara kenamaan Hanung Bramantyo, ikut buka suara terkait film animasi ini.
Poster film animasi Merah Putih. (Instagram)
Poster film animasi Merah Putih. (Instagram)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Produser Film Animasi Merah Putih One for All, Toto Soegriwo, memposting klarifikasi terkait tudingan dugaan penerimaan anggaran dari pemerintah.

Lewat sosial medianya, ia mengunggah postingan bertajuk: Klarifikasi Produser Film Animasi Merah Putih One for All terkait Isu Aliran Dana dari Pemerintah, pada Senin (11/8/2025).

Kutipannya, “Menanggapi tudingan yang beredar luas di media sosial mengenai dugaan penerimaan dana sebesar Rp 6,7 miliar dari pemerintah untuk film animasi produksi “Film Animasi Merah Putih One for All”, saya, Toto Soegriwo selaku produser, dengan tegas menyatakan bahwa tuduhan tersebut tidak benar dan merupakan fitnah keji.”

Ia melanjutkan, “Kami tidak menerima satu rupiah pun dari pemerintah, apalagi melakukan tindak pidana korupsi atau memanfaatkan uang haram sebagaimana yang dituduhkan. Isu ini tidak hanya menyerang pribadi saya, tetapi juga berdampak terhadap keluarga, istri dan anak-anak saya yang kini mengalami tekanan mental, rasa tertekan akibat hujatan yang tersebar,” ujar Toto.

“Sehubungan dengan hal ini, kami memohon kepada masyarakat dan warganet untuk tidak serta merta ikut menyebarkan informasi yang tidak benar, serta menghentikan segala hujatan, fitnah, dan serangan tanpa dasar.”

Ia juga menyampaikan, jika pihak pemerintah melalui Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, Irene Umar, juga memberikan klarifikasi resmi bahwa saat menerima audensi dengan tim “Merah Putih: One For All” (MPOFA), tidak memberi bantuan finansial dan maupun fasilitas promosi kepada film ini.

Hanung Pertanyakan Kenapa Bisa Dapat Jadwal

Sejak beberapa hari belakangan, film animasi MPOFA, mendapat kritik tajam dari publik.

Bahkan, sutradara kenamaan Hanung Bramantyo, ikut buka suara. Ia mempertanyakan waktu produksi yang digarap hanya satu bulanan lebih. Padahal seharusnya butuh waktu bertahun-tahun.

Hanung juga mempertanyakan kenapa film tersebut bisa mendapat jadwal tayang di layar lebar saat ratusan judul film Indonesia lainnya justru mengantre untuk mendapatkan jadwal tayang.

“Trus kenapa buru-buru tayang? Ironisnya kok bisa dapet tanggal tayang di tengah 200 judul film Indonesia ngantri tayang?” tanya Hanung, lewat akun Instagram @hanungbramantyo, pada Ahad.

"Kok bisa dapat tanggal tayang di tengah 200 judul film Indonesia yang antre?" imbuhnya.

Hanung menilai kualitas film itu masih berada di bawah standar industri film. Kualitas film yang di bawah standar itu terlihat dari trailer film yang seadanya.

"Kalau itu ditayangkan, sudah pasti penonton akan resisten. Ibarat membangun rumah, belum dipelur semen dan lantainya masih cor-coran kasar," tegas Hanung.

Ia juga menyinggung polemik biaya pembuatan animasi yang disebut menelan dana Rp 6,7 miliar.

Hanung menyampaikan anggaran pembuatan film animasi di Indonesia biasanya berkisar Rp 30-40 miliar di luar biaya promosi. Adapun biaya produksi Merah Putih hanya Rp 6,7 miliar.

"Menurut info, budgetnya Rp6,7 miliar. Namun budget segitu untuk film animasi, potong pajak 13 persen kisaran Rp 5 miliar plus-plus, sekalipun tidak dikorupsi, hasilnya tetap JELEK!!!" tulisnya.

Usai viralnya tanggapan Hanung, sejumlah postingan Toto Soegriwo banyak yang dihapus. Terutama postingan terkait film tersebut, dan tanggapan untuk netizen yang menghujatnya.

Toto kembali memposting unggahannya terkait klarifikasi dana produksi film animasi MPOFA, Senin.

Toto Soegriwo, selain produser animasi MPOFA, ia juga tercatat menjabat Sekretaris Umum Gabungan Pengusaha Bioskop Indonesia (GPBSI) periode 2024-2029.

Wamenakref Tak Beri Bantuan Dana

Terkait kontroversi, Wakil Menteri Ekonomi Kreatif Irene Umar, menegaskan kementeriannya tidak memberikan dukungan finansial maupun fasilitas promosi untuk film tersebut.

Pernyataan ini disampaikan Irene melalui Instagram Story pribadinya setelah publik mempertanyakan peran Kemenekraf. "Kami tidak memberikan bantuan finansial dan tidak memberikan fasilitas promosi kepada film tersebut," tulis Irene, dinukil Senin (11/8/2025).

Irene juga menjelaskan bahwa kementeriannya sempat menerima audiensi dari tim produksi film.

Dalam pertemuan itu, ia sebatas memberi masukan teknis seputar cerita, karakter, visual, hingga trailer. Namun, itu menjadi bagian rutinitasnya dalam berinteraksi dengan para pegiat ekonomi kreatif.

"Hal ini selalu saya lakukan di setiap audiensi dengan semua pihak supaya bisa mendengar langsung dari pelaku industri dan memberikan feedback berdasarkan pengalaman saya," ujarnya.

Di akhir pernyataannya, Irene mengapresiasi semangat para sineas Indonesia yang ingin memajukan industri film dan animasi, serta membuka ruang diskusi bagi siapa pun yang masih memiliki pertanyaan terkait peran kementeriannya.

"Terima kasih untuk semangat teman-teman yang ingin industri animasi dan film untuk terus maju. I truly appreciate it," papar Irene.

Produser Film Animasi Merah Putih One For All, Toto Soegriwo. (IG/@totosoegriwo)
Produser Film Animasi Merah Putih One For All, Toto Soegriwo. (IG/@totosoegriwo)

Film animasi Merah Putih: One for All menjadi gunjingan usai trailernya ditayangkan. Bukan pujian, banyak yang melontarkan sorotan tajam untuk film bertema nasionalisme ini.

Pengguna sosial media banyak yang menuliskan kritiknya menanggapi video trailer berdurasi dua menit, itu. Film ini diproduksi Perfiki Kreasindo dengan sutradara Endiarto dan Bintang Takari, sekaligus menulis skenario.

"Maaf bukan maksud enggak nasionalis ya, tapi jujur film ini kerasa kayak hasil tugas proyek PPKn anak SMA yang dikerjain seminggu sebelum deadline," tulis netizen.

“Masih jauh lebih bagus iklan sirup Marjan,” sindir yang lain.

Desak Evaluasi Tayang

Usai banyak kritik dari pelbagai pihak, kini di sosial media mulai mengemuka desakan agar membatalkan film animasi Merah Putih One for All, tayang di bioskop. Sebab, hal itu dinilai menghina filmmaker Indonesia. Khususnya para pelaku industri animasi Tanah Air.

Pengguna akun @fathianpujakesuma menyuarakan hal itu. Postingannya yang viral telah dibagikan lebih dari 10 ribu kali.

“Gue berharap film ini dibatalkan untuk tayang di bisokop Indonesia. Walau belum ada filmmaker yang menuntut ini. Sebagai penikmat film, gue aja yang mengawali. Alasannya sederhana: perfilman Indonesia enggak layak dapat film kayak gini, apalagi di momen sekarang. Ketika film Indonesia lagi bagus-bagusnya. Yes, lagi bagus-bagusnya.”

Di saat perfilman luar negeri, bahkan Hollywood sekalipun, sedang fatigue.

Ia lantas menunjukan dua film Indonesia yang dinilai sangat berkualitas. Misalnya, film Sore dan Tinggal Meninggal. Ia meriview dua film itu yang dinilai karya yang berstandar tinggi.

“Artinya, standar film lokal kita lagi tinggi-tingginya. Tiba-tiba ada film kayak gini (MPOFA-red). Kalau film ini beneran tayang di bioskop, di mata gue sama aja ngeludahin yang udah bekerja keras bawa perfilman lokal sampai ke titik ini. Gak Cuma filmmaker, penikmat film setidaknya gue pribadi pun merasa diber*kin di depan muka,” tulisnya.

Meski begitu, ia mengaku tak tahu harus menyuarakan kemana tuntutan tersebut. Apakah ke “LSF, Kemenbud, Kemenakref, KPI, jaringan bioskop atau ke KPK,” imbuhnya.

Tak hanya netizen, Hanung pun ikut menyuarakan hal sama. Ia meminta pihak terkait untuk paling tidak menunda penayangan film animasi Merah Putih One for All di bioskop.

Hanung Bramantyo mendesak Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, dan wakilnya, Giring Ganesha, untuk menunda penayangan film ini.

"Mohon untuk ditunda penayangannya, dan dibantu menyelesaikan hingga menghasilkan karya yang bagus," ujar Hanung. Ia menandai akun Fadli Zon dan Giring, yang kini menjabat sebagai Menteri dan Wakil Menteri Kebudayaan Republik Indonesia. Agar keduanya ikut mendorong penundaan tersebut.

Hanung menegaskan masalah ini bukan disebabkan kreator, melainkan pihak yang memberi proyek.

Ia menduga ada tekanan yang memaksa film tayang di bulan Kemerdekaan untuk menyasar momen tontonan pejabat kementerian yang masih bertugas.

“Saya yakin ini bukan salah kreatornya. Tapi salah yang ngasih proyek. Maksain harus tayang 17 Agustus karena ngasih proyek ngejar momen ditonton pejabat kementerian yang masih bertugas,” katanya.

Meski banyak suara tajam, sutradara film Jumbo, Ryan Adriandhy, memilih tak banyak berkomentar. Ia menilai film tersebut sudah terlanjur akan tayang, sehingga tidak ada lagi yang bisa dilakukan.

"Pagi teman-teman. Mentionnya masuk semua. Saya baca, namun saya merasa tidak ada yang perlu saya komentari lagi." ujar Ryan.

Ia melanjutkan, "Barangnya sudah jadi, akan tayang juga, dan nggak ada yang bisa dilakukan kecuali terus membuat yang lebih baik," pesan Ryan.

Rudi Agung

× Image