Musik di Hajatan Kena Royalti, Ahmad Dhani: Ini Siapa Sih yang Bikin Sistem?

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Musisi Ahmad Dhani menanggapi keterangan Wahana Musik Indonesia – WAMI, yang mematok tarif royalti pada acara hajatan.
Ahmad Dhani terkejut, dan mempertanyakan sistem pengumpulan royalti oleh WAMI.
"Ini siapa sih yang bikin sistem kok ancur banget, pantes nasib komposer ancur," tulis Dhani dikutip dari akun @ahmaddhaniofficial, pada Rabu (13/8/2025).
Ahmad Dhani menulis caption tersebut dengan mengunggah meme, yang berisi keterangan soal rolayti. Isinya, WAMI: Musik di acara nikah dan hajatan juga terkena royalti. Tarifnya 2% dari biaya produksi acara.
Kisruh royalti musik ini terus menjadi perbincangan hangat. Ramai beredar kabar di media sosial yang menyatakan penyelenggara acara pernikahan akan dikenakan royalti musik atau lagu.
Royalti itu disebut diberlakukan terhadap lagu atau musik yang diputar di hajatan, seperti pesta ulang tahun hingga pernikahan.
WAMI sebagai salah satu Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di Indonesia menegaskan kewajiban membayar royalti berlaku bagi semua jenis penggunaan musik. Biaya produksi ini meliputi pengeluaran sewa sound system, backline, serta honor artis atau pengisi acara musik.
Aturan ini juga berlaku untuk acara privat seperti pernikahan, hajatan, atau pesta keluarga yang sifatnya tertutup dan non-komersial. Acuannya, UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 dan diperkuat Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Dalam pandangan WAMI, meski pernikahan bersifat privat, pemanfaatan musik tetap dikategorikan sebagai penggunaan karya cipta yang harus dihargai secara ekonomis. Serta menegaskan aturan royalti ini sudah sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Tafsir UU: Musik Hajatan Tak Kena Royalti
Namun, Guru Besar Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Prof Ahmad Ramli memastikan aktivitas bersifat sosial dan non-komersial tidak termasuk sasaran penarikan royalti musik.
Hajatan semisal pernikahan dan ulang tahun bukan kegiatan sosial yang bersifat komersial.
Ramli menjadi salah satu tokoh yang merancang UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Ia diminta menjadi saksi ahli dalam sidang uji materiil UU Hak Cipta dengan Nomor Perkara 28, 37/PUU-XXIII/2025.
Ia menegaskan musik di hajatan tidak kena royalti. Pernyataan itu disampaikan Prof Ramli saat menjadi saksi ahli dalam sidang uji materiil UU Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi, pada Kamis (7/8/2025), yang disiarkan lewat YouTube MK.
Prof Ramli menilai, para user ini pasar industri musik yang sesungguhnya.
“Tanpa pengguna, sebuah lagu dan musik, sebagus apa pun, menjadi relatif tak memiliki arti karena tidak ada yang membeli dan menggunakan," tegas Prof Ramli, dinukil Rabu.
Menurutnya, pengguna terbagi menjadi pengguna individual yang membeli produk musik untuk dinikmati sendiri. Serta pengguna komersial yang menggunakan lagu untuk aktivitas bisnis mereka.
“Ini yang mencakup berbagai bentuk, seperti restoran, hotel, kafe, pusat perbelanjaan, rumah karaoke, serta penyelenggaraan event-event pertunjukan,” jelasnya.
Bahkan, lanjut Ramli, tanpa penikmat musik dan lagu maka karya seni sebagus apapun menjadi tak memiliki arti lantaran tidak dimanfaatkan dan tidak dikenal.
Pengguna musik dan lagu di acara sosial non-komersial justru berperan penting untuk meningkatkan popularitas dan memperluas jangkauan karya.
“Pengguna, selain mendapat manfaat, juga memberi manfaat untuk para pelaku industri musik sendiri. Mereka menggunakan, membuat musik bisa dinikmati di berbagai ruang sosial, tapi juga sekaligus menjadi agen iklan tanpa disuruh,” imbuhnya.
Ramli menegaskan acara seperti pernikahan dan pesta ulang tahun bukan menjadi target penarikan royalti musik dan lagu.
Ia menegaskan, kata kunci dari penarikan royalti musik itu: komersial.
Prof Ramli justru merasa khawatir ketika orang menganggap lagu itu sebagai sesuatu yang menakutkan, sebagai barang yang tidak berani disentuh.
“Sampai menyanyikan di rumah aja enggak berani. Jadi, ada orang ulang tahun, panggil organ tunggal, takut dia. Enggak ada cerita itu, karena UU ini mengatakan sepanjang tidak komersial enggak ada royalti itu,” tegasnya.
Ia menafasirkan UU Hak Cipta yang substansinya justru mendorong masyarakat menyanyikan lagu sebanyak-banyaknya. UU ini juga mendorong para penikmat lagu berperan sebagai media promosi karya seni tanpa biaya.
Petisi Audit WAMI
Sebelumnya, musisi Ari Lasso menilai pengelolaan dan transparansi royalti musik WAMI, buruk. Ari Lasso pun mengajak para musisi Indonesia bersatu mengajukan petisi #auditWAMI.
Ajakan itu disampaikan lewat salah satu postingan Instagramnya yang diunggah, hari ini. "Yukkk yang setuju petisi kepalkan tangan Anda!" ujar Ari, Rabu (13/8/2025).
Ia juga mengajak para musisi, EO, manajemen artis, promotor, pemilik cafe, karaoke, restoran, sampai pemilik bar: mengajukan audit ke WAMI dengan menyewa jasa lembaga auditor independen.
"Dan kita jangan minta bantuan BPK atau KPK ato siapapun, mereka pasti sibuk dengan urusan bangsa yang lebih urgent," imbuh Ari Lasso.
Ari memutuskan mengajak para musisi mengajukan petisi untuk mengaudit WAMI oleh lembaga auditor independen yang disewa bersama-sama. Ia memastikan akan terus memperbaharui kasus ini hingga tuntas tanpa ada yang ditutup-tutupi ari publik.
Menkum Akui Ada Kelalaian Pengawasan
Melansir Republika, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengakui terdapat kelalaian dalam pengawasan tata kelola royalti musik.
Namun, Supratman menekankan, Kementerian Hukum siap bertanggung jawab atas persoalan tersebut.
“Saya menerima semua kritikannya itu jadi booster bagi Kementerian Hukum untuk melakukan pembenahan sesuai dengan kapasitas tanggung jawabnya,” kata Supratman, Rabu (13/8/2025).
Menkum meminta publik memberi waktu kepada komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang baru dilantik Jumat (8/8/2025) untuk menunjukkan kinerja.
Ia mengatakan komisioner saat ini terdiri dari berbagai kalangan yang memahami royalti.
“Bahwa menyangkut soal bagaimana cara mengumpulkan dan juga bagaimana mendistribusikan (royalti) itu menjadi pekerjaan sekarang yang harus dilakukan oleh komisioner yang baru,” kata Supratman.
Menkum menjamin transparansi dalam penetapan tarif royalti. Dia mengaku tidak akan menandatangani besaran ataupun jenis tarif yang diusulkan LMKN jika hal itu tidak dilakukan secara transparan.
“Saya tidak akan menandatangani persetujuan besaran tarif dan jenis tarifnya kalau kemudian itu tidak dilakukan secara baik dan terbuka kepada publik untuk diuji. Itu jaminan saya berikan, sebagai bentuk pertanggungjawaban,” katanya.
Ia memastikan pengaturan terkait royalti akan didiskusikan dengan pemangku kepentingan terkait untuk disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
“Kalau soal (royalti di acara) pengantin dan lain sebagainya, pesta (pernikahan), ya, sudah nanti biarkan mereka (LMKN) dulu bekerja. Mereka akan presentasikan ke saya,” ujar Menkum.
Taufik Hidayat