Kasus Keracunan MBG Diduga Lantaran 80 Persen SPPG Tak Patuhi SOP

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Menukil data yang dirilis Kepala Staf Presiden Muhamad Qodari, per 22 September 2025, ada sekitar 8.549 dapur tak punya SLHS atau Sertifikat Laik Higien dan Sanitasi yang harus dimiliki satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG).
Dari jumlah itu hanya 34 SPPG yang memiliki SLHS. Sampai Jumat (26/9/2025), sudah ribuan kasus terjadi usai mengonsumsi menu MBG. Peristiwa keracunan terjadi menyebar di belasan provinsi.
Badan Gizi Nasional (BGN) menjamin kasus keracunan yang terjadi akibat program MBG akan menjadi tanggung jawab BGN. BGN akan melakukan perbaikan total agar kasus keracunan tidak lagi terjadi di kemudian hari.
Menurut data BGN hingga Kamis (25/9/2026) ada 70 dugaan keracunan akibat mengonsumsi program Makan Bergizi Gratis- MBG. Dari total kasus itu, tercatat sedikitnya ada 5.914 orang yang terdampak mengalami gejala keracunan.
Wakil Kepala BGN Nanik S Deyang mengatakan, sebanyak 80 persen kasus dugaan keracunan yang terjadi disebabkan karena SPPG tidak menjalankan SOP.
Alhasil, makanan yang disajikan kepada penerima manfaat tidak memenuhi standar gizi.
"Seperti yang sering dan sudah saya kemukakan di berbagai media bahwa kejadian belakangan 80 persen adalah karena SOP kami yang tidak dipatuhi, baik oleh mitra maupun oleh tim kami sendiri dari dalam," kata dia saat konferensi pers di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025).
Ia menyatakan, pihaknya juga tidak akan lagi memberi toleransi kepada setiap pihak yang melanggar SOP. BGN bahkan mengancam memutuskan kontrak mitra yang tidak menjalankan SOP dalam pelaksanaan program MBG.
"Kami sekarang tidak akan menoleransi siapapun yang melanggar SOP kami," ujar Nanik.
Ia juga meminta peran serta seluruh pihak untuk ikut mengawasi jalannya program MBG. Menurut dia, BGN akan segera membuka layanan pengaduan untuk masyarakat yang hendak melaporkan kasus yang terjadi di lapangan.
"Mohon dibantu, tolong diawasi dapur kami, semua yang ada di manapun. Kami tidak ingin ada kejadian seperti ini lagi," katanya.
Ia meminta maaf atas keracunan berulang-ulang yang menimpa siswa, orangtua dan guru akibat ikut melahap menu MBG.
"Jadi sekali lagi, pada anak-anak saya yang tercinta di seluruh Indonesia, dan juga para orang tua, saya mohon maaf atas nama BGN dan berjanji tidak akan lagi terjadi. Tidak akan terjadi lagi," ujarnya.
Cegah Keracunan MBG Berulang, TNI Turun Gunung
TNI turun tangan mengawasi pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis untuk memitigasi terjadinya kasus keracunan. Saat ini TNI saat ini sudah mengoperasikan sebanyak 113 SPPG.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto memastikan pengawasan melekat pada setiap proses di SPPG.
“Saya sudah sampaikan ke seluruh komandan satuan agar mengecek mulai dari bahan baku yang dibeli, peralatannya, cara memasaknya agar rentang waktunya tidak terlalu lama. Jadi masak sampai dikonsumsi anak-anak. Proses pengiriman juga kami cek dengan pengawasan melekat,” kata Jendral Agus Subiyanto, Jumat.
Ia mengatakan sejak dari awal sampai dengan saat ini TNI sudah mengoperasikan sebanyak 113 SPPG. “Barusan saya launching 339 SPPG yang ada di satuan-satuan setingkat Batalyon, Kodim, Lanal, Lanud, Pindam, Korem, yang sudah ada untuk mendukung Program MBG,” katanya.
Dengan demikian, lanjutnya, diharapkan jumlah penerima manfaatnya akan terus bertambah setiap hari. “Selain itu kami juga akan membangun beberapa SPPG di sejumlah wilayah. Ini juga bisa membantu membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat. Tadi saya lihat yang juru masak adalah ibu-ibu di wilayah Solo Raya,” kata Agus Subiyanto.
Selain itu, jelasnya, keberadaan SPPG juga membuka rantai pasok bagi petani, peternak, nelayan, dan pelaku UMKM untuk bisa menjual hasil tani mereka ke Koperasi Merah Putih.
“Kemudian bisa dibeli SPPG untuk dimasak. Ini juga membantu Pemda meningkatkan kesejahteraan masyarakat di setiap desa,” katanya.
Ia mengatakan tujuan MBG untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dalam negeri sebagai generasi penerus bangsa melalui Program MBG.
Kepala SPPG 1 TNI AU Adi Soemarmo Rifky Sheva mengatakan pengawasan dilakukan mulai dari bahan baku datang hingga pengiriman makanan ke sekolah-sekolah.
“Kami melakukan quality control atas bahan baku yang kami terima. Kalau kami di sini barang semua segar, begitu datang langsung dimasak saat itu juga. Jadi kami cari pemasok itu yang bisa mendatangkan di dini hari,” katanya.
Pihaknya juga meminimalisasi penyimpanan baik sayur maupun daging ke ruang penyimpanan. “Kalau untuk kebutuhan daging ayam, kami cari tempat pemotongan ayam dan jam 12 malam itu langsung dikirim ke sini,” katanya.
Ia mengatakan sampai saat ini SPPG tersebut melayani pembuatan sebanyak 3.728 porsi/hari untuk pengiriman empat hari dalam satu minggu.
“Jadi mulai hari Senin-Jumat. Periode depan mulai enam hari. Di sini kami ada 47 relawan, satu akuntan, satu ahli gizi, dan satu Kepala SPPG,” jelasnya.
Republika