Home > Regional

Respon Keracunan MBG, Ibu-ibu: Kami Lebih Pilih Harga Sembako Murah

Sembako murah dan lapangan pekerjaan mudah lebih berdampak langsung terhadap kebutuhan masyarakat luas, MBG dinilai lebih prioritas di daerah tertinggal dan kasus stuntingnya tinggi.
Sajian menu MBG. (Vrl/ Teks: SekitarKaltim.ID)
Sajian menu MBG. (Vrl/ Teks: SekitarKaltim.ID)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Badan Gizi Nasional mengungkap sudah ada 70 kasus dugaan keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) sampai 25 September 2025.

Dari total kasus itu, terdapat 5.914 orang yang terdampak mengalami keracunan.

Wakil Kepala BGN Nanik S Deyang mengatakan, sekitar 80 persen kasus dugaan keracunan yang terjadi adalah akibat SOP tidak dijalankan dengan baik.

Ia mencatat, ada 45 dapur dari total sekitar 9.400 dapur MBG, yang tidak menjalankan SOP dan menjadi penyebab terjadinya insiden keracunan.

Kasus keracunan MBG, kini menjadi perbincangan publik.

Ibu rumah tangga warga Sepinggan Balikpapan Selatan, Neni menyampaikan keprihatinannya terhadap kasus keracunan MBG.

“Kok bisa banyak banget yang keracunan, saya jadi takut. Tunda dulu saja, utamakan daerah-daerah tertinggal. Saya tetap setuju MBG tapi harus daerah prioritas dulu,” ujarnya, Jumat (26/9/2025).

Ia mengaku sekolah anaknya belum mendapat layanan MBG, meski program ini sudah berjalan di Balikpapan. Kalau pun nanti dapat, ia sudah mewanti-wanti agar anaknya tidak menerima menu tersebut.

“Saya takut, gak mau ambil risiko keracunan Mas. Mending saya bawakan bekal atau beli makan di kantin sekolah seperti biasa. Sekolah lain sudah dapat MBG, tempat anak saya belum. Gak tau kapan,” ujarnya.

Ibu rumah tangga lain, Dewi Sartika yang di sebelah Neni ikut menimpali. Ia juga mengaku khawatir dengan banyaknya kasus keracunan yang menimpa pelajar. Meski di Balikpapan belum ada kasus serupa.

“Kami pilih harga sembako murah dan lapangan kerja mudah, biar kami sebagai orangtua yang kasih gizi ke anak-anak. Urusan MBG utamakan dulu untuk pedalaman atau yang banyak kasus gizi buruknya,” ujarnya.

Ia menilai harga-harga kebutuhan pokok Kota Balikpapan terus naik. Karena itu, Dewi lebih memilih penurunan harga kebutuhan pokok.

“Yang dibutuhkan ibu-ibu sekarang itu harga-harga terjangkau dan gaji suami naik. Otomatis gizi anak-anak kami terpenuhi. Kami terimakasih atas MBG tapi yang paling dibutuhkan harga murah,” tegasnya.

Belajar dari Swasta

Di sosial media, tersebar viral video sebuah sekolah swasta Islami di Tasikmalaya. Sekolah itu sejak 25 tahun silam telah melayani makan siang bagi siswa, guru dan staf sekolah.

Setiap hari sekolah itu menyediakan 700 makanan bergizi dengan takaran harga Rp 15 ribu per porsi. Anak-anak bebas memilih menu yang dibutuhkan mereka. Setiap hari lauknya bergonta-ganti.

Untuk menjaga kualiatas makanan yang dimasak, pihak sekolah telah menyediakan ahli gizi. Kemudian proses memasak dilakukan di lingkungan sekolah, sehingga saat dihidangkan makanan dalam kondisi hangat. Sebab baru dimasak jam 8 pagi dan disediakan jam 11 siang.

Meski sudah 25 tahun berjalan, tidak sekalipun mengalami kasus keracunan. Setiap hari menu yang disajikan bervariasi, para siswa bahkan tidak ada yang mengaku bosan. Hal ini telah dikomunikasikan dan disetujui para orangtua.

Jika ada siswa yang tak suka salah satu menu, sekolah menyediakan konversi dengan menu lainnya. Saat makan, para guru dan staf ikut makan bersama para siswa. Proses pemantauan lebih efektif karena menu dan ahli gizi yang disediakan hanya 700 porsi, bukan untuk ribuan porsi.

“Di tengah polemik MBG yang menimbulkan keracunan massal, pemerintah mungkin bisa mencontoh sekolah-sekolah yang selama ini sudah sejak lama menerapkan makan siang bagi siswa di sekolah,” saran narator dalam video tersebut.

YLKI Desak Hentikan Sementara MBG

Diwartakan Republika, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI, menyampaikan kritikan dan sejumlah poin desakan menyikapi kasus keracunan massal program Makan Bergizi Gratis- MBG, di berbagai daerah di Indonesia.

YLKI menekankan Pemerintah wajib hadir dan bertanggung jawab terhadap setiap kasus atau kerugian yang dialami oleh penerima manfaat.

Ketua YLKI Niti Emiliana mendesak perlu ada pelatihan, standar dan jaminan baik dari higiene sanitasi sarana prasarana dapur, sampai dengan persoalan kehalalan ompreng yang harus bisa dijamin keamanannya.

YLKI juga mendesak Pemerintah mengusut tuntas kasus-kasus yang terjadi dan segera berbenah diri. Jika diperlukan, program bisa dihentikan sementara untuk menjamin evaluasi menyeluruh.

“Konsumen penerima manfaat MBG berhak mendapat keamanan, kenyamanan dan keselamatan. Berbagai macam polemik MBG, YLKI menilai ini menjadi indikator ketidaksiapan pelaksanaan MBG,” ujar Niti Emiliana dalam keterangannya yang diterima Republika, Kamis (25/9/2025).

Pihaknya juga mengingatkan soal food tray bila terbukti tidak terjamin kehalalannya, maka perlu ada penarikan dan penggantian alternatif lain.

YLKI juga mendesak perlunya tenaga ahli gizi yang profesional dan terlatih untuk memastikan gizi yang seimbang, memantau distribusi program makan bergizi gratis di seluruh Indonesia.

Sehingga makanan yang disajikan bisa terjamin kualitas dan gizinya untuk dikonsumsi. Selain itu, YLKI mendesak memperketat standar dan jaminan keamanan pangan MBG. Bila perlu, dilakukan penghentian sementara program MBG untuk menjamin evaluasi perbaikan secara sempurna dan menyeluruh.

Sebelumnya, Koalisi Kawal MBG juga mendesak pemerintah menyetop program MBG menyusul banyak kasus keracunan se-Indonesia.

Penghentian ini sebagai bukti adanya evaluasi total demi mencegah keracunan terjadi lagi.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) sebagai bagian Koalisi, Eva Nurcahyani menyebut program ini wajib disetop lebih dulu supaya tak menghadirkan kerugian bagi masyarakat.

Eva menegaskan pelaksanaan MBG terbukti sarat masalah.

"MBG tata kelolanya buruk, minim akuntabilitas, dan berulang kali merugikan warga. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah harus segera menghentikan pelaksanaan MBG agar tidak terus menimbulkan kerugian lebih besar bagi masyarakat," kata Eva dalam diskusi ICW, pada Selasa (23/9/2025).

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia sebagai anggota Koalisi lainnya mendorong penghentian program MBG. Sebab, masalah MBG bukan kesalahan teknis, tapi kesalahan sistem di BGN karena kejadiannya menyebar di berbagai daerah.

"Lakukan evaluasi total sistem tata kelola MBG yang dikendalikan BGN. Termasuk cabut seluruh surat pernyataan/MoU bermasalah yang membebankan risiko kesehatan pada sekolah atau orang tua," ujar Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji.

Sedangkan Transparency International Indonesia (TII) sebagai anggota Koalisi lainnya juga sepakat mengenai penyetopan sementara BGN.

Peneliti TII Agus Sarwono meyakini moratorium MBG untuk perbaikan total mulai dari asesmen penerima manfaat. Sebab tidak semua anak bisa disamakan gizinya.

Taufik Hidayat

× Image