Sahabat Nabi Terkaya Menangis karena Takut Masuk Surga Terlambat

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Abdurrahman bin Auf adalah salah satu dari 10 Sahabat Nabi Muhammad SAW yang dijamin masuk surga.
Namanya harum dalam sejarah sebagai pengusaha sukses, dermawan, dan pejuang sejati di jalan Allah.
Abdurrahman bin Auf termasuk sahabat utama yang memeluk Islam sejak awal dakwah Rasulullah SAW di Makkah dan turut serta dalam berbagai peperangan besar, seperti Perang Badar, Uhud, dan Tabuk.
Beliau juga dikenal sebagai sahabat paling kaya di antara para Sahabat Rasulullah. Kekayaannya berasal dari perdagangan yang jujur dan penuh keberkahan.
Dalam kitab Sirah Ibnu Hisyam, disebutkan beliau tidak pernah menipu atau menimbun barang dagangan.
Kekayaannya melimpah ruah hingga disebut memiliki ratusan ekor unta, ribuan domba, dan kebun yang luas. Namun, di balik kekayaannya, ia dikenal tidak pernah berfoya-foya dan selalu merasa takut jika hartanya mengurangi ketulusan ibadahnya.
Meski kaya raya, Abdurrahman bin Auf sering menangis ketika melihat tumpukan hartanya. Ia takut harta itu akan membuatnya lalai dari akhirat.
Rasulullah pernah bersabda bahwa Abdurrahman bin Auf akan masuk surga paling akhir, karena banyaknya hisab yang harus diperhitungkan dari hartanya.
Pernyataan ini membuat Abdurrahman berusaha keras untuk hidup sederhana, bahkan mencoba untuk menjadi miskin agar bisa masuk surga lebih cepat.
Sedekah Besar untuk Umat
Dalam catatan sejarah, Abdurrahman bin Auf dikenal menyedekahkan separuh hartanya untuk membantu dakwah Islam. Beliau juga pernah menyumbang 40.000 dinar emas atau setara miliaran rupiah saat ini, untuk perjuangan Rasulullah.
Sedekahnya banyak membantu pasukan Islam dalam Perang Tabuk, termasuk pembelian kuda, persenjataan, dan logistik. Rasulullah SAW pun mendoakan keberkahan bagi hartanya.
Suatu waktu, Abdurrahman bin Auf mencoba menjadi miskin dengan membeli kurma busuk yang tak laku di Madinah. Namun takdir berkata lain. Utusan dari Yaman datang mencari kurma busuk tersebut karena dipercaya dapat menyembuhkan wabah penyakit di negerinya.
Kurma yang dibelinya murah itu justru terjual 10 kali lipat harga biasa. Kekayaannya semakin bertambah, dan beliau pun hanya bisa tersenyum dan bersyukur atas rezeki Allah yang terus mengalir.
Teguran Umar bin Khattab
Suatu ketika, Umar bin Khattab menegur Abdurrahman karena terlalu banyak bersedekah hingga nyaris tak menyisakan apa pun untuk keluarganya. Rasulullah pun bertanya,
“Apakah engkau meninggalkan sesuatu untuk keluargamu, wahai Abdurrahman?”
Dengan penuh keyakinan, ia menjawab,
“Ya, aku meninggalkan untuk mereka janji Allah dan Rasul-Nya, yaitu pahala dan ganjaran dari amal kebaikan.” Jawaban itu membuat Rasulullah tersenyum, tanda ridha dan restu atas keikhlasannya.
Teladan Kedermawanan
Abdurrahman bin Auf tidak pernah sombong atas kekayaannya. Beliau lebih sering menangis karena takut hartanya menjadi penghalang menuju surga. Dalam riwayat dari Imam Ahmad, beliau berkata, “Aku takut jika aku telah memakan semua kebaikanku di dunia ini.”
Kekayaan Abdurrahman bin Auf menjadi contoh nyata bahwa Islam tidak melarang menjadi kaya, tetapi melarang lalai dari Allah karena harta.
Beliau tetap berdagang dengan cara jujur, tidak mengambil hak orang lain, dan selalu mengutamakan keberkahan dibanding keuntungan. Abdurrahman bin Auf dikenal sebagai contoh ideal pengusaha M uslim yang sukses dunia dan akhirat.
Sumber Kekayaan yang Halal
Menurut sejarah Islam klasik, Abdurrahman bin Auf tidak pernah menimbun makanan atau menaikkan harga seenaknya. Beliau hanya menjual barang dengan margin kecil namun berkah, sebagaimana diajarkan Rasulullah:
“Pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para Nabi, Shiddiqin, dan Syuhada di surga.” Diriwayatkan Tirmidzi. Abdurrahman bin Auf wafat pada tahun 32 Hijriah (652 Masehi) dalam usia lanjut. Sebelum wafat, Beliau mewasiatkan sebagian besar hartanya untuk yatim, janda, dan para pejuang Islam.
Dari riwayat Imam Malik dalam Al-Muwaththa, disebutkan bahwa Istri-istri Rasulullah pun mendapat bagian warisan darinya, sebagai bentuk cintanya kepada keluarga Nabi.
Dari kisahnya, kita diajarkan harta bukanlah tujuan, melainkan amanah. Kaya bukanlah dosa, asalkan diiringi kedermawanan dan ketakwaan.
Abdurrahman bin Auf membuktikan bahwa seseorang bisa menjadi kaya tanpa melupakan Allah, dan bahkan menggunakan hartanya untuk memperkuat agama.
Relevansi dengan Umat Muslim Masa Kini
Dalam konteks modern, nilai-nilai Abdurrahman bin Auf sangat relevan. Di era kapitalisme dan materialisme, umat Islam diingatkan untuk menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat.
Semangat berbagi dari kedermawanan Abdurrahman bin Auf saat hidupnya ditempuh melalui zakat, infak, dan wakaf yang menopang kesejahteraan umat.
Kekayaan yang sejati bukan diukur dari banyaknya harta, melainkan dari seberapa besar manfaat yang diberikan kepada orang lain.
Abdurrahman bin Auf menjadi teladan bahwa setiap rezeki harus disalurkan kembali kepada yang membutuhkan.
Generasi muda perlu meneladani etos kerja, kejujuran, dan semangat berbagi dari Abdurrahman bin Auf. Beliau tidak hanya membangun kekayaan duniawi, tetapi juga menanam investasi akhirat yang kekal.
Abdurrahman bin Auf cerminan seorang miliarder yang menangis karena takut pada Allah. Beliau mengajarkan menjadi kaya bukan dosa, asal disertai keikhlasan dan ketaatan.
Semoga kisahnya memantik asa semua untuk menjadi kaya yang dermawan, beriman, dan rendah hati, sebagaimana sabda Rasulullah:
“Sebaik-baik harta adalah harta yang berada di tangan orang saleh.” (HR. Ahmad).
Yan Andri