Home > Sosok

Sahabat Nabi yang Pertama Jadikan Kabah Sebagai Kiblat

Perannya luar biasa untuk Islam, hingga membuat namanya tercatat dalam banyak literatur klasik.
Ilustrasi, Ka'bah dahulu kala. (The Guardian)
Ilustrasi, Ka'bah dahulu kala. (The Guardian)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Sahabat Nabi kali ini, bernama Al Barra bin Ma’rur RA, salah satu tokoh penting di masa awal Islam yang dikenal karena keteguhan iman dan kecerdasannya.

Beliau bukan hanya Sahabat setia Nabi Muhammad, tapi juga dikenal sebagai pelopor perubahan arah kiblat menuju Ka’bah, jauh sebelum turunnya wahyu dari Allah Ta’ala.

Perannya yang luar biasa dalam sejarah Islam membuat namanya tercatat dalam banyak literatur klasik, termasuk dalam Sirah Ibnu Hisyam dan Musnad Ahmad bin Hanbal.

Kisah hidupnya menggambarkan keberanian, keyakinan, dan kedermawanan sejati seorang mukmin.

Sosok Al Barra bin Ma’rur RA

Al Barra bin Ma’rur lahir dari Bani Salamah, salah satu suku terpandang di Madinah (Yatsrib). Beliau dikenal sebagai pemimpin bijaksana, tegas, dan dermawan, serta memiliki hubungan kekerabatan dengan sahabat lain, Bisyr bin Al Barra’.

Ketika Baiat Aqabah II berlangsung tahun 622 M, Al Barra termasuk di antara 75 orang Anshar yang berikrar setia kepada Rasulullah SAW untuk melindungi Islam dan kaum Muslimin.

Menurut catatan Ensiklopedia Islam Kemenag RI (2023), baiat tersebut menjadi tonggak penting peralihan dakwah Islam dari Makkah menuju Madinah, yang kemudian disebut peristiwa Hijrah.

Keberanian Al Barra dalam peristiwa tersebut membuktikan bahwa beliau bukan hanya tokoh lokal, tetapi juga pejuang yang siap berkorban untuk agama Allah.

Pelopor Perubahan Kiblat ke Ka’bah

Salah satu peristiwa paling bersejarah yang melibatkan Al Barra bin Ma’rur adalah keyakinannya bahwa Ka’bah adalah kiblat sejati umat Islam.

Sebelum Rasulullah menerima wahyu untuk berpaling dari Baitul Maqdis (Yerusalem) ke Ka’bah (Makkah), Al Barra sudah memiliki keyakinan kuat bahwa Ka’bah lebih layak menjadi arah shalat.

Beliau bahkan berkata kepada para sahabatnya:

“Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan Ka’bah berada di belakang punggungku. Aku akan selalu shalat menghadap kepadanya.”

Namun, sebagian Sahabat merasa ragu dan tetap menghadap Baitul Maqdis karena Rasulullah pada saat itu masih menghadap ke sana. Meski begitu, Al Barra tetap teguh pada pendiriannya, menunjukkan keberanian spiritual yang luar biasa.

Wahyu Turun, Kiblat Berubah ke Ka’bah

Perdebatan arah kiblat akhirnya sampai ke Rasulullah. Dalam beberapa riwayat, Nabi bersabda kepada Al Barra: “Engkau sudah berada dalam kiblat, jika engkau bersabar atasnya.”

Tak lama kemudian, Allah menurunkan wahyu dalam QS. Al-Baqarah ayat 144:

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram (Ka’bah).”

Mendengar kabar itu, Al Barra bin Ma’rur merasa sangat bersyukur. Keyakinannya selama ini terbukti benar dan sesuai dengan wahyu Allah.

Menurut Tafsir Ibnu Katsir (Juz 1, hlm. 272), ayat ini menjadi pembenaran atas intuisi keimanan Al Barra, sekaligus bukti bahwa Allah meninggikan derajat orang yang tulus mencari kebenaran.

Teladan Keteguhan dan Ketaatan

Meskipun keyakinannya telah terbukti benar, Al Barra tidak menjadi sombong. Beliau tetap merendahkan diri di hadapan Rasulullah. Ketika Nabi memerintahkannya kembali shalat menghadap Baitul Maqdis sebelum turunnya wahyu, beliau langsung taat tanpa membantah.

Inilah bukti nyata ketaatan seorang Sahabat sejati, teguh pada prinsip, namun tunduk total kepada perintah Rasulullah.

Sikapnya mengajarkan bahwa iman yang benar selalu disertai dengan ketaatan dan kerendahan hati, bukan pembangkangan.

Dermawan yang Menginfakkan Seluruh Hartanya

Selain terkenal karena keimanannya, Al Barra bin Ma’rur juga dikenal sebagai Sahabat yang dermawan. Dalam catatan Sirah Ibnu Hisyam dan Al-Isti’ab Ibnu Abdil Barr, menjelang wafatnya, beliau menginfakkan seluruh harta kekayaannya di jalan Allah.

Beliau membagi hartanya menjadi tiga bagian: Sepertiga untuk Rasulullah, sepertiga untuk perjuangan Islam, sepertiga untuk keluarganya.

Namun, Rasulullah mengembalikan bagian yang ditujukan kepadanya untuk keluarga Al Barra, yang menunjukkan sedekah ikhlas akan kembali membawa keberkahan bagi keluarga yang ditinggalkan.

Dikenang di Langit

Al Barra wafat sebelum Rasulullah tiba di Madinah setelah hijrah dari Makkah. Meski demikian, Nabi mendoakan dan memuliakan jasadnya. Menurut riwayat dalam Al-Isti’ab, Rasulullah bersabda:

“Semoga Allah mengampuni Al Barra bin Ma’rur. Ia telah memenuhi janjinya kepada Allah.”

Ucapan itu menjadi bukti bahwa Al Barra wafat dalam keadaan beriman dan diridhai Allah SWT.

Dari kisah hidupnya, umat Islam bisa mengambil banyak pelajaran berharga:

Keyakinan yang kuat kepada Allah akan membuahkan kebenaran.

Taat kepada Rasulullah adalah wujud cinta sejati kepada agama.

Kekayaan tidak berarti jika tidak digunakan untuk menolong agama Allah.

Kerendahan hati dan keikhlasan membuat seseorang dimuliakan Allah, meski tanpa gelar duniawi.

Kisah Sayyidina Al Barra bin Ma’rur RA menjadi bukti bahwa iman sejati selalu mendahului wahyu, bahwa keteguhan hati dalam mencari kebenaran tidak pernah sia-sia di hadapan Allah Ta’ala.

Beliau bukan hanya Sahabat yang teguh, tetapi juga pelopor arah kiblat dan teladan dalam keberanian, ketaatan, serta kedermawanan.

Yan Andri

Image
Republika Network

Sekitarkaltim.ID -

× Image