Home > Regional

Paras Dayak Dikenal Cantik Mempesona dan Menawan, Kenapa Demikian?

Kebanyakan gadis Dayak memiliki kulit bersih kuning langsat. Kulit bersih dengan paras nan cantik menawan itu bukan hasil perawatan skin care.
Selain cantik, gadis Dayak memiliki mata elang yang memikat. (Jelajahsamboja)
Selain cantik, gadis Dayak memiliki mata elang yang memikat. (Jelajahsamboja)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Suku Dayak di Kalimantan dikenal sebagai salah satu yang melahirkan orang-orang dengan paras mempesona dan menawan.

Kenapa orang Dayak selalu tampak cantik, bahkan meski mereka ada yang masih hidup di pedalaman?

Dayak sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan. Pulau Kalimantan terbagi berdasarkan wilayah administratif yang mengatur wilayahnya masing-masing.

Terdiri dari: Kalimantan Timur ibu kotanya Samarinda, Kalimantan Selatan dengan ibu kotanya Banjarmasin, Kalimantan Tengah ibu kotanya Palangka Raya, dan Kalimantan Barat ibu kotanya Pontianak, Kalimantan Utara Ibu kotanya Tanjung Selor. Suku Dayak, terbagi dalam 405 sub-sub suku (J.U.Lontaan, 1974).

Masing-masing sub suku Dayak mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, sesuai sosial kemasyarakatannya, adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas pada masing-masing sub suku tersebut, baik Dayak di Indonesia maupun Dayak di Sabah dan Sarawak Malaysia.

Hamid Darmadi, dalam Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial, Vol. 3, No. 2, Desember 2016, menjelaskan dari sejarahanya, suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut "Nansarunai Usak Jawa", yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971).

Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Sebagian besar suku Dayak yang memeluk agama Islam tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tetapi menyebut dirinya sebagai orang “Melayu” atau orang “Banjar”. Sedangkan orang Dayak yang tidak memeluk agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman di Kalimantan.

Di Kalimantan Selatan misalnya mereka , bermukim disekitar daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus masuk rimba.

Orang Dayak yang memeluk agama Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat adalah seorang Dayak Maanyan atau Ot Danum. (Sejarah Asal Usul Suku Dayak Kalimantan) namanya di abadikan sebagai nama Universitas Lambung Mangkurat di Banjarmasin (Fridolin Ukur,1971).

Menukil laman resmi Bidang Penelitian dan Pengembangan Kota Palangkaraya, para perempuan Dayak dipastikan sudah cantik sejak lahir.

Kebanyakan gadis Dayak memang memiliki kulit bersih kuning langsat. Kulit bersih dengan paras nan cantik menawan itu bukan hasil perawatan skin care.

Sebab, orang Dayak punya resep tertentu untuk merawat kulit dengan menggunakan ramuan herbal alami. Sebagian gadis Dayak disebut selalu memakai pakaian tertutup saat pergi ke ladang atau berpanas-panasan.

Selain itu, ada pula yang menyebut nenek moyang Suku Dayak memiliki hubungan erat dengan ras Mongol. Sehingga melahirkan keturunan dengan kulit kuning langsat cerah. Namun, para perempuan gadis Dayak tidak sipit seperti orang Mongol.

Terlepas dari hipotesa kenapa orang Dayak bisa tampak menawan, cantik, dan mempesona, mereka juga dikenal memiliki sifat yang mampu memikat pria. Bukan karena pelet, melainkan gadis Dayak memang mampu memikat hati para pria karena kebaikan hati dan kelembutan mereka.

Selain itu, masih menurut situs resmi Pemkot Palangkaraya, para gadis Dayak memang dididik dengan budi pekerti luhur oleh keluarganya. Seingga menjadi pribadi yang penuh sopan santun. Fakta-fakta ini menepis anggapan segelintir masyarakat yang menyebut orang Dayak selalu tampil sangar.

Di balik stigma magisnya, Suku Dayak nyatanya memang sangat ramah dan berbudi pekerti luhur.

Sekilas Suku Dayak

Suku Dayak, yang juga dikenal sebagai masyarakat pedalaman di Pulau Kalimantan, memiliki sejarah yang panjang dan kaya. Mereka berasal dari Kalimantan dan telah mendiami wilayah tersebut selama berabad-abad, bahkan sebelum pengaruh luar seperti bangsa Melayu, Tionghoa, dan Eropa hadir.

Nama "Dayak" diberikan penjajah Belanda untuk menyebut penduduk asli Kalimantan yang tinggal di pedalaman. Berikut sejumlah poin penting terkait sejarah Suku Dayak, dihimpun dari beberapa sumber:

Suku Dayak memiliki asal-usul yang beragam. Beberapa sumber menyebut mereka berasal dari wilayah Yunnan di Cina Selatan, lalu migrasi ke Kalimantan melalui Indo-Cina dan Semenanjung Malaya.

Suku Dayak juga memiliki banyak sub-suku dan tersebar di seluruh Kalimantan, serta beberapa wilayah di Malaysia. Penyebaran ini terjadi karena berbagai faktor, termasuk serangan dari kerajaan Majapahit dan migrasi untuk mencari nafkah.

Tradisi Ngayau, atau perburuan kepala musuh, sebagai tradisi penting budaya Dayak yang menunjukkan keberanian dan kekuatan dalam peperangan.

Adapun agama asli Suku Dayak, disebut Kaharingan. Seiring waktu, agama lain seperti Islam dan Kristen juga berkembang di kalangan Dayak. Suku Dayak memiliki ciri khas seperti tato (tutang) dan memanjangkan cuping telinga dengan pemberat.

Pengaruh dari kerajaan Majapahit, penjajahan Belanda, dan kedatangan agama lain telah membentuk sejarah dan budaya Suku Dayak. Secara umum, Suku Dayak memiliki sejarah yang kaya dan beragam, dengan tradisi, budaya, dan agama yang unik.

Mereka bagian penting dari sejarah dan keberagaman Indonesia, yang luar biasa mengagumkan.

Dunia Supranatural

Dalam Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial, Vol. 3, No. 2, Desember 2016, Hamid Darmadi menjelaskan dunia supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak zaman dulu menajdi ciri khas kebudayaan Dayak. Karena supranatural ini pula orang luar negeri menyebut Dayak sebagai pemakan manusia (kanibal).

Namun pada kenyataannya Suku Dayak adalah suku yang sangat cinta damai asal mereka tidak diganggu dan ditindas semena-mena. Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang.

Manajah Antang dikenal sebagai cara suku Dayak mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang dicari pasti akan ditemukan.

Dunia supranatural lain, semisal mangkok merah, juga dikenal luas. Mangkok merah ini media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar.

Panglima atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali.

Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya.

Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan sang panglima bertindak memimpin acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai perang.

Dalam acara adat itu roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangka lima tersebut ber Tariu (memanggil roh leluhur untuk meminta bantuan dan menyatakan perang) maka orang-orang Dayak yang mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti panglimanya.

Biasanya orang yang jiwanya labil bisa sakit atau gila bila mendengar tariu.

Orang-orang yang sudah dirasuki roh para leluhur akan menjadi manusia dan bukan. Sehingga biasanya darah, hati korban yang dibunuh akan dimakan.

Jika tidak dalam suasana perang tidak pernah orang Dayak makan manusia. Kepala dipenggal, dikuliti, dan disimpan untuk keperluan upacara adat. Meminum darah dan memakan hati itu, maka kekuatan magis akan bertambah. Makin banyak musuh dibunuh maka orang tersebut makin sakti.

Mangkok merah terbuat dari teras bambu (terbuat dari tanah liat) yang didesain dalam bentuk bundar. Untuk menyertai mangkok ini disediakan juga perlengkapan lainnya. Seperti ubi jerangau merah (acorus calamus) yang melambangkan keberanian (bisa diganti dengan beras kuning), bulu ayam merah untuk terbang.

Kemudian lampu obor dari bambu untuk suluh (bisa diganti dengan sebatang korek api), daun rumbia (metroxylon sagus) untuk tempat berteduh dan tali simpul dari kulit kepuak sebagai lambang persatuan. Perlengkapan tadi dikemas dalam mangkok dari bambu itu dan dibungkus dengan kain merah.

Mila

× Image