Home > Sosok

Dokter Kaltara ke Gaza: Saat Operasi Diiringi Dentuman Bom, Ruangan Bergetar

Selain persoalan keamanan, tantangan besar lainnya adalah minimnya alat medis dan obat-obatan.
dr. Leny Suardi, Sp.OG, bersama tim Poli Kandungan RS Al Nasser Gaza. (BSMI)
dr. Leny Suardi, Sp.OG, bersama tim Poli Kandungan RS Al Nasser Gaza. (BSMI)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Sampai medio April 2025, sedikitnya 1.400 tenaga medis yang bertugas di Gaza, dilaporkan tewas. Ratusan tenaga kesehatan lainnya, ditahan.

Mereka gugur akibat kekejaman genosida yang dilakukan zionis Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza. Demikian data Kementerian Kesehatan Gaza, yang pernah dirilis pada Selasa (16/4/2025).

Dalam pernyataannya, Kemenkes Gaza mengungkap: Lebih dari 1.400 petugas kesehatan telah gugur, lalu sekitar 360 lainnya dari sektor kesehatan ditahan otoritas Israel.

Selain itu, ratusan relawan kemanusiaan ikut gugur dalam pembantaian genosida di Gaza. Di sana, seluruh profesi dan lapisan masyarakat, menjadi sasaran kekejaman zionis Israel. Tak peduli profesi apapun, tak peduli bekerja dimana. Bahkan, ratusan staf PBB pun menjadi korban sampai meregang nyawa.

Apalagi saat ini, bencana kelaparan akut mendera warga Gaza dan para relawan yang bertugas di sana. Teranyar, kabar yang dilansir Republika.

Warga Palestina di Gaza, termasuk staf PBB, jatuh pingsan akibat kelaparan parah. Seperti laporan Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) pada Rabu (23/7/2025), menyebut anak-anak dan mereka yang berkebutuhan khusus juga sekarat akibat malnutrisi berat.

Tetapi, situasi yang mengerikan itu tak menyurutkan langkah dr Leny Suardi, Sp.OG, bertugas ke Gaza.

dr Leny, satu dari enam orang relawan medis yang dikirim Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) ke sana. BSMI ke Gaza dalam misi kemanusiaan.

Ia masuk dalam gelombang Relawan Emergency Medical Team (EMT) ke-3. Tim BSMI itu, terdiri dari lima dokter spesialis dan satu dokter umum yang akan bekerja sesuai bidang masing-masing, yakni:

1. dr. Jamaluddin, Sp.M(K) – Ketua Tim (Spesialis Mata).

2. Dr. dr. Ristiawan Muji Laksono, Sp.An-TI, Subsp.M.N. (K), FIPP (Spesialis Anestesi).

3. Dr. dr. Mohammad Kuntadi Syamsul Hidayat, M.Kes., MMR, Sp.OT., Ph.D (Spesialis Ortopedi).

4. dr. Leny Suardi, Sp.OG (Spesialis Kandungan).

5. dr. Yenny Rachmawati, Sp.DV (Spesialis Kulit).

6. dr. Desro Rivani (Dokter Umum, spesialisasi perawatan luka).

Sebelum bergabung dengan BSMI, dr Leny bertugas di RSUD Akhmad Berahim, Kabupaten Tanah Tidung, Kalimantan Utara.

Dokter spesialis kandungan ini mengabdikan ilmunya di wilayah yang paling berbahaya sedunia: Jalur Gaza, Palestina. Ia lahir di Palembang, Sumsel, dan bertugas di Kaltara.

Di laman resmi POGI, dr. Leny Suardi, Sp.O.G tercatat sebagai anggota Bidang Penurunan Angka Kematian Ibu dan Stunting - Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) Cabang Kaltim, periode 2022-2025. Susunan pengurus POGI, ini dilantik pada 1 Juli 2023 di Hotel Mercure Samarinda, Kaltim.

Mimpi Kemanusiaan yang Jadi Kenyataan

dr. Leny Suardi mengaku sudah lama menyimpan niat untuk mengabdi di Palestina. Bahkan, keinginan itu sudah ada sejak mengandung anak pertamanya pada tahun 2013.

Akan tetapi, “Waktu itu, saya belum diizinkan suami. Tapi, keinginan itu tetap ada. Anak kedua saya bahkan saya beri nama ‘Gaza’,” ujar dr Leny saat dihubungi Republika, Rabu (23/7/2025).

Saat kesempatan itu datang, mimpinya sudah di depan mata. Kala itu, BSMI membuka pendaftaran misi kemanusiaan ke Jalur Gaza. Kali ini, ia mendapat izin suami. Tanpa ragu, dr. Leny pun mendaftar.

Dengan dukungan penuh dari suami dan ketiga anaknya, ia pun terbang ke Palestina. Bersama tim EMT ke-3 BSMI, ia berangkat dari Jakarta tanggal 8 Juli.

“Terus, transit di Amman Yordania, sekitar tujuh jam. Kemudian setelah itu, baru masuk ke dalam Gaza tanggal 10 Juli," katanya.

Bekerja sama dengan Rahma Worldwide, BSMI mulai memberangkatkan mereka ke Jalur Gaza pada 8 Juli 2025. Ia bertugas di Rumah Sakit an-Nasser, Khan Yunis, Gaza Selatan. Tugasnya, merawat ibu-ibu hamil walau di tengah kondisi perang dan krisis pangan yang parah dari hari ke hari.

RS Al-Nasr memiliki kapasitas dan standar layanan setara rumah sakit pendidikan tipe A di Jakarta. Rumah sakit itu, saat ini menjadi tumpuan utama pelayanan kesehatan di Gaza Selatan, menyusul lumpuhnya sejumlah fasilitas vital seperti RS Syifa di Gaza City dan RS Eropa.

Selama hampir 22 bulan, blokade Israel terhadap Jalur Gaza memicu krisis pangan dan wabah kelaparan. Ini berimbas besar pada kaum ibu dan bayi.

Menurut dr Leny, mereka mengalami malnutrisi akut. Agresi zionis juga menyebabkan minimnya layanan kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Palestina ini.

"Saya lihat di sini hampir semua ibu hamil ini mengalami malnutrisi. Jadi, pada kurus-kurus ibunya, kebutuhan nutrisi seperti zat besi itu sangat minim sekali," ujar dokter yang berusia 39 tahun ini.

Normalnya, para ibu hamil dianjurkan agar rutin mengonsumi daging, ikan, atau ayam sebagai sumber protein. Namun, imbauan ini tinggal harapan atau bahkan angan.

Genosida keji yang dilakukan Israel menyebabkan makanan amat langka dan mahal. Jangankan para ibu hamil. Relawan di lapangan pun kerap menahan perihnya rasa lapar.

"Selama saya bertugas total persalinan di RS Nasser, bisa 15-20 persalinan, baik SC dan pervaginam. Saya berkolaborasi bersama dengan dokter kandungan lain, dengan bidan dan perawat serta residen yang ada di RS Nasser," jelasnya.

dr Leny bersama anak-anak Gaza. (BSMI)
dr Leny bersama anak-anak Gaza. (BSMI)

Pengalaman Tak Terlupakan

Di antara pelbagai kasus yang paling membekas dalam benak dr Leny adalah ketika menangani seorang ibu hamil. Wanita Gaza ini selamat dari serangan bom Israel saat dirinya sedang tidur.

"Saya dapat pasien di ICU. Ia hamil. Saat ia sedang tidur, rumahnya dibom. Bayinya, alhamdulillah, tidak apa-apa. Cuma si ibu mengalami luka bakar di tangan dan kakinya," kata dr Leny, menahan tangis.

Selain persoalan keamanan, tantangan besar lainnya adalah minimnya alat medis dan obat-obatan.

Semua tindakan medis dilakukan secepat mungkin demi menghemat obat bius dan menghindari infeksi. Alat-alat pelindung diri, seperti masker dan sarung tangan, juga sangat terbatas.

“Kita kerja cepat supaya tidak boros obat. Kalau infeksi, susah lagi. ICU penuh. Ruang operasi pun kadang kekurangan darah," imbuhnya.

Meski baru beberapa pekan di Jalur Gaza, dr Leny sudah menyaksikan begitu banyak luka dan ketangguhan.

Ia melihat ratusan korban luka dan meninggal datang bersamaan ke ruang gawat darurat setelah serangan terhadap titik distribusi bantuan di Khan Yunis.

“Saya tidak tahu pasti jam berapa, tapi pagi-pagi ada alarm. Diberitakan ada 100 korban luka, dan belasan meninggal. Ruangan penuh, tenaga medis semua turun tangan," jelasnya.

Di tengah semua itu, dr Leny tetap teguh pada niat awalnya, yakni untuk menolong sesama, di mana pun berada.

Bahkan, saat di tengah dentuman serangan udara militer Israel (IDF) dan tangis kelaparan warga Palestina korban genosida, ia memilih untuk tidak tinggal diam.

“Sebagai dokter, saya bersumpah untuk menyelamatkan nyawa. Bukan hanya di kota atau tempat aman. Justru di tempat konflik seperti ini, jiwa kemanusiaan sangat dibutuhkan," ucapnya.

Ia menyampaikan pesan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Dalam kondisi Gaza yang kian memburuk dari hari ke hari, kepedulian dari dunia internasional sangat dibutuhkan.

“Mari buka mata. Gaza lebih menderita daripada yang kita bayangkan. Mereka butuh dukungan, bukan hanya doa, tetapi juga nutrisi dan perhatian nyata," katanya.

Selama di Jalur Gaza, dr Leny setiap hari melayani pemeriksaan medis dan kehamilan. Ia juga mengurus proses persalinan. Namun, semua itu dilakukan dengan kegetiran.

Sebab, RS an-Nasser seperti halnya seluruh wilayah Gaza tak henti dilanda serangan udara dan ledakan bom yang dilancarkan IDF.

"Jadi walau kami di dalam rumah sakit, ketika operasi ini, diiringi dengan bunyi bom-bom itu," kisahnya.

Bahkan, lanjut dr. Leny, ruangan kamar operasi sampai bergetar. Hingga akhirnya, warga dan tenaga medis di rumah sakit ini sudah kebal. Tak ada lagi rasa takut.

Mereka selalu saling mendukung dengan berkata, "Tenang, kalau pun meninggal, kita kembali ke Tuhan."

Republika

× Image