Home > News

Thailand Kerahkan F-16 Ngebom Kamboja, Belasan Jiwa Meregang Nyawa

Thailand menuduh Kamboja menanam ranjau di titik perbatasan.
Warga Thailand melarikan diri dari kecamuk perang dengan Kamboja.
Warga Thailand melarikan diri dari kecamuk perang dengan Kamboja.

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Thailand mengerahakan pesawat jet tempur F-16 untuk mengebom sejumlah titik di Kamboja. Akibatnya, belasan jiwa meregang nyawa.

Menurut laporan Al Jazeera, pertempuran itu menyebar ke enam wilayah di sepanjang perbatasan, kata pejabat militer Thailand Laksamana Muda Surasant Kongsiri.

Ia yang memimpin militer Thailand untuk menutup perbatasan antar negara. Pemboman dan baku tebak militer kedua negara telah menewaskan sedikitnya 11 warga sipil dan seorang tentara di Thailand.

Pesawat jet F-16 Thailand mengebom sasaran-sasaran di Kamboja, ketika perselisihan perbatasan dan krisis diplomatik dengan cepat memicu bentrokan sengit pada Kamis.

Kedua negara itu saling menyalahkan atas pecahnya pertempuran baru yang meletus pada Kamis pagi di daerah dekat Kuil Ta Moan Thom yang disengketakan.

Lokasinya berada di daerah perbatasan di provinsi Oddar Meanchey di barat laut Kamboja.

Sengketa Sejak Lama

Sengketa perbatasan adalah masalah lama yang menyebabkan ketegangan berkala antara kedua negara bertetangga tersebut. Thailand dan Kamboja berbagi perbatasan darat sepanjang lebih dari 800 kilometer.

Klaim yang diperdebatkan ini sebagian besar berasal dari peta tahun 1907 yang dibuat pada masa pemerintahan kolonial Perancis yang digunakan untuk memisahkan Kamboja dari Thailand.

Kamboja selama ini menggunakan peta tersebut sebagai referensi untuk mengklaim wilayahnya, sementara Thailand berpendapat bahwa peta tersebut tidak akurat. Konflik yang paling menonjol dan penuh kekerasan terjadi di sekitar kuil Preah Vihear yang berusia 1.000 tahun.

Pada tahun 1962, Mahkamah Internasional memberikan kedaulatan atas kawasan kuil kepada Kamboja. Keputusan tersebut menjadi gangguan besar dalam hubungan bilateral. Kamboja kembali ke pengadilan pada tahun 2011, menyusul beberapa bentrokan antara tentaranya dan pasukan Thailand yang menewaskan sekitar 20 orang dan membuat ribuan orang mengungsi.

Pengadilan menegaskan kembali putusan yang menguntungkan Kamboja pada tahun 2013. Kamboja kembali meminta pengadilan internasional untuk menyelesaikan sengketa perbatasan, namun Thailand menolak yurisdiksi pengadilan tersebut.

Di tengah seruan regional untuk mediasi, Perdana Menteri sementara Thailand Phumtham Wechayachai mengatakan pada konferensi pers pertempuran harus dihentikan sebelum negosiasi dapat dilakukan.

Ia mengatakan belum ada deklarasi perang dan pertempuran tidak menyebar ke provinsi lain.

Menteri Kesehatan Thailand Somsak Thepsuthin mengatakan 11 warga sipil, termasuk seorang anak laki-laki berusia delapan tahun, dan seorang tentara tewas dalam tembakan artileri pasukan Kamboja.

Ia berujar 24 warga sipil dan tujuh personel militer terluka.

Somsak mengatakan kepada wartawan tindakan Kamboja, termasuk serangan terhadap rumah sakit, harus dianggap sebagai kejahatan perang.

Pernyataan militer Thailand yang merinci korban mengatakan enam warga sipil tewas dan dua lainnya terluka dalam penembakan di dekat sebuah pompa bensin di Ban Phue, distrik Kantharalak, provinsi Sisaket, sekitar 20 km dari perbatasan.

Korban lainnya termasuk dua warga sipil, termasuk anak berusia delapan tahun, yang tewas dalam serangan di dekat daerah Ban Chorok, distrik Kabcheing, provinsi Surin, yang melukai dua lainnya.

Satu orang lainnya tewas dan satu orang terluka di distrik Nam Yuen, provinsi Ubon Ratchathani, kata pernyataan itu.

Puluhan Ribu Warga Mengungsi

Pertempuran itu juga menyebabkan sedikitnya 40 ribu warga sipil dievakuasi dari 86 desa dekat perbatasan ke lokasi yang lebih aman, kata seorang pejabat distrik di provinsi Surin kepada kantor berita Reuters.

Para penduduk melarikan diri ke tempat perlindungan bom yang terbuat dari beton dan dibentengi dengan karung pasir dan ban mobil.

Kedua belah pihak mengatakan mereka bertindak untuk membela diri.

Meski negara-negara itu mengatakan bahwa mereka setuju meredakan ketegangan, pihak berwenang Kamboja dan Thailand terus menerapkan atau mengancam tindakan tanpa kekuatan bersenjata, sehingga menjaga ketegangan tetap tinggi.

Thailand menambahkan pembatasan ketat di perbatasan dengan Kamboja yang menghentikan hampir semua penyeberangan kecuali pelajar, pasien medis, dan orang lain yang berkebutuhan penting.

Pada hari Kamis, pihak berwenang Thailand mengumumkan mereka menutup perbatasan sepenuhnya.

Kamboja juga melarang film dan acara TV Thailand, menghentikan impor bahan bakar, buah-buahan dan sayur-sayuran dari Thailand.

Serta memboikot beberapa jaringan internet internasional dan pasokan listrik milik negara tetangganya.

Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra diberhentikan dari jabatannya pada tanggal 1 Juli untuk diselidiki atas kemungkinan pelanggaran etika dalam penanganan sengketa perbatasan menyusul bocornya panggilan telepon dengan seorang pemimpin senior Kamboja.

Dalam panggilan telepon pada bulan Juni, Paetongtarn menyebut mantan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen sebagai “paman” dan mengkritik kepemimpinan militer Thailand, pernyataan yang dibingkai para kritikus sebagai tidak menghormati kedaulatan nasional.

Hun Sen digantikan putranya Hun Manet pada tahun 2023 tetapi tetap berpengaruh sebagai presiden Senat. Ia adalah teman lama ayahnya, Thaksin Shinawatra, mantan perdana menteri yang populer namun suka memecah belah, namun mereka menjadi terasing karena sengketa perbatasan.

Bocoran telepon itu memicu kemarahan dan protes yang meluas.

Koalisi Paetongtarn yang dipimpin Partai Pheu Thai juga melemah saat mitra terbesar kedua, Partai Bhumjaithai, menarik dukungannya, dengan alasan sikapnya yang lemah terhadap Kamboja.

Paetongtarn telah meminta maaf dan berargumen komentarnya hanya taktik negosiasi. Sekutunya, mantan Menteri Pertahanan Phumtham Wechayachai, ditunjuk sebagai penjabat perdana menteri.

Thailand Tarik Dubes

Kementerian Pertahanan Kamboja menyatakan bahwa bentrokan terjadi pukul 8:40 pagi di perbatasan dengan Thailand yang terletak di Provinsi Oddar Meanchey.

Ketegangan antara militer Thailand dan Kamboja berlangsung sejak bentrokan perbatasan pada 28 Mei lalu yang mengakibatkan seorang personel militer Kamboja tewas.

Pada Rabu, Thailand menarik duta besarnya di Kamboja serta mengusir duta besar Kamboja menyusul insiden ledakan ranjau yang melukai lima tentara Thailand di titik perbatasan yang disengketakan.

Thailand menuduh Kamboja menanam ranjau tersebut.

Perdana Menteri Sementara Thailand Phumtham Wechayachai menyatakan bahwa pihaknya juga akan mengkaji ulang tingkat hubungan bilateral dengan Kamboja.

Menurut angkatan darat Thailand, salah satu dari lima korban ledakan ranjau pada Rabu kehilangan kakinya.

Insiden tersebut menjadi yang kedua kalinya setelah ledakan ranjau pada 16 Juli lalu juga melukai tiga personel militer, termasuk satu yang juga kehilangan kakinya.

Pejabat setempat memastikan bahwa ranjau darat tersebut tidak berasal dari sumber dalam negeri.

Thailand juga mengecam Kamboja atas penggunaan ranjau yang melanggar Konvensi Ottawa terkait larangan penggunaan ranjau anti-personel.

Republika

× Image