Keracunan MBG Sudah Ribuan Kasus, Program Didesak Stop Sementara

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Dari Januari sampai 21 September 2025, program Makan Bergizi Gratis justru mengakibatkan ribuan siswa keracunan. Kasus ini kian meluas di beberapa daerah.
Desakan penghentian sementara pun mengemuka. Salah satunya dari Koalisi Kawal MBG.
Koalisi ini mendesak pemerintah menyetop program MBG, sebab banyak kasus keracunan terjadi se-Indonesia. Penghentian ini sebagai langkah untuk evaluasi total demi mencegah keracunan terjadi lagi.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) sebagai bagian Koalisi, Eva Nurcahyani meminta program ini wajib disetop lebih dulu supaya tak menghadirkan kerugian bagi masyarakat.
Eva menegaskan pelaksanaan MBG terbukti sarat masalah.
"MBG tata kelolanya buruk, minim akuntabilitas, dan berulang kali merugikan warga. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah harus segera menghentikan pelaksanaan MBG agar tidak terus menimbulkan kerugian lebih besar bagi masyarakat," tegas Eva dalam diskusi ICW, pada Selasa (23/9/2025).
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia sebagai anggota Koalisi lainnya mendorong penghentian program MBG. Sebab, masalah MBG bukan kesalahan teknis, tapi kesalahan sistem di BGN karena kejadiannya menyebar di berbagai daerah.
"Lakukan evaluasi total sistem tata kelola MBG yang dikendalikan BGN. Termasuk cabut seluruh surat pernyataan/MoU bermasalah yang membebankan risiko kesehatan pada sekolah atau orang tua," tegas Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji.
Sedangkan Transparency International Indonesia (TII) sebagai anggota Koalisi lainnya juga sepakat mengenai penyetopan sementara BGN.
Peneliti TII Agus Sarwono meyakini moratorium MBG untuk perbaikan total mulai dari asesmen penerima manfaat. Sebab tidak semua anak bisa disamakan gizinya.
"Nggak bisa dipukul rata untuk gizi, misal anak SLB disamakan. Nggak ditanya kalau ada alergi. Ini tanda rendahnya partisipasi publik dalam MBG," ujar Agus.
Agus menyinggung rombongan pemerintah sempat studi banding MBG ke India dan Brazil yang sudah menerapkan lebih dulu.
Tapi kenyataan pelaksanaannya di Indonesia berbeda dari program serupa MBG di India dan Brazil.
Padahal, menurutnya, pada tahun 2024 sudah ada kunjungan menteri untuk MBG di India dan Brazil. Namun, ia heran kenapa saat kembali ke Indonesia bentuknya jadi begini.
“Padahal di India dan Brazil ada komite sekolah dilibatkan pilih menu, pilih anak (yang dapat MBG), pengawasan. Komite sekolah ada disini bisa jadi partner mitra dapur," ucap Agus.
Menurut catatan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) korban keracunan usai menyantap hidangan MBG mengalami peningkatan dari sisi jumlah maupun sebaran.
JPPI mendesak Presiden Prabowo dan Badan Gizi Nasional tak menutup mata terhadap tragedi keracunan berulang dalam program Makan Bergizi Gratis.
Baca juga: Takut Tekanan, Keracunan MBG Tembus 6.452 Kasus
"Kasus yang terdata di kami ada 6.452 sejak Januari. Itu yang reported ya (dilaporkan), bagaimana dengan yang tidak dilaporkan karena sekolah, siswa, orang tua takut tekanan kalau melapor," ungkap Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji dalam diskusi di Jakarta, Selasa (23/9/2025).
Data 6.542 kasus itu tercatat per 21 September 2025.
Ubaid mengamati ada orang tua yang ingin anaknya jangan mengonsumsi MBG. Tapi mereka bingung bagaimana menolaknya. Mereka khawatir anaknya jadi korban keracunan MBG.
"Mereka trauma kalau disuruh makan (MBG) lagi," ujar Ubaid.
Ubaid menyayangkan ribuan anak menjadi korban keracunan, sedangkan pemerintah tetap memaksakan program ini berjalan tanpa evaluasi menyeluruh dan terkesan sangat tidak serius. Padahal ada ancaman kematian yang nyata.
"Jumlah ini bisa dipastikan lebih besar, sebab banyak sekolah dan pemerintah daerah justru memilih menutupi kasus. Fakta ini menunjukkan program MBG sudah gagal melindungi anak, bahkan berubah menjadi ancaman serius bagi masa depan generasi bangsa," ujar Ubaid.
Ubaid juga memantau sebaran keracunan MBG terjadi di banyak wilayah lintas provinsi. Ia menduga masalahnya ada pada sistem yang tak maksimal diterapkan Badan Gizi Nasional.
"Kalau kasusnya nyebar di banyak kota dan provinsi pasti masalahnya bukan teknis, bukan kesalahan dapur tapi kesalahan sistem, ketika kesalahan sistem di level BGN, pemantaua nggak jelas, dimanapun dapur dibuka, masalah membludak," ujar Ubaid.
Evaluasi Menyeluruh
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Zainul Munasichin, menyambut positif rencana Presiden yang akan mengumpulkan para pengelola dapur program MBG.
Sudah saatnya dilakukan evaluasi menyeluruh untuk mencegah terjadinya keracunan para siswa. Ia menilai program Makan Bergizi Gratis kebijakan besar yang manfaatnya sangat dirasakan anak-anak dan orang tua.
"Karena itu, Presiden harus turun langsung memberi arahan kepada pengelola dapur, agar mereka paham standar penyajian dan keamanan pangan yang benar,” kata Zainul dalam keterangan pers, Selasa (23/9/2025).
Zainul menegaskan kualitas pelaksanaan program MBG tidak boleh dikompromikan.
Ia menyoroti kasus keracunan makanan yang menimpa ribuan anak penerima MBG. Berdasarkan laporan pemerintah, sekitar 5.000 anak menjadi korban keracunan karena makanan yang disajikan tidak memenuhi standar kebersihan dan kesehatan.
“Ini bukan sekadar persoalan teknis, tapi menyangkut keselamatan anak-anak. Keracunan makanan sangat berbahaya, apalagi bagi anak usia sekolah yang masih rentan. Jangan sampai program yang niatnya mulia justru menimbulkan korban,” tegasnya.
Menurut Zainul, kasus keracunan tersebut terjadi karena ada kelemahan di tingkat pengelolaan dapur. Ia menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap dapur MBG di daerah-daerah.
Republika