Home > News

Dari Rp60 Triliun Pengemplang Pajak Kelas Kakap, Baru Masuk Rp7 Triliun

Masih ada lebih dari separuh penunggak pajak kakap yang belum membayar.
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa.
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa.

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Pemerintah akan memperketat penegakan hukum dan memperkuat koordinasi lintas lembaga.

Terutama untuk menutup celah penghindaran pajak dan menjaga kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan nasional. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai langkah ini menjadi krusial.

Apalagi, ia mengungkapkan, penerimaan pajak dari para pengemplang pajak kelas kakap yang kasusnya sudah inkrah baru mencapai hampir Rp7 triliun.

Pemerintah, lanjut Purbaya, terus memantau proses pembayaran agar seluruh kewajiban para wajib pajak segera tertuntaskan.

“Mereka mungkin baru masuk sekarang hampir Rp7 triliun. Tapi kan pembayarannya ada yang bertahap. Saya akan monitor lagi secepat apa,” ujar Purbaya kepada wartawan, Rabu (8/10/2025).

Ia menegaskan akan berkoordinasi langsung dengan Direktur Jenderal Pajak Bimo untuk memastikan langkah penagihan berikutnya.

“Saya harus bicara dulu dengan Dirjen Pajak saya, seperti apa artinya. Tapi saya harapkan sih kebagian besar sudah masuk menjelang akhir tahun,” kata dia.

Kementerian Keuangan mencatat, dari 200 pengemplang pajak kelas kakap yang kasusnya telah berkekuatan hukum tetap, baru 84 yang melunasi kewajiban dengan total Rp5,1 triliun.

Artinya, masih lebih dari separuh penunggak yang belum membayar. Total nilai tagihan dari kasus tersebut diperkirakan mencapai Rp50–60 triliun.

Purbaya menilai penagihan sisa pembayaran penting untuk memperkuat penerimaan negara di tengah meningkatnya kebutuhan fiskal.

Ia menyebut mayoritas pengemplang pajak merupakan perusahaan besar. “Yang perorangan itu hanya sebagian kecil,” ujarnya.

Sebelumnya, pada akhir September Menteri Keuangan Purbaya menegaskan pemerintah akan menagih para pengemplang pajak dengan total kewajiban mencapai Rp 60 triliun.

Ia menekankan, tunggakan ini akan masuk pada 2025, bukan 2026. “Tidak, 2025. Itu yang sudah inkrah, yang sudah utang pajak,” tegas Purbaya.

Purbaya memastikan pemerintah tidak akan mengganggu wajib pajak yang taat.

“Nanti 2026 saya pastikan lagi. Yang jelas, kami menegaskan kalau sudah bayar pajak, jangan diganggu sama sekali, dan tidak ada lagi cerita pegawai pajak meres-meres itu,” jelasnya.

Langkah ini menyasar sekitar 200 penunggak pajak besar yang sebelumnya diungkap Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa, dengan total tagihan Rp 50–60 triliun.

“Kita punya daftar 200 penunggak pajak besar yang sudah inkrah. Kita mau kejar dan eksekusi,” ujarnya. “Dalam waktu dekat akan kita tagih dan mereka tidak akan bisa lari,” tambahnya.

Untuk memperkuat pengawasan, Kementerian Keuangan juga berencana membuka kanal pengaduan bagi masyarakat yang menghadapi masalah terkait pungutan pajak.

Data Kementerian Keuangan mencatat, realisasi penerimaan pajak per Agustus 2025 mencapai Rp 1.135,4 triliun atau 54,7 persen dari outlook APBN 2025 sebesar Rp 2.076,9 triliun.

Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah mendukung langkah tegas pemerintah. “Kalau kebocoran pajak tidak bisa ditekan, maka risiko pembiayaan utang semakin tinggi. Jadi kami dukung langkah tegas pemerintah,” ujarnya.

Said menegaskan, APBN bukan sekadar hitung-hitungan angka, tetapi komitmen kolektif membangun kemandirian bangsa. “Kita harus berani menegakkan aturan. Jangan sampai rakyat kecil tertib bayar pajak, tapi yang besar justru mengemplang,” tegasnya.

Republika

Image
Republika Network

Sekitarkaltim.ID -

× Image