Kematian Akibat DBD 2025 di Kaltim Turun, Sebarannya Merata di Tiap Daerah

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Usai pandemi COVID-usai, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) sempat meningkat tajam hingga mencapai 6.000 kasus, hanya rentang setahun.
Namun berkat upaya pencegahan dan inovasi penanganan, angka kematian akibat DBD terus menurun. Di tahun 2023, tercatat 45 kasus kematian akibat DBD, data terbaru hingga September 2025, jumlahnya menurun drastis menjadi 11 kasus.
Meski terjadi penurunan angka kematian akibat DBD, penyakit ini masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat Kaltim. Apalagi, sejumlah daerah masih fokus penanganan karena tingginya jumlah kasus.
Menurut data Dinkes Kaltim, Kota Balikpapan menjadi penyumbang terbanyak dengan 987 kasus, disusul Kutai Kartanegara (689 kasus), dan Samarinda (544 kasus), Kutai Timur (400 Kasus).
Kemudian Kota Bontang (287), Paser (272 kasus), PPU ( 174 kasus), Kubar (166 kasus), Berau (51 kasus) dan Mahakam Ulu (8 kasus). Adapun sebaran kematian akibat DBD lebih merata.
Masing-masing dua kasus tercatat di Kutai Barat dan Kutai Timur, sedangkan sisanya terjadi di Paser, Bontang, Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, Berau, Samarinda, dan Balikpapan.
Kaltim tergolong daerah endemik karena memiliki iklim tropis dengan pola hujan yang tidak menentu. Kondisi ini sangat ideal bagi perkembangan nyamuk Aedes aegypti, yang mampu terbang sejauh 100–200 meter dari tempat berkembang biaknya.
Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Jaya Mualimin, mengingatkan kesadaran masyarakat sangat penting untuk mencegah penyebaran DBD.
Ia mengajak masyarakat Kaltim untuk menerapkan pola hidup bersih.
“Mari bersama-sama menjaga lingkungan agar tetap bersih, menghindari genangan air, dan segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika mengalami demam yang tidak biasa,” ujar Jaya saat menjadi pembicara terkait Waspada DBD, secara virtual, Jum’at (10/10/2025).
Ia mengingatkan langkah paling efektif mencegah penyebaran DBD dengan menerapkan gerakan 3M Plus. Yakni menguras tempat penampungan air, menutup rapat wadah air, memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang dapat menampung air.
Selain itu menambah tindakan plus seperti menjaga kebersihan lingkungan, mengubur barang bekas, dan membakar sampah yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.
Analisis Dinkes menunjukkan sebagian besar kasus DBD terjadi pada anak-anak usia sekolah di bawah 14 tahun. Karena itu, pihaknya menjalin kerja sama dengan sekolah-sekolah dasar melakukan edukasi dan pemeriksaan dini.
“Kami mewajibkan seluruh fasilitas kesehatan, di rumah sakit dan puskesmas menyediakan tes cepat DBD. Hasilnya bisa diketahui dalam 15 menit agar penanganan bisa dilakukan sedini mungkin,” ujar Jaya.
Dinkes Kaltim mengingatkan, sarang nyamuk umumnya ditemukan di wadah-wadah air tergenang seperti botol bekas, kaleng, pot bunga, dan tempat minum hewan. Karena itu, masyarakat diminta rutin melakukan pemberantasan sarang nyamuk di lingkungan masing-masing.
“Nyamuk ada di sekitar kita, tapi dengan menjaga kebersihan lingkungan, mereka tidak akan berkembang biak. Mari bersama wujudkan Kaltim bebas DBD,” pesannya.
Yan Andri