Umm Kulthum, Penyatu Arab Lewat Syair-syair Penggugah Jiwa

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Umm Kulthum, kadang ditulis Ummi Kulsum, Ummi Kalsum, Ummu Kulsum, Ummi Kalsoum, atau Ummi Kultsum.
Umm Kulthum adalah pemilik suara yang mampu mempersatukan, tidak hanya masyarakat Mesir namun juga pemersatu bangsa Arab.
Julukan Pemersatu Arab, diberikan kepada Umm Kulthum, dari penulis Amerika, Virginia Danielson. Ia menorehkan cacatannya dari riset khusus tentang Ummu Kultsum. Penelitian itu dibukukan dengan tajuk, The Voice of Egypt: Ummu Kulthum, Arabic Song, and Egyptian Society in the Twentieth Century.
Umm Kulthum, saat kelahirannya bernama Fatimah Ibrahim al-Beltaji. Pemerintah Mesir mencatat dua tanggal kelahirannya, pada 31 Desember 1889 dan 4 Mei 1904, di Tummay al-Zahirah, Mesir. Ia meninggal dunia pada 3 Februari 1975.
Umm Kulthum berasal dari keluarga petani, sang ayah dikenal sebagai imam masjid kampung yang kerap diundang sebagai pembaca doa pengajian, tahlil, dan acara-acara keagamaan tradisional.
Virginia Danielson menyebut lantuan syair Umm Kulthum, mampu memikat dan menyatukan bangsa Arab dari belahan Barat hingga Timur.
Juga, dari kafe-kafe rakyat di kota Fes sampai sudut pasar di Baghdad. Dari orang-orang berdasi di kota besar hingga suku badui di tenda padang pasir mereka.
Umm Kulthum membawakan beragam syair dalam lagu bergenre relijius, nasionalis, sekaligus romantis. Mungkin, itu pula yang menjadikannya berkesan pada banyak pasang telinga orang dari berbagai elemen.
Syair-syairnya mampu mengunggah jiwa, mengorbankan semangat, kadang menitikan air mata.
Di Indonesia, lagu Ala Baladi al-Mahbub menjadi judul album grup-musik Nasida Ria volume I (1978). Pun dengan Ghanni Li Shwayya Shwayya yang memantik kehangatan di hati masyarakat Indonesia, terutama bagi penikmat gambus.
Di usianya yang masih 12 tahun, Umm Kulthum kehilangan ayahnya. Setelah itu, keluarganya mengalami degadrasi finansial. Sekitar tahun 1923 keluarganya pindah ke Kairo, saat itu menjadi pusat utama dunia hiburan yang berkembang di Timur Tengah.
Di sana, Umm Kulthum belajar seni, puisi dan bernyanyi kepada Mohamed el-Qasabgi, Ahmed Abou Hassan, dan Dawood Hosni.
Mereka menjadi guru dan mentor yang mengajarkan puisi, sastra, teknik vokal, dan musik klasik Arab. Perlahan namun pasti karir dan namanya mulai tersohor dari Timur ke Barat.
Hingga akhir hayatnya Umm Kulthum telah mengabadikan lebih dari 300 lagu. Prestasinya itu membuat namanya kian masyhur karena menjadi perbincangan di seluruh wilayah.
Lagu-lagu Umm Kulthum, bukan saja dinikmati pecinta gambus. Tetapi juga ulama. Semisal Syekh Muhammad Sa’id Ramadan al-Buti. Yang mensyarah sejumlah baris lagu berjudul al-Qalbu Ya’shaq Kulla Jamīl yang dibawakan Umm Kulthum.
Di Nusantara, almarhum pengasuh Pondok Pesantren Buntet KH. Ayip Abdullah Abbas, juga menjadi salah satu penggemar lagu-lagu Umm Kulthum.
Semasa hidup Kang Ayip, sapaan karib KH Ayip Abbas, sering kali mendengarkan lagu dari Umm Kulthum. Terutama saat mengendarai mobilnya. Para santri dan atau siapapun yang pernah bepergian satu mobil bersama Kang Ayip, tentu tidak asing dengan lagu-lagu Umm Kulthum.
“Syair-syairnya penuh makna, menggugah jiwa.” Begitu pujian Kang Ayip untuk lagu-lagu Umm Kulthum. Karena itu, beliau tak pernah bosan sepanjang mengendarai mobilnya ditemani kidung Umm Kulthum.
Umm Kulthum menjadi satu-satunya musisi Arab yang masuk daftar: 200 Greatest Singers of All Time versi Rolling Stone. Ia menempati peringkat 61, dan menjadi satu-satunya musisi Arab yang masuk daftar mendahului nama besar lain di industri musik Barat.
Termasuk Leonard Cohen, Michael Jackson, Johnny Cash, Janis Joplin, Barbra Streisand, dan Elton Joh.
Umm Kulthum wafat pada 3 Februari 1975 di Kairo, setelah mengalami serangan jantung.
Pemakamannya, seperti diabadikan New York Times, dihadiri lebih dari empat juta orang.
Lautan manusia memenuhi Masjid Omar Magdan di Tahrir Square hingga ke Masjid Ghana Sharkos. Mereka punya tujuan sama: melepas kepergian jenazah Umm Kulthum, sang penyatu Arab.
Rudi Agung/ Pelbagai sumber